Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 224. Penculikan Calista



II 224. Penculikan Calista

0"Kenapa kamu tidak memesan saja lewat telpon?" Calista tidak mau ditinggal sendirian di villa sebesar ini yang hanya terisi dia dan Darren saja.     

"Hanya sebentar saja. Aku tidak akan lama. Kalau kamu butuh apa-apa, tinggal telpon aku." Jawab Darren.     

"Huft," Calista menghela napas. "Terserah kamu sajalah." Ucap Calista. Perempuan ini pun memejamkan matanya dan mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya yang kedinginan.     

Darren mengambil ponselnya dan melirik waktu di arlojinya menunjukkan pukul 9 malam. Kalau di Jakarta jam segini masih ramai orang berlalu lalang. Tapi, karena ini di puncak, jam 6 sore pun sudah sepi tidak ada siapa-siapa. Apalagi jam 9 malam. Darren keluar kamar villa dan menutup pintu rapat-rapat. Di teras pria itu masih bisa melihat beberapa orang yang sepertinya petugas dari villa hilir mudik melayani kebutuhan para tamu. Dengan menarik jaketnya hingga sampai ke leher, Darren berjalan cepat menuju tempat bapak-bapak yang menjual jagung bakar di pinggir jalan depan villa.     

Calista merasakan kamar yang dihuninya mendadak panas dan gerah. Sejak dirinya hamil, suhu udara di kamar harus lebih dingin dari biasanya karena tubuhnya mudah sekali gerah berkeringat. Seperti malam ini, meskipun cuaca di luar dingin bukan main, tapi didalam kamar Calista tetap memasang suhu pendingin ruangan hingga batas minimal.     

Perempuan hamil itu pun membuka matanya untuk mencari tahu penyebabnya. Namun, matanya tidak melihat apapun. Lampu di dalam kamar villa mati total. Bulu kuduk Calista tiba-tiba berdiri, bukan karena takut hantu tapi karena lebih takut dengan ulah manusia yang hampir merenggut nyawanya. Calista tahu Darren pasti belum kembali dari luar.     

Dengan berusaha bangkit duduk dari posisi tidur miringnya, Calista yang masih merasakan pungggung nyeri karena bekas luka tikaman itu, meraba-raba ponsel yang ada diatas mejanya. Setelah mendapatkannya, Calista mencari fitur senter untuk memberikan cahaya di kamar yang gelap gulita. Namun, ketika senter dari ponsel di hpnya diarahkan ke penjuru ruangan, betapa kagetnya Calista melihat penampakan sesosok tinggi besar memakai topeng karakter yang menyeramkan, sedang menggenggam sebilah pisau ditangan kananya.     

Mulut Calista tidak bisa berteriak karena saking terkejutnya. Kenapa banyak sekali orang yang ingin membunuhnya? Ada apa dengan semua ini?     

"Siapa kamu?" Calista memberanikan diri untuk bertanya. Setidaknya kalaupun dia harus mengalami percobaan pembunuhan kedua, dia tidak akan penasaran dengan orang yang membunuhnya.     

"Aku … malaikat mautmu!" Jawab pria yang berdiri di hadapan Calista. Tubuhnya yang tinggi besar dan suara yang berat, sepertinya usia pria ini sekitar 30 tahunan.     

"Siapa yang menyuruhmu untuk membunuhku?" Calista memundurkan langkahnya, seiring dengan pria dihadapannya yang semakin mendekatkan jarak diantara mereka.     

"Seseorang yang tidak suka dengan perbuatan Donni di masa lalu." Jawab pria tersebut. Mungkin dia berpikir, tidak ada salahnya mengabulkan permintaan terakhir orang yang mau diakhiri nyawanya.     

"Papah? Jadi ini dendam pribadi? Tapi kenapa aku? Kenapa tidak langsung ke papaku?" Calista berusaha mengulur waktu hingga Darren tiba.     

"Kamu tanyakan sendiri padanya nanti. Karena kalian akan aku kumpulkan di akhirat untuk reuni disana. Hahaha …" Jawab pria tersebut dengan tertawa mengerikan.     

"Oh begitu? Bagaimana kalau kamu saja yang ke akhirat?" Calista melemparkan sebuah lampu meja ke arah pria yang semakin dekat dengannya. Dia tidak boleh lagi mengalami penusukan karena luka pertamannya saja hampir merenggut nyawanya dan nyawa anaknya. Dengan kekuatan yang dia bisa, Calista mencoba melarikan diri dengan menuju pintu keluar.     

Semua benda yang ada didekatnya di lempar ke pria pembunuh tersebut. Dan, sesuatu yang Calista dapat jadikan senjata akhirnya ada didepan mata. Entah pistol siapa tapi Calista segera mengambilnya dan mengarahkannya ke pria yang sudah bersiap-siap akan menusuknya untuk kedua kalinya.     

"Jangan coba-coba! Aku memang bukan pembunuh tapi dalam keadaan terdesak, aku bisa membuatmu kehilangan nyawa hanya dengan sekali tekan." Jawab Calista sambil menodongkan senjata laras pendek itu ke depan. Pria yang sedang memegang pisau, sontak mengangkat kedua tangannya keatas.     

"Jatuhkan pisaumu! Sekarang!" Calista berteriak dengan sekali tarikan napas.     

Pria itu langsung menjatuhkan pisaunya. Calista tidak tahu apakah pistol ini mainan atau beneran. Dan, kalaupun beneran, apakah ada isinya atau tidak? Calista berspekulasi dengan semua itu dan menganggap ini adalah pistol sungguhan dan ada peluru didalamnya.     

Perempuan hamil itu pun memutar tubuhnya. Dengan tangan kiri menggenggam ponsel yang mengeluarkan cahaya di gelapnya kamar, tangan kanan menodongkan senjata ke pria yang akan membunuhnya.     

Namun, pria itu melihat kelengahan perempuan hamil saat Calista melirik telponnya yang berdering. Itu adalah nomer telpon Darren. Pria itu pun segera mengambil pistol yang ada di tangan Calista dan menutup kuncinya agar tidak meledak pelurunya. Ponsel Calista terlempar jauh dan hancur bercerai berai.     

"Aaaah …lepaskan aku." Ujar Calista berontak sekuat yang dia bisa karena tubuhnya masih belum kuat betul menahan goncangan hebat.     

"BUGG!!" Tubuh Calista roboh seketika setelah tengkuknya dipukul dengan tangan.     

Pria itu pun membawa Calista dengan membopongnya dan memasukkan tubuh perempuan hamil ke dalam keranjang dorong besar tempat laundry pakaian kotor. Tubuh Calista ditutup dengan sprei dan semua pakaian kotor agar tidak ketahuan. Pria itu pun berjalan keluar kamar dan menutup kembali pintunya seolah tidak terjadi apa-apa didalam kamar.     

Sebuah mobil van tertutup sudah menunggu di pintu belakang Villa yang tidak terlihat. Tubuh perempuan hamil yang tidak sadarkan diri, dimasukkan kedalam mobil dan mereka pergi mengendap-endap meninggalkan area villa yang mewah namun jauh dari jangkauan masyarakat sekitar.     

"Calista pasti suka jagung bakar ini. Aku sengaja beli sendiri biar tahu tingkat kematangan dan rasanya." Darren segera kembali ke villa dengan membawa satu plastik jagung bakar dan dua cangkir minuman bandrek. Dalam perjalanan menuju vila, sebuah mobil minivan yang mengangkut tubuh Calista, melintas didepannya. Namun Darren tidak merasakan firasat apapun. Dia pun terus melaju menuju kamarnya yang berada di ujung dengan ukuran paling luas.     

Dari kejauhan, Darren melihat kamar vilanya gelap gulita, tidak seperti tadi saat ditinggalkan. Perasaan Darren mulai tidak enak. Dia pun berlari secepat mungkin menuju kamarnya. Hanya satu yang ada dalam pikirannya, Calista. Jantung Darren semakin berdegup kencang ketika membuka pintu dan memanggil-manggil nama istrinya namun tidak ada sahutan sama sekali.     

"Calista! Calista!" Darren menyalakan saklar dari luar yang ternyata sengaja dimatikan oleh seseorang. Matanya menatap nanar ruang tamu yang porak poranda. Pria bermata hijau itu segera menuju kamar tidur berharap istrinya masih ada dan baik-baik saja. Namun, sayangnya semua kosong tidak ada jejak sang istri sama sekali. Darren berteriak kencang membabi buta. Tidak dia hiraukan lagi makanan dan minuman yang dibawa khusus untuk istrinya. Dia pun segera menelpon pihak Villa untuk melaporkan kejadian ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.