Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 219. Ciuman Penuh Hasrat di Pagi Hari



II 219. Ciuman Penuh Hasrat di Pagi Hari

0"Halo." Reflek hati Likha mendadak diam membeku, mendengar suara si penerima. Seperti ada batu besar yang dihantamkan ke dadanya, Likha menganga dan hampir mau menangis.     

Suara pria yang tidak akan pernah dilupakannya, selain suara kakaknya. Likha pun segera memutuskan panggilan telpon.     

Dua orang pria sedang duduk diruang tengah sebuah apartemen. Tamu pria yang baru datang dari Bali karena diharuskan mengurus salah satu kelab malam di Jakarta selama satu bulan penuh.     

Hubungan mereka bukan lagi sekedar bos dan anak buah, melainkan sebagai kakak dan adik ipar.     

"Haruskah aku memanggilmu, kak?" Pria pemilik kamar apartemen itu bertanya pada tamu pria yang sedang menikmati kopi hitamnya.     

"Tidak perlu sungkan, tuan. Meskipun aku adalah kakak dari istri anda, tapi usiaku masih lebih muda dari anda. Jadi panggil saja aku seperti biasa." Ujar Niko dengan santai namun tidak lupa sopan santun dan rasa hormat.     

"Huh, jadi maksudmu aku sudah tua begitu?" Sahut Lewis, sang bos sekaligus adik ipar.     

"Oh bukan bukan begitu maksudku, tuan. Tapi, maaf, bisakah aku ijin ke toilet sebentar? Sejak perjalanan dari Bandara, aku menahannya." Niko meringis menahan untuk buang air.     

"Ada di samping dapur sebelah kiri belok saja." Ujar Lewis.     

"Terima kasih, tuan." Niko meletakkan telpon genggamnya sebentar ke atas meja dan pria dengan rambut belahan tengah itu segera berjalan cepat menuju arah yang ditunjuk.     

Lewis pun mengambil remote TV dan mencari saluran yang menyiarkan acara olahraga kesukaannya. Baru menyalakan TV, tiba-tiba nada telpon masuk bunyi dari telpon Niko. Lewis mengabaikan awalnya namun bunyi itu terus berdering. Lewis mengintip layarnya dan nomer tidak dikenal muncul disana.     

Pria itu tidak peduli awalnya, namun lama kelamaan bunyi telpon masuk itu mengganggu telinganya. Dia pun segera mengambil dan menggeser arah panah ke tombol warna hijau.     

"Halo ..." Tidak ada suara pemanggil sama sekali. Lewis menjauhkan telpon dari telinganya dan melihat panggilan masih tersambung. Tapi, kenapa dari sana tidak ada suara orang yang menelpon?     

"Halo ..." Klik! Telponnya diputus dari ujung sana. Lewis heran dan menaruh kembali telpon itu pada tempatnya semula.     

Lewis berpikir, jangan-jangan itu Likha? Pria dengan rambut abu-abu kecoklatan itu segera mengambil ponselnya dan mencatat nomer telpon pemanggil tadi ke dalam ponselnya.     

Niko datang tidak berapa lama setelah Lewis mencatatnya.     

"Tadi ada telpon masuk. Maaf, aku angkat tapi tidak ada suara si penelpon dan dia matikan." Lewis mengatakan pada Niko dan Niko pun mengangguk mengiyakan.     

"Ya terima kasih tuan. Mungkin orang iseng. Oya, sudah malam aku harus segera kembali ke rumah sewaku. Terima kasih tuan Lewis sudah mencarikan rumah untukku selama aku disini." Ujar Niko.     

"Niko, suka tidak suka, aku telah menjadi adik iparmu. Tolong, jangan panggil aku lagi dengan sebutan tuan. Panggil aku dengan nama saja. Okay?" Lewis berkata. Aneh rasanya jika seorang kakak ipar memanggil adik iparnya dengan sebutan tuan, bahkan jika dia seorang bos sekalipun.     

"Aku tidak berani. Tapi, aku akan coba." Niko berkata sambil tersenyum tipis.     

"Oya, Niko. Kamu sudah tahu apa yang sedang terjadi antara aku dan adikmu kan? Jadi, aku mohon, kalau ada kabar tentangnya, beritahu aku segera." Lewis berjalan mengantar Niko hingga pintu depan. Niko mengangguk-angguk saja mengiyakan. Andaikan dia tahu dimana adiknya, dia akan bertanya apa yang terjadi dengan mereka sebenarnya, dari mulut adiknya sendiri.     

"Baiklah tuan, eh maksud saya Lewis." Jawab Niko.     

"Nah, itu lebih baik. Hati-hati dijalan. Besok akhir pekan, kamu punya waktu dua hari untuk beberes rumah barumu dan melakukan apapun di Jakarta ini." Ujar Lewis sambil membuka pintu dan melepas Niko sampai pintu keluar.     

"Ya benar sekali. Aku belum pernah ke Jakarta sebelumnya. Semoga aku bisa beradaptasi secepatnya." Jawab Niko.     

Mereka pun berpisah untuk bertemu kembali dua hari kemudian.     

Lewis menatap nomer yang baru saja disimpan didalam telpon genggamnya. Besok dia akan menyelidikinya.     

-----     

Pagi menjelang menyapa semua orang terutama mereka yang setiap hari berjibaku dengan kemacetan dijalanan dan kesibukan ditempat kerja. Hari ini dan besok, mereka akan menikmati waktu santai bersama keluarga, teman, atau mungkin seorang diri. Terpenting mereka bisa melepaskan beban stress pekerjaan sejenak, sebelum kembali beraktivitas yang memeras otak dan tenaga.     

Begitu juga pagi di kediaman keluarga pasangan muda, Darren dan Calista. Kemarin Darren membuat kejutan untuk Calista, menikmati liburan di puncak berdua saja hari ini dan besok. Ibu hamil yang mendengar hal ini, senang bukan main. Hotel sudah dipesan dan rencana perjalanan pun sudah disiapkan.     

Hera dan beberapa pelayan, sejak Subuh sudah mempersiapkan makanan untuk bekal mereka berdua selama di jalan. Darren tidak ingin istrinya makan sembarangan di pinggir jalan yang tidak memperhatikan nutrisi yang dikandung untuk ibu hamil.     

Alhasil, jadilah bagasi penuh dengan aneka makanan yang pasti menjamin Calista untuk tidak jajan selama dua hari kedepan.     

"Kamu sudah siap?" Darren mengenakan kaos putih pas ditubuh dilapisi jaket kulit warna coklat dan celana jeans warna biru muda. Penampilannya pagi ini dimata Calista menambah kadar ketampanannya hingga 1000 persen.     

Sementara Calista mengenakan kaos lengan pendek warna putih dibalut bolero warna biru laut dan celana panjag jeans khusus ibu hamil waena biru muda. Senada dengan warna sang suami.     

"Kamu semakin cantik saja sejak hamil." Darren meraih pinggang Calista dari depan dan mendekapnya dalam pelukan.     

"Hentikan, aku tidak mau berakhir tanpa busana pagi ini." Calista menahan dada Darren dengan kedua tangannya. Namun terlambat, karena Darren telah mencuri bibir merah merona itu dengan ciuman penuh hasrat di pagi hari.     

"Eughh ..." Calista memukul-mukul dada Darren untuk menghentikan aksinya. Namun, Darren tidak ingin melepaskannya dan malah meninggalkan dua jejak di leher ibu hamil yang putih.     

"Darren, hentikan. Ishhhh ..." Darren menyudahi aksinya dan mengelap kedua jejak merah yang saling berdekatan tersebut dengan ibu jarinya. Pria itu pun memberi kecupan di kening sambil tersenyum memikat dan meninggalkan Calista yang menyeringai hampir mau menangis karena dikerjai pagi-pagi.     

Calista segera menuju kaca di meja riasnya dan melihat hasil kerajinan bibir sang suami baru saja.     

"Ahhhhh Darren, awas ya! Besar sekali tandanya. Huhuhu ..." Calista geram menahan emosi dengan mengeratkan giginya. Pria itu memang senang sekali meninggalkan jejak sembarangan.     

Rambut Calista yang semula diikat kuncir kuda, kini digerai dilepas tali ikatannya dan disisir ulang agar jejak merah tersebut tidak kelihatan oleh orang-orang. Huft, mau liburan saja harus mikir keras. Dasar suami mesum! Gumam Calista.     

"Semua sudah siap?" Darren bertanya kepada Hera yang dua hari ini diberikan ijin libur.     

"Sudah tuan. Ada makanan yang sudah matang dan siap santap. Tapi, ada juga yang dibekukan bisa besok dimakan." Ujar Hera dengan hormat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.