Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 244. Membuang Berlian dan Memilih Pecahan Beling



III 244. Membuang Berlian dan Memilih Pecahan Beling

0"Kamu cantik sekali pagi ini." Jack memuji dengan tulus sesuai kenyataan.     

"Cih, kita seperti pasangan yang mau kencan saja. Kalau tetanggaku ada yang melihat, disangkanya aku sudah ganti pacar." Jawab Carol, masih berdiri didepan pagar rumahnya.     

"Apa ada kemungkinan ke arah sana?" Jack membuka kacamatanya dan membuka pintu untuk Carol masuk.     

"Tidak ada." Jawab Carol sambil melangkahkan satu kakinya masuk kedalam mobil dengan matanya menatap pria yang cukup tampan. Jack terkekeh mendengarnya dan memutari mobil menuju pintu sebelahnya.     

"Kita mau ke mall ngapain?" Tanya Carol.     

"Sebenarnya bukan ke mallnya, tapi ke resto sebelahnya. Kamu belum sarapan kan?" Jack memalingkan wajahnya melihat penampakan gadis cantik yang lebih jelas terlihat pagi ini dibanding semalam.     

"Oh, belum. Tapi, aku tidak biasa sarapan jam segini. Aku biasa makan sebelum mulai bekerja." Ujar Carol.     

"Karena pagi ini bersamaku, jadi kamu harus menemaniku sarapan." Ucap Jack. Carol merengutkan bibirnya tidak berkata ya atau tidak. Dan, Jack melihat itu dengan tersenyum tipis.     

Satu jam perjalanan mereka isi dengan tanya jawab seputar pertemuan pertama mereka di puncak. Ternyata, Carol saat itu sedang mengantarkan salah seorang temannya kerumah sakit tersebut karena menderita serangan jantung mendadak.     

Resto yang akan didatangi Jack dan Carol akhirnya ada didepan mata juga. Jack membawa mobilnya menuju basemen untuk memarkirkannya. Mereka berjalan beriringan menuju resto lewat pintu samping. Sebelum menuju tempat duduknya, Carol meminta ijin untuk menuju toilet.     

"Bara, kapan kamu akan melamarku? Aku sudah capek jadi orang ketiga terus selama tiga tahun ini. Kita sudah hampir setiap hari tidur bersama, kamu jangan lupakan itu."     

DEG!     

Jantung Carol tiba-tiba berdesir hebat. Wina? Dia adalah sepupu yang dikatakan Bara, tunangannya. Carol tidak pernah curiga melihat kedekatakan mereka berdua karena Bara memperkenalkan Wina sebagai sepupunya.     

"Kamu tenang saja sayang, aku pasti memilih kamu daripada perempuan kampungan itu. Pekerjaannya saja dokter tapi dia tidak bisa menyembuhkan hatiku dari kegersangan. Aku tidak pernah bisa mencium apalagi menidurinya. Dia sangat kolot. Beda dengan kamu, yang selalu ada buat aku kapanpun aku inginkan." Bara dan Wina yang ternyata ada di lorong sepi menuju toilet, mungkin tidak menyadari kalau ada perempuan yang menutup mulut dengan tangannya agar isakan tangis tidak terdengar hingga keluar. Carol membalikkan badan karena tidak sanggup mendengarkan lebih lama. Namun, betapa kagetnya dia ketika tepat dibelakangnya berdiri sosok pria jangkung atletis yang menatap wajahnya dengan raut kasihan. Carol hendak pergi namun tangannya ditahan oleh Jack.     

"Kenapa kamu yang pergi? Harusnya mereka yang pergi dan malu dengan kelakua mereka." Bisik Jack di telinga perempuan yang matanya sudah berlinang air mata.     

"Wah, ada pertunjukan bagus nih." Jack berkata dengan suara agak keras sehingga sepasang muda mudi yang sedang bercumbu di dinding lorong kaget dan menengok ke arah datangnya suara. Carol yang masih membelakangi tunangan dan selingkuhannya, diputar paksa oleh Jack sehingga Bara kaget bukan main ketika melihat perempuan yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri adalah tunangannya. Pria itu pun menggeser berdirinya menjauh dari Wina, selingkuhannya.     

"Carol? Apa … yang kamu lakukan disini?" Bara panik dan gugup karena dirinya kedapatan berselingkuh.     

"Bara … kenapa … kamu mengkhianatiku? Kamu bilang Wina adalah sepupumu. Tapi, kenapa kalian berbuat hina dibelakangku?" Carol tidak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya. Perempuan itu berkata dengan mengeratkan gigi.     

"Hahaha, sudahlah Bara. Buat apa ditutup-tutupi lagi. Ya kami sudah lama berhubungan, bahkan kami sudah sering tidur bersama. Kamu mau apa, perempuan udik? Kalau kamu cinta dengan pacarmu, harusnya kamu memberikan semua yang dia inginkan. Bukannya menolak. Cih!" Wina dengan percaya dirinya berkata sambil menghina Carol. Leher Bara dipeluknya tanpa sungkan lagi. Bara yang melihat kehadiran pria lain disamping Carol, mulai menemukan alasan untuk putus.     

"Wina benar, kamu hanya berpura-pura saja tidak menginginkanku. Tapi, kamu sudah berhubungan intim dengan pria disebelahmu bukan? Kamu selingkuh dibelakangku." Bara melebarkan matanya merasa menemukan titik kelemahan Carol.     

Prok prok prok … Jack bertepuk tangan tiga kali.     

"Bagus bagus bagus, dia yang selingkuh malah menuduh orang lain selingkuh. Aku mengenal Carol baru kemarin. Dan, kalian sudah berzina 3 tahun. Mana yang lebih lama? Cih, kamu menangisi pria seperti dia? Sungguh rugi sekali air matamu." Jack menatap Carol yang menundukkan wajahnya masih menangis sesenggukan.     

"Hai, siapa kamu? Ikut campur urusan orang lain saja. Cih Carol, denganku kamu menolak untuk sekedar berciuman dan berhubungan intim. Tapi, dengan pria lain sepagi ini di dalam restoran yang depannya ada hotel, apa kalian tidak terlalu mempublikasikan hubungan kalian?" Bara menunjuk-nunjuk Carol dan dan menuduhnya.     

"Bara, aku menyimpan semua itu hanya saat kita sudah sah menikah. Kenapa kamu tidak mengerti? Selama ini aku selalu percaya padamu jika kamu tugas dinas dan menghilang selama beberapa hari dengan alasan perjalanan dinas. Tapi ternyata, selama ini aku terlalu polos karena terlalu mempercayaimu." Carol menghapus air matanya dan mulai menghela napas untuk melanjutkan ucapannya, "Mulai hari ini kita putus!" Carol pergi tanpa melihat lagi ke belakang dan meninggalkan Wina dan Bara, kekasih dan selingkuhannya menatap sinis dan Jack yang menyeringai ke sepasang pria dan wanita tak tahu malu.     

"Sungguh rugi sekali pria yang membuang berlian dan malah memilih pecahan beling dijalanan. Kalian memang pasangan serasi." Jack berjalan cepat menyusul Carol yang entah dimana sekarang.     

Jack mencari ke dalam restoran tapi tidak menemukan dokter muda itu, dia keluar lagi dan menyusuri sepanjang jalanan didepan restoran tapi tetap tidak ada tanda-tanda dimana perempuan yang pastinya sedang menangis itu berada. Jack menyesal tidak meminta nomer ponselnya tadi di jalan jadi dia tidak tahu harus mencari kemana perempuan itu. Akhirnya, Jack kembali ke basemen untuk mengambil mobilnya.     

Betapa terkejutnya dia mendapati dokter yang sedang patah hati itu sedang duduk bersandar di pintu mobilnya sambil menangis dengan menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan diatas lutut. Jack menghela napas lega akhirnya dia malah memilih kembali ke mobil. Jack ikut berlutut dihadapan perempuann yang dikhianati tunangannya itu.     

"Menangislah sepuasnya hari ini. Tapi besok kamu tidak boleh menangis lagi.Kamu harus tunjukkan pada mantanmu itu kalau kamu lebih bahagia daripada dia." Jack mencoba menghibur perempuan yang masih belum berhenti menangis dan malah lebih keras menangisnya.     

"Huaaaaaa, tiga tahun penantianku sia-sia. Aku sudah setia padanya, tidak berteman dengan lelaki manapun, dan duniaku hanya kerja dan kerja, tapi dia malah mengkhianatiku. Katakan padaku, apa kekuranganku? Apakah aku tidak cantik? Tidak seksi? Tidak menarik? Kenapa dia meninggalkanku demi wanita lain. Hiks hiks …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.