Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 238. Hukum Tabur Tuai



II 238. Hukum Tabur Tuai

0Susah sekali untuk mendapatkan kesempatan berdua dengan Dave. sejak awal rapat dimulai, Wina sudah berencana untuk berdiskusi berdua saja dengan Dave diruangannya. Lalu dia akan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk menggoda Dave. Tapi sial, istri bosnya itu menelpon sehingga gagal sudah rencananya.     

"Sayang, sudah dari tadi?" Dave datang masuk ke ruangannya dan menjumpai istrinya sudah duduk di sofa sedang memainkan ponselnya.     

"Lumayan, lima belas menitan. Baru selesai rapatnya?" Dian berdiri dari duduknya dan menyambut sang suami yang datang sambil menenteng laptop. Benar kata pepatah, pria yang sedang bekerja itu level ketampanannya bertambah ratusan ribuan persen. Dian tersenyum mengingat hal itu.     

"Kenapa kamu tersenyum? Ada yang salah dengan penampilanku?" Tanya Dave sambil memicingkan mata awas.     

"Oh tidak tidak ada, kamu sangat sempurna sebagai seorang pemimpin." Dian mengacungkan dua jempolnya ke Dave yang menyeringai senang. Istrinya akhir-akhir ini moodnya selalu ceria dan senang. Entah kenapa, Dave justru takut dengan perubahan yang tiba-tiba itu. Takut kalau itu semua hanya kenangan baik yang dibuat oleh Dian sebelum pergi meninggalkan dirinya.     

"Oh iya, tadi aku dirumah Calista membuat kue ini. Masing-masing dapet satu Loyang. Kamu mau?" Dian hampir saja lupa brownies yang sengaja disiapkan untuk suaminya itu. Kotak kue itu dia letakkan diatas meja tamu. Dave datang menghampiri setelah meletakkan laptopnya.     

"Hmm, sepertinya enak." Ucapnya. Sungguh dia sangat senang dengan perubahan sikap Dian yang mulai menerima statusnya sebagai seorang istri dari Dave Kingston.     

"Aku potongin ya." Ucap Dian dengan mata berbinar-binar. Satu Loyang kotak Dian potong menjadi dua belas kotak kecil.     

"Bagaimana setelah pulang dari sana? Moodmu lebih baik?" Dave mengambil ujung rambut Dian yang mulai agak panjang dan memainkannya dengan menggulung-gulungnya.     

"Lebih baik. Terima kasih sudah membolehkanku bertemu dengan Calista. Kamu tahu? Dia habis terkena musibah diculik dan digigit ular berbisa saat lagi liburan." Ujar Dian.     

"Oya? Lalu?" Dave menghentikan kegiatannya memilin rambut sang istri. Dan, memilih mendengarkan info selanjutnya yang keluar dari bibir Dian.     

"Sungguh kejam sekali orang yang melakukan itu pada Calista. Dia mungkin tidak tahu rasanya kalau orang tercintanya diperlakukan seperti itu. Aku tidak percaya karma. Tapi, aku percaya hukum tabor tuai pasti ada." Ujar Dian panjang lebar.     

"Maksudmu?" Dave tidak menyangka, dibalik sikap polos dan lugunya, ternyata istrinya ini juga memiliki pandangan luas tentang hidup.     

"Maksudnya begini, kalau kamu berbuat jahat pada orang lain, maka suatu saat kamu akan kena akibatnya. Mungkin bukan kamu yang akan kena, tapi bisa orangtua kamu, saudara kamu, pasangan kamu, atau bahkan anak kamu." Jawab Dian lebih luas lagi.     

"Apa pendapatmu tentang balas dendam?" Dave tidak tahu kenapa dia harus bertanya seperti ini. Dian ternyata bukan sembarang perempuan yang tidak tahu apa-apa. Istrinya ini ternyata memiliki pandangan luas tentang kehidupan dan bisa diajak diskusi.     

"Balas dendam ya? Yang aku tahu, saat kita mengalami peristiwa yang memilukan dan merugikan hidup kita, beberapa orang akan berpikir balas dendam. Lalu dia akan berusaha sekeras mungkin untuk melakukan aksi balas dendamnya pada orang-orang terdekat dari orang tersebut. Kamu tahu? Orang yang dibalas dendam itu juga akan melakukan hal yang sama dan itu akan berulang terus sampai ada yang memutus rantainya." Dian menatap wajah Dave yang tampak serius mendengarkan. Terkadang perempuan dengan rambut sebahu itu bisa melihat rahang Dave mengeras. Entah apa yang pernah terjadi pada pria ini. Bahkan Dian tidak tahu sampai saat ini, siapa orangtua Dave dan dimana mereka berada.     

Dave termenung mendengarnya. Dia memang sangat membenci Donni karena telah membunuh orangtuanya secara tidak langsung, dan juga menghancurkan keluarganya hingga nyaris tidak bersisa. Kalau bukan karena kegigihannya belajar dan bekerja, dia tidak mungkin ada disini saat ini.     

"Apakah kamu mau berbagi sesuatu denganku?" Dian menggenggam tangan Dave yang terkepal diantara kedua lututnya.     

"Apa yang bisa kubagi padamu?" Tanya Dave tanpa melihat wajah Dian.     

"Apa saja. Meski kita menjadi suami istri berawal dari kesalahan, tapi bukan berarti seterusnya menjadi salah." Jawab Dian dengan memasang wajah tersenyum yang membuat Dave lebih damai melihatnya.     

"Sayang, jika suatu saat aku berbuat kesalahan, apakah kamu akan meninggalkanku?" Dave menggenggam balik tangan Dian dan mencari jawaban jujur dari bola matanya yang hitam pekat.     

"Tergantung."     

"Tergantung apanya?" Dave memicingkan mata tidak mengerti.     

"Tergantung kesalahan apa yang kamu perbuat." Jawab Dian sambil memakan satu potongan keci brownies yang telah dipotongnya.     

"Memangnya ada beberapa kesalahan yang bisa kamu tolerir dan ada yang tidak? Aku baru tahu itu." Sungguh Dave tidak mengerti maksud dari perkataan Dian.     

"Namanya manusia pasti punya kesalahan. Tapi, ada kesalahan yang seharusnya bisa dihindari tapi tidak dilakukan, dan itu yang tidak bisa aku tolerir." Jawab Dian.     

"Lama-lama kepalaku pusing kalau berbicara denganmu. Aku lebih baik melihat kamu yang takut-takut melihat dan berbicara padaku daripada kamu yang senang berbicara begini." Dave pun mengambil satu potong brownies dan memasukkannya kedalam mulut dengan sekali lahap.     

"Hehehe, enak tidak?" Dian bertanya dengan posisi pipinya yang menggembung karena brownis yang masih di mulut belum tertelan.     

"Enak." Jawab Dave dengan pipi menggembung juga. Dian tertawa melihatnya dan Dave tersenyum melihat Dian tertawa. Sepasang suami istri itu pun tertawa bersama mentertawai kelakuan masing-masing.     

Dave merangkul lengan Dian dan mendekapnya erat di dadanya, "Terima kasih akhirnya kamu mau menerimaku dengan segala kekuranganku dan segala sikap gilaku selama ini. Aku tidak tahu mengapa, kamu bisa membuatku menjadi gila dan berharap lebih. Jadilah istriku untuk seumur hidupku dan jangan pernah meninggalkanku." Dian mendengarkan dengan seksama semua ucapannya. Detak jantung Dave bertalu-talu dengan cepat ditelinganya. Meninggalkanmu? Aku tidak tahu apakah aku masih ingin melakukannya atau semua rasa itu sudah pergi sejak kapan.     

"Kamu tidak menjawab? Apa kamu ingin aku hukum?" Dave bertanya dengan suara dalam dan berat ciri khasnya.     

"Hukuman?" Batin Dian dalam hati. "Jangan bilang kalau hukumannya adalah seperti tadi pagi dan malam-malam sebelumnya." Batin Dian.     

"Apa yang harus aku jawab?" Ujar Dian akhirnya.     

"Kalimat yang kuucapkan tadi." Jawab Dave juga.     

"Oh aku lupa." Dian meringis ketakutan. Terlalu banyak kalimat yang diucapkan Dave dan Dian tidak bisa mengingat semuanya.     

"Baiklah, sepertinya kamu mulai menyukai hukuman dariku, hmm." Dave menarik dagu Dian hingga wajah perempuan cantik ini berada tepat dibawah wajahnya. Sejenak Dian melebarkan mata melihat apa yang dilakukan Dave. Namun, tiba-tiba kedua matanya terpejam dan napasnya tertahan di tenggorokan. Dave tersenyum melihatnya. Istri yang senang melarikan diri ini, sudah aku miliki seutuhnya. Bukan hanya tubuhnya, tapi juga hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.