Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 236. Mundur Empat Jam



II 236. Mundur Empat Jam

0"Tunggu aku sayang." Lewis segera mengangkat tubuh Likha dalam gendongannya di pinggang dan dia berjalan menuju sofa agar bisa melakukan pelepasan dengan gaya konvensional. Lewis ingin istrinya segera hamil jadi dia tidak akan membuang benihnya sia-sia.     

Dengan beberapa kali hentakan akhinya sepasang suami istri yang sedang memadu kasih itu pun mengeluarkan pelepasan bersama-sama. Erangan panjang tertahan keluar dari bibir mereka berdua. Napas Likha dan Lewis tersengal-sengal dan sang pria mengecup kening sang istri yang tampak sangat kelelahan karena harus berolahraga mengeluarkan keringat lagi setelah mandi.     

-----     

Satu minggu setelah peristiwa penculikan Calista di villa, kondisi perempuan hamil sudah semakin membaik. Luka tikaman dipunggung dan bekas gigitan ular pun berangsur memudar. Karena kelamaann berada didalam rumah, Calista meminta ijin untuk bertemu temannya, Dian. Sekedar untuk saling bercerita dan curhat tentang kehidupan masing-masing.     

"Ajak temanmu kesini saja. kamu jangan kemana-mana dulu. Biar kondisimu semakin pulih dan membaik lebih sempurna." Ujar Darren sambil tangannya merapihkan rambut perempuan hamil yan tergerai. Calista yang sedang memasang dasi sang suami tersenyum mengangguk. Itu lebih baik lagi bila Dian bertamu jadi dirinya tidak perlu berdandan, batin ibu hamil.     

"Oke selesai. Kamu pulang jam berapa hari ini?" Calista mengusap-usap lengan kekar sang suami dengan senyum manjanya. Darren melihat ke arah lengannya diusap lalu berkata,     

"Kenapa? Kamu sudah tidak tahan juga? Aku sudah hampir satu bulan puasa." Darren memasang wajah memelas. Seketika raut wajah Calista pucat. Apa sih ini orang, pikirannya pasti macam-macam. Batin Calista.     

"Huft, baiklah, mala mini aku beri. Tapi jangan lama-lama ya. Satu ronde saja." Jawab Calista sambil mengerucutkan bibirnya.     

"Benarkah? Baiklah, aku akan pulang cepat. Kamu siapkan tenaga untuk pertempuran panas kita malam ini yaa."     

"Ummpphh …" Darren melumat bibir Calista penuh hasrat dan semakin dalam.     

"Kita turun sarapan dulu." Darren mengusap bibir Calista yang sedikit bengkak karena mendapat hisapan cukup kuat dari pria yang kegirangan karena sudah dijanjikan akan mendapatkan jatahnya malam ini. Seperti anak kecil yang mau dibelikan mainan dan langsung berubah menjadi lebih penurut. Itulah pria dengan warna bola mata hijau. Yang tidak terduga sikapnya.     

-----     

"Kamu sedang apa?" Dave melihat istrinya sedang sibuk didapur membuat sesuatu dengan tepung dan telur. Pria dengan rambut diikat bun itu membuka lemari pendingin untuk mengambil apel merah yang langsung digigitnya setelah berada dalam genggaman.     

"Aku sedang membuat kue untuk Calista. Hari ini dia mengajakku untuk kerumahnya." Dian menjawab pertanyaan suaminya tanpa menatap wajahnya.     

'Oh … berangkat kapan?"     

"Hmm, sekitar 2 jam lagi." Jawab Dian setelah melihat jam dinding yang tergantung di dapur.     

"Kapan pulangnya?" Tanya Dave lagi sambil berdiri dekat dengan istrinya yang sedang mengocok telur. Nampak noda tepung bertebaran di beberapa bagiann wajahnya. Dengan lembut, Dave menyingkirkannya dengan jari-jari panjangnya. Dian terdiam sejenak dan tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.     

"Aku tidak lama disana. Paling lama dua jam saja. jadi sebelum sore sudah sampai rumah." Jawab Dian. Dave mengangguk-angguk tanpa berkata apapun. "Bolehkah?" Dian tiba-tiba bertanya. Dave mengernyitkan matanya.     

"Kamu minta ijin padaku sambil membuat kue dan itu juga setelah mengatakan oke pada temanmu?" Dave mengerutkan dahinya tidak mengerti.     

Dian tersenyum lirih, "Iya maafkan aku. Tapi kalau kamu tidak mengijinkan, aku tidak akan pergi." Jawab Dian.     

"Lalu kuemu?"     

"Buat kita saja makan dirumah." Jawab Dian lagi. Dave merasakan ada angin segar yang menembus tubuhnya dan terasa segar juga ringan. Baru kali ini dia merasakan sikap Dian yang melunak dan patuh. Sepertinya perempuan ini mulai memahami dirinya.     

"Huh, tidak usah. Aku percaya kamu tidak akan kemana-mana. Setelah dari rumah temanmu, langsung pulang ya. Bawa supir untuk mengantarkanmu dan menunggumu sampai pulang. Hati-hati dijalan ya." Dave memegang kepala Dian dan mencium keningnya.     

"Tunggu …" Dave yang sudah berjalan dua langkah berhenti dan memutar tubuhnya.     

"Ada apa?" Dave bertanya. Namun, alangkah terkejutnya dia ketika tiba-tiba Dian menarik lehernya dan kakinya berjingkat. Perempuan yang sering menyumpahinya, mengutuknya, dan kabur dari rumah itu, kini berinisiatif untuk menciumnya dengan penuh perasaan sambil memejamkan mata. Tentu saja kesempatan itu tidak disia-siakan Dave. Buah apel yang ditangannya diletakkan diatas meja dan berganti dengan satu tangan memegang tengkuk sang istri sementara tangan lainnya memeluk pinggangnya.     

Mereka berciuman saling memagut asa, bahkan menyusupkan lidah mereka tanpa ragu lagi satu sama lain sehingga yang awalnya hanya sebentar bahkan sudah lebih dari 10 menit.     

"Dave mengangkat tubuh Dian keatas pinggangnya dan membawanya naik kekamarnya dilantai dua.     

"Eughhh … kueku." Dian teringat adonan telur dan tepungnya.     

"Nanti beli saja. Sekarang kita membuat bayi dulu ya." Dave menghujani Dian dengan ciuman ganas dan bertubi-tubi.     

"Eugghhh … pelan-pelan … Aaaahhh" Dian menyesal mencium pria yang mudah bangkit gairahnya ini. Dan ini pasti tidak akan sebentar.     

"Kamu yang memancingku. Jadi, kamu juga yang harus bertanggung jawab."     

"Dave, pelan-pelan … ishhhh …"     

"Tidak bisa sayang, nikmati saja ya. Biar aku yang bekerja." Jawab Dave. Lalu pria ini membalik tubuh sang istri hingga membelakanginya. Dave pun menghujam kewanitaan Dian dari belakang dan meremas-remas buah dada Dian yang menggantung dan bergerak-gerak sesuai irama hentakan yang Dave lakukan dari belakang.     

-----     

"Dian, kenapa wajahmu pucat begitu? Kamu sakit?" Setelah badai yang diciptakan Dave selama dua jam, Dian memaksakan diri untuk bangun dan mandi meskipun tubuhnya terasa remuk seperti ditabrak truk container. Dave benar-benar berubah menjelma menjadi iblis kalau bercinta. Akhirnya pertemuan mereka berdua mundur sampai empat jam. Sesuatu yang jarang terjadi dilakukan oleh Dian yang selalu tepat waktu.     

Dian pun terpaksa membeli kue dipinggir jalan menuju rumah Calista.     

"Tidak apa-apa. Mungkin karena aku lagi tidak enak badan saja, hehe …" Ucap Dian sekenanya. Calista tahu betul wajah perempuan yang kelelahan setelah bercinta, karena dia juga sering mengalaminya.     

"Ya sudah kamu minum dulu biar segeran." Jawab Calista lembut tanpa bertanya lebih jauh lagi.     

"Terima kasih Calista." Secangkir teh manis hangat favoritnya ternyata masih diingat Calista, dan membuat tenggorokannya sedikit merasa lega.     

"Apa kabarmu? Sehat-sehat?" Calista berkata.     

"Alhamdulillah sehat. Kamu bagaimana? Luka bekas tikaman itu masih terasa sakit kah?" Dian duduk mendekati Calista dalam satu sofa panjang dan menggenggam tangannya.     

"Yang itu sudah lumayan hampir kering." Jawab Calista sambil menyesap susu coklat hangat. Darren melarang Calista untuk mengkonsumsi kafein sejak kehamilannya terdeteksi.     

"Yang itu? Maksud kamu?" Dian mengernyitkan alisnya.     

"Beberapa hari yang lalu aku dan Darren liburan ke villa. Dan disana aku diculik oleh orang tak dikenal. Aku berhasil kabur tapi aku digigit ular. Ini bekasnya." Calista menunjukkan betis yang pernah mendapat balutan perban.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.