Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 202. Ibu Dari Anak-anakku Kelak



II 202. Ibu Dari Anak-anakku Kelak

0"Hahaha, aku tidak segila itu." Jawabnya lagi lalu menenggak habis minumannya di botol bening.     

"Lalu apa? Cepat katakan padaku, jangan buat aku penasaran!" Likha gemas bukan main dengan sikap rahasia Lewis.     

"Menikahlah denganku." Sorot mata tajam Lewis dan wajahnya yang datar, membuat Likha mengerjap-ngerjapkan mata dan menganga tidak percaya dengan apa yang didengarnya.     

"A-apa?" Seolah kakinya tidak menginjak bumi, Likha memundurkan langkahnya ke belakang hingga tubuhnya terhenti bergerak karena kursi sofa dibelakangnya.     

"Menikahlah denganku maka uang 500 jutamu akan lunas saat itu juga." Jawab Lewis.     

"Menikah? Menikah itu adalah hal yang sangat sacral dan suci. Aku tidak ingin main-main dengan pernikahan. Aku ingin menikah dengan pria yang aku cintai dan dia juga mencintaiku." Likha mengucapkan banyak kalimat hingga tanpa disadarinya, Lewis berjalan perlahan mendekati tubuh perempuan yang tidak bisa mundur lagi karena sofa dibelakangnya.     

"Kalau kamu setuju, aku akan ikut pulang denganmu, dan kita akan minta kakakmu untuk menjadi walimu. Tapi, kalau kamu tidak setuju, lebih baik kamu segera pikirkan bagaimana membayar hutang 500 juta yang kamu paksakan untuk membayar itu." Lewis mengukung tubuh Likha dengan kedua tangannya di lengan sofa.     

"Ini … terlalu dekat …" Likha mencoba pergi menghindar namun tangan Lewis yang kokoh tidak mudah untuk di runtuhkan.     

"Bagaimana?" Hembusan napas Lewis yang meniup wajah Likha membuat perempuan itu memejamkan mata dan menahan napas sambil memalingkan wajah ke samping.     

"Tidak adakah cara lain? Aku pasti akan membayarmu tapi jangan permainkan lembaga pernikahan. Aku tidak berani." Jawab Likha tanpa menatap mata Lewis yang hanya berjarak 10 senti dari wajahnya.     

"Siapa yang mempermainkan? Aku tidak merasa bermain-main dengan pernikahan. Aku hanya merasa, aku sudah menemukan perempuan yang akan menjadi istri dan ibu dari anak-anakku kelak." Mendengar kalimat terakhir yang sungguh mencengangkan itu, membuat Likha spontan mengarahkan wajahnya menghadap Lewis. Dan, itu membuat hidung mereka saling menempel satu sama lain.     

Likha mendorong tubuh Lewis dengan kedua tangannya namun Lewis memegang dan mencengkeramnya hingga melingkari pinggang pria yang sudah sejak lama tidak menuntaskan hasrat seksualnya. Tengkuk leher Likha yang tertutup jilbab di pegang dan dengan gerakan cepat, Lewis mencium bibir Likha yang sudah lama didambanyanya.     

Likha membelalakkan mata dan memukul dada pria yang dengan kurang ajarnya berani mencium tanpa ijin terlebih dahulu. Ciuman Lewis yang dalam dan liar membuat napas Likha terengah-engah dan pasrah karena tidak bisa melawan lagi.     

Mendapati sang perempuan diam tanpa perlawanan lagi, Lewis semakin gencar melesakkan lidah kedalam mulut Likha. Perempuan yang tidak pernah berciuman dan tidak punya pengalaman ini, kaget mendapati Lewis semakin meminta lebih.     

"Eughhhh … " Likha memukul dada Lewis berulang kali namun semua itu sia-sia. Lewis masih tidak ingin melepaskan rasa manis dari mulut perempuan yang sudah yakin akan dinikahinya itu. Hingga akhirnya, Lewis melepaskan Likha untuk memberi kesempatan kepada perempuan berjilbab agar bisa bernapas.     

"Hah hah hah … kamu kurang ajar sekali! PLAK!" Likha menampar pipi Lewis dengan keras. Dan, perempuan itu pun berlari menuju kamarnya dengan air mata berlinang. Tinggallah Lewis yang tersenyum iblis sambil meraba pipinya yang kena tampar. Dan, Lewis pun memutuskan akan menjadikan Likha sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Pria itu mengambil telpon genggamnya yang tergeletak diatas meja minibar dan menelpon seseorang.     

-----     

Pagi mulai menjelang. Suara takbir adzan Subuh terdengar dari masjid terdekat dari rumah sakit. Darren yang ketiduran di ruang tunggu, terbangun dan langsung teringat seketika untuk melihat kaca ruangan ICU kalau-kalau ada petugas medis yang bisa ditanyakan status sang istri.     

"Kamu kekamar, mandi, dan ganti baju. Biar agak segeran dan tidak kusut begitu, Darren." Agnes yang sudah tampak sudah rapih itu melihat Darren yang kusut tidak terawatt sejak Calista dibawa kerumah sakit.     

"Tapi mah …"     

"Kamu tenang saja. Ada kami disini. Sudah kamu segera ke kamar dan segarkan dirimu dulu yaa. Kalau Calista siuman nanti, dia tidak akan khawatir melihat suaminya kusut begini." Ujar Agnes dengan senyum penuh keibuan meski usianya baru menginjak empat puluh.     

"Baiklah mah, aku titip Calista sebentar." Darren berjalan ke kamar dengan langkah gontai. Dia memang butuh mandi untuk menyegarkan tubuhnya.     

Donni yang juga menyewa satu kamar khusus untuk menginap, telah keluar dari kamarnya seusai mandi dan berganti pakaian. Pria bertubuh tinggi besar itu menghampiri sang istri yang duduk setia didepan ruang ICU berharap mendapatkan kabar baik dari dokter dan pria itu pun turut duduk disebelahnya.     

"Kapan jam besuknya?" Donni melingkarkan tangannya yang besar ke belakang tubuh Agnes dan mendekapnya.     

"Sekitar jam 10an. Masih lama. Kamu mau sarapan apa? Aku akan belikan." Agnes menarik tangan Donni agar lebih dekat ke perutnya. Donni tersenyum melihatnya. Semakin hari hubungan mereka semakin baik. Kalau Agnes masih diberi kesempatan, mungkin dalam jangka waktu dekat ini mereka akan memiliki anak kedua. Donni tersenyum membayangkannya.     

"Ah tidak, aku saja yang membelikannya untukmu. Kamu tunggu saja disini. Mana asisten yang ditugaskan untuk menemani Calista?" Donni mencari-cari Hera yang seharusnya siaga didepan ruang ICU sesuau tugasnya.     

"Tadi dia sudah datang, tapi dia ijin sebentar untuk mencari makanan." Jawab Agnes pelan.     

"Oh, begitu. Baiklah, aku tunggu dia kembali saja agar bisa menemanimu disini." Jawab Donni.     

"Iya." Sahut Agnes.     

Setelah 1 jam menunggu dan semua orang pun sudah berkumpul kembali diruang tunggu pasien ICU dengan wajah dan penampilan lebih segar daripada sebelumnya, mereka berharap ada keajaiban untuk Calista dan janin yang dikandungnya. Operasi memang berjalan sukses tapi hasil setelah operasi tidak kalah pentingnya. Semua orang menunggu sambil berdoa untuk kebaikan dan kesembuhan Calista dan anaknya.     

"Nyonya Sara, saya Dian, mantan karyawan butik anda. Maaf saya kesini untuk menjenguk Calista, apakah bisa?" Dian dan suaminya, Dave datang sekitar pukul sembilan. Tampak keluarga besar Calista menunggu di luar, namun hanya nyonya Sara yang dikenal Dian.     

"Oh, kamu temannya Calista ya? Sayang sekali belum waktunya besuk. Sekitar 1 jam lagi itu juga bergantian kalau kamu mau menunggu." Sara membalas sapaan ramah Dian dengan senyum bijaksananya. Dave yang berada di belakang Dian hanya terdiam. Namun tiba-tiba matanya menjadi nyalang berapi-api ketika melihat Donni turut duduk disana.     

Dave menarik lengan istrinya untuk menjauh sedikit agar bisa berbicara.     

"Sayang, apa kamu kenal dengan pria yang brewokan disana?" Dave menunjuk Donni dengann sudut matanya.     

"Entahlah, aku tidak yakin. Memang kenapa? Kamu kenal?" Dian menarik lengannya dari Dave karena tidak enak menjadi perhatian beberapa orang disana.     

"Oh mungkin aku salah lihat." Jawab Dave. "Aku tidak akan salah mengenal orang yang menghancurkan keluargaku!" Batin Dave berkata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.