Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 199. Bagaimana Mengembalikan Uang 500 juta?



II 199. Bagaimana Mengembalikan Uang 500 juta?

0"Perawat kesayanganmu tidak keluar kamar dari pagi. Sarapannya pun tidak disentuh olehnya." Grace menikmati makan siang tanpa merasa bersalah karena ada satu penghuni lainnya yang belum makan sama sekali sejak tadi pagi. Lewis yang baru pulang membereskan kerusuhan semalam dengan tim prajurit bayanganya, mengernyitkan alis mendapati laporan demikian.     

"Kamu tidak mengajaknya makan?" Lewis meletakkan jaket ke hanger di belakang pintu. Grace hanya mengangkat bahu tidak peduli. Perempuan yang selalu berpenampilan seksi itu sudah tidak peduli lagi dengan perempuan berjilbab yang dipekerjakan oleh Lewis untuk merawat dirinya. Lewis menatap tajam perempuan yang sedang menikmati pasta favoritnya.     

Tok tok tok …     

"Likha? Kamu tidak keluar untuk sarapan dan makan siang?" Menunggu beberapa detik namun tidak terdengar sahutan dari dalam.     

"Likha? Kamu tidak apa-apa?" Masih menunggu dan tetap tidak terdengar lagi suara dari dalam.     

"Likha, aku akan masuk kalau kamu tidak membukanya." Sahut Lewis. Dan, masih tidak ada sahutan dari dalam kamar.     

Lewis pun beranjak ke kamarnya untuk mengambil master kunci yang ada di laci mejanya. Setelah itu dia berjalan tergesa-gesa menuju kamar Likha. Benar saja, pintunya dikunci. Lewis memutar benda yan terbuat dari logam besi itu. "Aku masuk sekarang." Ujar Lewis memberi peringatan kepada Likha untuk bersiap-siap bila dia belum mengenakan jilbabnya. Meskipun, Lewis sudah berkali-kali melihatnya tanpa jilbab.     

Mata Lewis terperanjat ketika mendapati perempuan berjilbab instant warna hijau itu terbaring di tengah-tengah kasur. Lewis mendekatinya, matanya terbelalak lebar melihat keringat membanjiri wajah dan pakaian Likha. Tangannya pun spontan menyentuh dahi Likha.     

"Panas sekali badan kamu. Sejak kapan ini?" Likha yang terbangun, menghempaskan tangan Lewis diatas dahinya dengan lemas.     

"Aku tidak apa-apa." Jawabnya lirih. Deru napasnya yang panas, berhembus ke tangan Lewis yang masih ada didekat wajahnya.     

"Tidak apa-apa bagaimana? Kamu harus kerumah sakit sekarang juga." Lewis hendak mengangkat tubuh Likha namun Likha menolak keras.     

"Jangan, aku mau berbaring saja. Sebentar lagi sembuh." Jawabnya.     

"Kamu sudah minum obat?" Lewis bertanya dan Likha mengeluarkan sekaplet obat demam yang dia bawa dari Indonesia.     

"Kamu minum tanpa makan? Bagaimana obat bisa bekerja dengan baik?" Protes Lewis.     

Pria itu pun keluar kamar diiringi tatapan lemas Likha. Lewis keluar kamar tanpa menutup pintu namun Likha sudah sangat kepayahan bahkan bangun untuk duduk pun fisiknya lemas sekali. Demamnya dimulai tadi malam sepulang dari tempat terkutuk tersebut. Entah mengapa, tubuhnya menggigil hebat kepanasan. Likha pun memutuskan untuk berendam di bath tub air dingin sampai ketiduran karena lupa. Mungkin itu yang menyebabkan dirinya demam pagi ini.     

Setelah lima menit, Lewis kembali datang dengan membawa semangkuk pasta yang dia buat sendiri. Pintu ditutup dengan menggunakan kaki kanannya.     

"Kamu bangun dan duduk. Makan dulu baru minum obat, itu yang benar." Ujar Lewis.     

"Terima kasih. Nanti aku akan makan sendiri." Likha berusaha bangkit untuk duduk. Tapi kepalanya terasa berat dan pusing luar biasa. Mungkin efek dari demam di sekujur tubuhnya.     

"Kenapa kamu bisa demam? Semalam aku lihat kamu masih baik-baik saja." Ujar Lewis lagi, sambil berusaha membantu Likha untuk duduk dengan satu tangan.     

Likha mengambil makanan yang ada diatas nampan dan meletakkan di pangkuannya, "Semalam aku berendam di bath tub." Jawab Likha lirih sambil memaksakan tersenyum.     

"Apa? Satu malam diculik membuat otakmu sedikit korslet?" Ujar Lewis yang dibalas dengan decihan oleh perempuan berjilbab dengan wajah pucat pasi.     

"Aku merasa menggigil kepanasan begitu sampai kamar. Jadi aku memutuskan untuk berendam air dingin, sampai aku tidak sengaja ketiduran." Jawab Likha dengan lemah sambil memasukkan satu sendok kedalam mulutnya.     

"Ckckckck, luar biasa. Kamu sendiri perawat harusnya tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sekarang makan dulu lalu minum obat." Jawab Lewis lagi.     

"Ya terima kasih. Oya, surat-suratku sudah jadi kan?" Pertanyaan Likha membuat Lewis menghentikan langkahnya untuk keluar kamar.     

"Belum jadi. Nanti aku kabari kalau sudah." Jawab Lewis sambil berjalan keluar dan menutup pintu kamar. Likha mengerutkan bibirnya melihat sikap Lewis yang kadang baik kadang sangat dingin. Perempuan yang sedan g sakit itu pun mencoba menghabiskan makanannya untuk segera minum obat agar lekas fit kembali.     

Sementara itu didalam kamarnya, Lewis menatap kumpulan berkas milik Likha diatas meja yang seharusnya sudah bisa diberikan hari ini karena semua kelengkapannya sudah memenuhi syarat. Namun entah mengapa, Lewis seolah tidak rela untuk berpisah dengan Likha secepat ini.     

Likha meletakkan nampan berisi piring dan gelas yang sudah kosong ke atas meja. Perempuan itu bermaksud untuk meletakkan ke dapur nanti di malam hari. Gadis itu terdiam duduk di tepi kasur, mengingat kembali kejadian mengerikan dua puluh empat jam yang lalu. Likha tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya kalau saja Lewis tidak menyelamatkannya. Tapi, tunggu dulu, Likha teringat akan uang 500 juta yang digunakan untuk membelinya dari pelelangan. Apakah itu berarti, sekarang dia menjadi milik Lewis? Hati Likha berkecamuk luar biasa baru memikirkannya. Uang 500 juta tidaklah sedikit.     

Apa yang harus dia lakukan untuk mengembalikan uang 500 juta itu? Gaji seumur hidup pun dia tidak akan bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Likha berpikir entah kapan bisa bertemu Lewis lagi untuk membayar seluruh hutangnya. Namun, biar bagaimanapun, Likha harus berbicara dengan pria itu sebelum dirinya kembali ke Indonesia.     

"Kau mau kemana?" Grace melihat Lewis dengan pakaian santainya hendak keluar rumah.     

"Jogging. Kamu mau ikut?" Ujar Lewis.     

"Huh, kukira kemana. Oya, nanti malam aku mau pergi ke kelab malam yang biasa aku datangi bersama teman-temanku. Kamu mau ikut?" Grace berjalan menghampiri Lewis yang sedang bersiap-siap memakai sepatu larinya.     

"No thanks. Oke aku pergi dulu." Ujar Lewis sambil menarik handle pintu kedalam dan berjalan keluar pintu.     

"Cih! Dasar pria tidak punya perasaan! Sudah hampir satu bulan di Italy tapi kita belum pernah bercinta sekalipun. Apa jangan-jangan karena adanya perempuan itu?" Grace melirik sinis ke arah pintu kamar Likha yang masih tertutup rapat sejak semalam.     

"Hai, kita bertemu nanti malam ya, ditempat biasa. Jemput aku di lobi. Okay thanks." Grace menelpon salah seorang teman yang biasa untuk diajak hang out dan gila-gilaan bersama. Wanita seksi itu pun melangkahkan kakinya menuju kamar yang berada tepat di sebelah Lewis. Grace ingin memakai pakaian terbaiknya untuk bersenang-senang dan memikat lawan jenis juga membuat iri sesama wanita. Baginya penampilan adalah yang utama. Sifat seseorang mudah dibelokkan namun penampilan akan selalu menjadi poin penting ketika bertemu dengan banyak orang. Begitu pikir Grace.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.