Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 201. Menikahlah Denganku!



II 201. Menikahlah Denganku!

0"Terima kasih sayang, kami pasti akan menghabiskannya. Kamu istirahat saja duluan." Ujar Donni lagi.     

"Baiklah, kalian juga cepat istirahat. Masih malam, besok pasti lebih banyak dibutuhkan tenaga kita." Ujar Agnes sambil tersenyum lembut. Wanita itu pun meninggalkan suami dan anak menantunya untuk saling berbicara.     

"Aku dengar dari mamahnya Calista, kalau cara kalian menikah seperti cara aku menikahi mamahnya Calista." Donni menatap lurus taman didepan ruangan ICU. Hanya ada suasana yang gelap dan sepi disana.     

"Oh, Calista pasti sudah bercerita banyak. Heh." Darren tersenyum singkat.     

"Entahlah banyak tidaknya seperti apa. Dulu, Aku menikahi Agnes karena untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut dan setiap saat selalu dikejar-kejar debt collector karena hutang yang terus menggunung. Dan kamu, menikahi Calista karena dia butuh uang yang sangat banyak untuk menyelamatkan nyawa bapak angkatnya, yang baru diketahui belum lama ini. Bukankah mereka sungguh tipe anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya?" Donni tersenyum gamang. Tarikan napasnya menandakan bahwa apa yang sudah terjadi, dia tidak bisa mengontrolnya lagi.     

"Ya, pernikahan kami awalnya adalah karena saling membutuhkan. Aku butuh calon istri yang bisa meneruskan garis keturunan The Anderson. Sementara, Calista butuh uang untuk menyelamatkan nyawa bapaknya." Jawab Darren, mengakhiri cerita singkatnya sebelum menuju cerita sebenarnya.     

"Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan … aku membutuhkan dia, setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan setiap detik. Calista adalah sosok istri sempurna yang aku cari selama ini. Memang caranya yang salah di awal, tapi bukan berarti seterusnya akan salah. Biar bagaimanapun, kami sudah terikat dengan pernikahan secara sah yang diakui agama dan negara." Ujar Darren menutup ceritanya. Pria bermanik mata hijau itu menyandarkan punggungnya ke belakang kursi yang dia duduki.     

"Ya, kamu benar. Awal yang salah belum tentu seterusnya menjadi salah. Asalkan selama prosesnya ada perbaikan disana sini. Kita doakan saja semoga Calista lekas sembuh dan pulih kembali. Kondisinya yang sedang hamil muda, ditambah lagi dengan luka tikaman di punggung, kemungkinan dia harus mengalami bedrest selama beberapa bulan. Apa kamu sudah punya perawat khusus untuk menjaganya? Yang tahu apa saja yang harus dilakukan." Tanya Donni sambil menatap menantunya dengan iba.     

"Sudah, dia akan mulai bekerja 3 hari lagi." Jawab Darren.     

"Bagus! Aku dan Agnes akan menjenguk Calista setiap hari, kalau diijinkan." Ucap Donni.     

"Tentu saja boleh, kalian adalah orangtuanya. Namun, aku tidak bisa membiarkan orang lain menjenguknya kecuali keluarga." Darren berkata. Donni membalasnya dengan menepuk bahu sang anak menantu.     

"Ayo diminum dulu, biar hangat perutnya." Donni menyeruput kopi susu buatan sang istri tercinta, yang takdir memutuskan anaknya memiliki nasib awal menikah seperti dirinya.     

"Iya, terima kasih pah." Balas Darren dengan mengangguk lemah.     

-----     

"Tuan Lewis, apakah kita bisa bicara sebentar?" Likha yang telah menyelesaikan sholat Isya, menghampiri Lewis yang sedang bekerja dengan laptop di pangkuannya di ruang depan tv.     

"Bicara apa?" Tanpa menatap lawan bicaranya, Lewis terus menatap layar laptop dan jari jemarinya bergerak lincah diatas papan yang berisi abjad, nomer, dan symbol-simbol tersebut.     

"Kenapa tuan menahan berkas-berkas kepulangan aku?" Likha menaruh beberapa dokumen diatas meja dihadapan Lewis. Pria itu mengernyitkan alis menatap kumpulan berkas yang dia simpan rapih di dalam laci mejanya.     

"Darimana kamu mendapatkan ini?" Lewis mengeraskan rahangnya, namun tetap saja dia tidak menatap Likha yang sudah meminta perhatiannya sejak tadi.     

"Nona Grace yang memberikannya padaku tadi sore." Jawab Likha.     

Sore tadi saat Grace akan berangkat ke diskotek langganannya, perempuan seksi itu masuk ke dalam kamar Lewis, dimana pemiliknya sedang pergi keluar. Grace ingin mencari jam tangannya yang mungkin saja tertinggal di kamar Lewis. Dia mencari ke atas meja, lemari, dan laci meja. Disana dia menemukan berkas-berkas kepulangan Likha kembali ke Indonesia. Dengan seringai sinisnya, Grace mengetok pintu kamar Likha dan memberikan semua berkas itu padanya.     

"Aku harap kamu bisa pulang secepatnya ke Indonesia. Membawamu kesini adalah kesalahan besar Lewis. Cih!" Grace meninggalkan Likha yang masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakannya. Terlebih lagi, kumpulan berkasa apa ini. Mata Likha tersentak kaget melihat semua ini adalah kelengkapan syarat-syarat yang sudah mengijinkan dia untuk pulang.     

"Tadinya aku mau memberikan padamu malam ini, setelah aku selesai bekerja. Tapi, ternyata kamu sudah menemukannya. Well, kapan kamu mau pulang? Malam ini? Besok pagi?" Sorot mata galak dan senyum sinis Lewis, membuat kulit tubuh Likha merinding. Dia tidak pernah melihat sikap Lewis seganas ini.     

"Besok pagi aku akan kembali. Dan, yang kedua. Mengenai uang 500 juta." Dengan sehalus mungkin dan penuh ke hati-hatian, Likha mempertanyakan hutang budinya.     

"Kenapa?" Lewis melipat kedua tangannya di depan dada, tanpa ekspresi di wajahnya.     

Entah kenapa, Likha meraa gemetar ketakutan berhadapan dengan Lewis yang sekarang. Seperti sedang menghadapi harimau yang siap-siap menerkam dirinya kalau berbuat salah.     

"Bagaimana aku melunasinya? Dengan gajiku seumur hidup pun aku tidak akan sanggup melunasinya." Likha menggigit bibir bawahnya karena ketakutan.     

Lewis memejamkan mata menghela napasnya , melihat perempuan cantik berjilbab didepan matanya sedang mengigit bibir. Ada godaan syetan yang melintas sekejap dipikirannya untuk menggigit bibir merah merona itu meski tanpa lipstick.     

"Lupakan saja! Anggaplah uang pesangonmu selama bekerja disini." Ucap Lewis lagi.     

"Bagaimana bisa begitu? Aku tidak mau terbebani dengan hutang seumur hidupku. Bahkan, sampai matipun hutang tetaplah hutang." Jawab Likha dengan konsistennya.     

Tiba-tiba terbersit niatan jahat dalam benak Lewis. "Aku ada ide kalau kamu tetap bersikeras ingin melunasi hutangmu yang 500 juta itu." Lewis berjalan menuju minibar yang ada di dapur dan mengambil sebotol air mineral didalam lemari pendingin.     

"Oh, bagaimana caranya? Aku akan usahakan semampuku untuk melunasinya secepat mungkin." Dalam bayangan Likha adalah Lewis akan memberikannya pekerjaan dengan gaji besar dan semua gaji itu disetor ke pria itu sebagai cicilan pelunasan hutangnya.     

"Kamu yakin mau melakukannya? Karena cara ini akan membuat masa mudamu terputus tiba-tiba." Jawab Lewis lagi. Pria blasteran itu menatap Likha yang setengah bingung dan sedang berpikir, jenis pekerjaan apa itu. Likha masih berpikir kalau pekerjaanya pasti akan menyita waktunya sehingga tidak bisa bercengkerama lagi dengan teman-temannya karena harus bekerja keras setiap saat untuk membayar hutang.     

"Pertanyaanmu membuat aku menjadi ragu-ragu. Sebenarnya apa yang ingin kamu tawarkan? Jangan berpikiran aneh-aneh. Aku tidak akan pernah mau menjual diriku ke om-om diluaran sana. Lebih baik aku mati kalau harus menjadi pelacur!" Likha menutup dadanya dengan kedua tangannya sambil bergerak mundur menjauh dari Lewis.     

"Hahaha, aku tidak segila itu." Jawabnya lagi lalu menenggak habis minumannya di botol bening.     

"Lalu apa? Cepat katakan padaku, jangan buat aku penasaran!" Likha gemas bukan main dengan sikap rahasia Lewis.     

"Menikahlah denganku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.