Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 200. Hutang Nyawa Dibayar Nyawa



II 200. Hutang Nyawa Dibayar Nyawa

0Grace ingin memakai pakaian terbaiknya untuk bersenang-senang dan memikat lawan jenis juga membuat iri sesama wanita. Baginya penampilan adalah yang utama. Sifat seseorang mudah dibelokkan namun penampilan akan selalu menjadi poin penting ketika bertemu dengan banyak orang. Begitu pikir Grace. Setelah mematut dirinya selama satu jam lebih, Grace pun mulai ritual mandi, luluran, dan segala macam perawatan kulitnya.     

Likha berjalan tertatih-tatih keluar kamarnya menuju dapur untuk membereskan piring kotor bekas makananya. Demamnya sudah berkurang banyak namun tubuhnya masih lemas dan belum fit benar. Betapa terkejutnya dia menemukan peralatan makan kotor terdampat di wastafel cucian piring lumayan banyak. Seperti biasa, Grace pasti tidak mencucinya.     

Likha pun menyingsingkan lengan panjang bajunya hingga sikut dan mulai mencuci semua peralatan makan yang kotor. Meskipun dalam kondisi sakit, Likha masih punya tenaga lebih. Dulu saat dirinya masih menjadi perawat di rumah sakit, meskipun kondisinya sakit payah tapi tetap harus masuk kerja. Berlarian kesana kemari dan tidak jarang mengangkat tubuh pasien. Jadi, yang sekarang ini belum ada apa-apanya bagi Likha. Perempuan itu pun tersenyum ikhlas dan seolah menemukan kembali bahan bakar agar dirinya tetap giat bekerja dimanapun kapanpun.     

"Apa yang kamu lakukan?" Lewis yang baru pulang dari jogging, menemukan Likha sedang mencuci tumpukan piring dan mengelap meja dapur sampai licin.     

"Oh, aku tidak ada kerjaan jadi lebih baik aku mencari keringat sedikit agar lekas sembuh." Ucap Likha sambil menunduk karena kagetnya.     

"Biar aku yang melakukannya, kamu kembalilah ke kamar." Lewis mengambil lap di tangan Likha dan menyuruhnya untuk cuci tangan dan kembali ke kamar dengan gerakan telunjuknya menunjuk ke wastafel dan ke kamar.     

"Aku tidak apa-apa. Aku sudah sembuh. Kalau tiduran terus jadi pusing." Likha merebut kembali lap yang ada ditangan Lewis. Pria itu sedikit melongo melihat keberanian perempuan yang beberapa saat yang lalu terbaring lemah tak berdaya karena demam tingginya.     

"Terserah kamulah." Lewis berjalan menjauhi Likha dan menuju kamarnya untuk mandi dan beristirahat. "Keras kepala sekali dia." Dalam hati Lewis.     

"Huh, dasar." Umpat Likha. Setelah dirasa dapur sudah kembali bersih dan mengkilap, Likha merebus air untuk membuat teh manis hangat. Setelah matang, dia pun menyeduhnya dan kembali kedalam kamar. Tidak ada yang menarik yang membuatnya harus menonton televise, padahal calon majikannya yang baru sedang masuk berita dimana-mana karena kasus pembacokan yang mengakibatnya nyawanya dalam keadaan kritis.     

-----     

Darren mendengar bunyi alarm dari telpon genggamnya yang disetel untuk tidur hanya satu jam. Pria itu pun bangun dan keluar dari kamarnya untuk menuju ruang ICU sang istri. Darren tidak mendapati siapapun diruang tunggu khusus pasien ICU. Hera tidak ada dimana-mana. Jam masih menunjukkan pukul 12 malam. Keadaan rumah sakit sepi. Hanya sesekali petugas medis datang untuk mengerjakan sesuatu.     

"Sus, boleh saya lihat istri saya lagi?" Darren mendekati seorang perawat yang baru saja keluar dari ruangan tempat dimana istrinya dirawat secara intensif.     

"Maaf pak, jam besuk mulai besok pagi lagi." Perawat perempuan itu pun pergi meninggalkan Darren yang masih berdiri diluar pintu.     

"Tuan? Maaf tadi saya ke kamar mandi sebentar." Hera muncul tiba-tiba dari pintu luar.     

"Tidak apa-apa. Sekarang kamu istirahat saja dulu. Biar aku yang menunggu disini." Darren menyuruh Hera untuk pergi ke ruangan istirahat yang sudah disiapkan khusus untuk penunggu istrinya. Kecuali, kamarnya khusus yang hanya bisa ditempati dirinya.     

"Oh, tidak apa tuan, saya masih belum mengantuk." Ujar Hera. Mana mungkin dia bisa tidur nyenyak sementara majikannya justru terjaga semalaman.     

"Tuanmu betul, kamu istirahat saja dulu. Biar kami yang menggantikan jaga." Sepasang suami istri tiba-tiba muncul dari luar. Donni dan Agnes yang merupakan orangtua kandung Calista, datang tengah malam untuk menemani anak mereka.     

"Mamah Calista tidak bisa tidur katanya, jadi ingin menemani Calista sampai dia kembali sadar dan pulih." Ucap Donni pada Darren yang termangu melihat kedatangan mereka berdua.     

"Bagaimana aku bisa tidur nyenyak, sementara anakku dalam keadaan kritis disana? Kami akan menunggu disini kalau-kalau kami dibutuhkan." Agnes bertekad untuk tidak meninggalkan lagi Calista apapun yang terjadi.     

"Terima kasih nyonya oh mamah." Darren berkata. Terkadang lidahnya masih memanggil nyonya ke ibu kandung Calista.     

"Semua akan baik-baik saja. Yang penting dia dari kita semua." Ujar Donni. "Oya Darren, ada sesuatu yang mau aku bicarakan berdua saja denganmu. Bisakah?" Donni memina ijin pada anak menantunya untuk mencari tempat sepi.     

"Baik pah. Darren nitip Calista ya mah." Jawab Darren singkat.     

"Okay." Jawab Agnes lebih singkat lagi.     

Donni telah berjalan duluan menuju lorong rumah sakit yang lumayan sepi jika tengah malam tiba. "Ada yang ingin aku tanyakan padamu. Apakah kamu sudah mengetahui siapa yang berniat membunuh Calista?" Donni memasukkan keduan tangannya kedalam saku jaketnya.     

"Walaupun samar-samar, aku tahu." Ucap Darren berhenti sejenak berjalan.     

"Siapa?" tanya Donni sambil memutar wajahnya untuk melihat mata lawan bicaranya. "Britney. bersama tiga orang suruhannya." Ucap Darren sinis.     

"Britney? Apa kamu yakin?" Tanya Donni sekali lagi.     

"Ya, ada rekaman cctv satu lagi yang tidak diketahui oleh para penjahat itu. Tiga orang pria sudah diciduk dari kosannya masing-masing. Tinggal Britney yang menjadi buronan orang –orang." Jawab Darren dengan jujurnya.     

"Apa kamu tahu juga tentang hubunganku dengan Britney beberapa masa yang lalu?" Donni mencari pembenaran dari setiap ucapan yang dilontarkan pada Darren, menantunya.     

"Ya aku tahu, dia adalah mantan istri papah." Ujar Darren tanpa ragu.     

"Huh, ternyata dunia tidak selebar daun kelor. Aku menceraikannya karena aku menemukan Agnes, wanita pertama yang membuat jantungku masih berdegup kencang. Kami berpisah karena suatu kesalah pahaman dan kini kami ingin menebus waktu yang pernah hilang." Jawab Donni. Dan Darren pun tersenyum tipis.     

"Ya, terkadang masa lalu ada yang indah untuk dikenang dan kalau bisa dilanjutkan kembali. Tapi, ada yang menyakitkan dan harus dibuan jauh-jauh." Ujar Darren.     

"Aku pastikan Britney ditemukan secepatnya. Tidak ada kata ampun untuk orang yang berani melukai istriku." Ujar Darren dengan mengepalkan tangannya.     

"Serahkan semua pada pihak kepolisian. Biarkan mereka yang menghukumnya." Jawab Donni sambil menepuk-nepuk punggung anak menantunya itu. Darren menggelengkan kepalanya tidak setuju.     

"Hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa. Berani sekali mereka melukainya."     

"Silahkan dinikmati. Ini kue buatanku sendiri. Dimakan ya Darren. dan ini kopi susunya agar tetap fit dan bisa melek terus. Hehe …. Kamu juga makan dan minum ya sayang." Agnes berkata pada Darren dan Donni. Donni tersenyum senang Agnes memanggilnya sayang dihadapan menantunya.     

"Terima kasih sayang, kami pasti akan menghabiskannya. Kamu istirahat saja duluan." Ujar Donni lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.