Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 234. Berhak Untuk Berharap Lebih



II 234. Berhak Untuk Berharap Lebih

0Darren memapah Calista untuk berjalan menaiki tangga menuju kamar mereka di lantai dua. Calista dengan hati-hati berjalan karena kini bukan hanya punggungnya yang terluka tapi juga kakinya ikut mendapatkan musibah. Sungguh dia tidak menduga jalan hidupnya akan seperti ini, selalu bertemu dengan bahaya dan dikelilingi oleh orang-orang yang membencinya dan keluarganya.     

"Terima kasih." Calista tersenyum kepada suami yang selalu menemaninya selama di rumah sakit.     

Darren membantu Calista menaikkan kakinya keatas kasur dan merebahkan dirinya dengan nyaman. "Aku ke kamar mandi dulu. Kamu mau ke kamar mandi juga?" Darren berkata sebelum berjalan menjauh menuju kamar mandi.     

"Tidak, terima kasih. Aku lelah ingin segera tidur." Jawab Calista.     

"Baiklah, tidur saja." Darren pun segera menunaikan hajatnya yang ditahannya selama di perjalanan.     

Calista memikirkan semua ucapan yang dikatakan penculik itu. Apakah ini semua ada hubungannya dengan papahnya? Betapa kejamnya dunia bisnis. Banyak persaingan dan dendam bertebaran dimana-mana. Mungkin saat ini nyawanya masih tertolong, tapi entah kalau ada lagi peristiwa seperti ini. Darren benar kalau aku harus bisa menjaga diriku sendiri, agar tidak ada lagi peristiwa seperti ini untuk ketiga kalinya.     

"Darren, kapan aku bisa mulai latihan menembak?" Calista melihat Darren baru keluar dari kamar mandi langsung menagih ucapannya saat di rumah sakit.     

"Kamu beneran mau?"     

"Sebenarnya aku mau bela diri seperti karate atau taekwondo. Tapi kan aku lagi hamil." Ujar Calista.     

"Besok aku cari tahu tempat dimana kamu bisa latihan sekaligus mengambil sertifikasi ijinnya. Tapi ingat, kamu tidak boleh bawa pistol kemana-mana kalau sudah punya ijin." Pria dengan bulu-bulu halus di rahangnya itu membuka kaosnya sehingga nampaklah dada berbentuk kotak-kotak seperti iklan minuman kesehatan pria di tv. Pria dengan manik mata hijau itu ingin mengganti kaos dengan yang baru.     

"Tentu saja."     

Tok tok tok …     

"Nyonya, maaf. Zuppa soupnya sudah siap. Boleh saya bawa masuk?" Hera dengnan penuh kesopanan meminta ijin Calista yang matanya berbinar-binar mendengar nama makanan favoritnya.     

"Iya, bawa masuk saja bu." Calista melihat Darren sudah selesai berganti baju, barulah dia mengijinkan Hera untuk masuk.     

"Kamu makan ditemani Hera dulu ya. Aku kebawah sebentar." Darren mengecup ubun-ubun sang istri dan meninggalkannya sendirian bersama Hera. Calista mengangguk.     

"Permisi nyonya, makanan dan minumannya sudah siap." Hera datang bersama seorang pelayan bagian dapur membawa kereta makanan berisi menu berigizi yang sudah disiapkan untuk ibu hamil yang baru saja mengalami penculikan dan percobaan pembunuhan lagi untuk kedua kalinya. Sungguh, siapapun tidak ada yang menyangka, dibalik tubuhnya yang langsing dan berbadan dua ini, perempuan hamil ini sudah dua kali lolos dari maut.     

"Terima kasih bu. Aku mau makan sekarang mumpung masih hangat." Calista duduk dengan lebih tegak lagi. Dia ingin segera menghabiskan makanan yang sangat disukainya itu semenjak hamil.     

-----     

Pria itu meraba-raba kasur disebelahnya. "Kemana istrinya?" Masih dengan mata tertutup karena nyawanya belum sepenuhnya berkumpul dengan raganya, Lewis mencari keberadaan istrinya.     

"Likha … euhhh …" Tidak ada jawaban dan pria itu pun dengan malasnya duduk dari tidurnya. Tubuhnya yang polos tanpa pakaian, tertutup dengan selimut yang ada diperut kebawahnya. Dengan santai, Lewis ke kamar mandi dengan bertelanjang seutuhnya.     

Setelah puas mandi dan berganti pakaian, Lewis menuruni tangga mencari keberadan istrinya yang telah memberikannya hak yang ingin selalu dicecapnya setiap hari. Tenyata dia ada disana, didapur sedang bolak balik dari lemari pendingin, kompor, dan wastafel tempat mencuci piring. Penampilan Likha dirumah dengan daster tanpa lengan dan rambut digelung keatas, jangan salahkan Lewis jika naluri kelelakiannya akan mudah bangkit kembali nanti.     

"Kamu masak apa?" Lewis duduk di kursi makan yang ada di dapur.     

"Oh, kamu sudah bangun? Aku masak seadanya bahan di dalam kulkas." Likha berkata tanpa menatap wajah pria yang mengajaknya berbicara.     

"Mau aku bantu?" Tanya Lewis lagi.     

"Tidak usah, kamu ngopi saja dulu, aku sudah siapkan diatas meja makan kopinya." Ujar Likha.     

"Wah, terima kasih ya. Memang paling enak punya istri. Apa-apa sudah disiapkan." Ujarnya lagi.     

Likha tersenyum senang mendengarnya.     

Didalam rumah ini tidak ada banyak pelayan. Hanya ada dua orang pembantu wanita untuk membantu membereskan rumah dan memasak. Apartemen yang biasa Lewis tempati, ditinggalkannya dan berganti dengan rumah yang tidak cukup besar tapi nyaman digunakan. Sesuai dengan permintaan Likha, rumah yang tidak terlalu besar dan hanya ada pelayan wanita agar dirinya sewaktu-waktu bisa melepas jilbab tanpa ragu.     

"Sudah matang, selamat makan." Beberapa makanan menggugah selera Lewis. Dia benar-benar pria beruntung. Dikehidupan sebelum menikahnya yang penuh dengan kegiatan hura-hura dan bercinta dengan wanita sesuka hatinya, tapi saat menikah malah mendapatkan istri yang sangat cantik, menutup aurat, dan pintar mengambil hatinya dengan berbagai cara.     

"Terima kasih. Ayo kita makan sama-sama." Ucap Lewis.     

"Tunggu dulu, aku ambilkan minumannya." Khusus untuk sarapan kali ini, Likha sengaja membuatnya sendiri. Dua gelas jus jambu merah dibawa Likha dengan menggunakan nampan cantik yang terbuat dari kayu.     

"Baiklah ayo kita makan." Sebelum makan seperti biasa, Likha mengingatkan Lewis untuk berdoa. Makanan yang sangat sederhana namun bisa membuat Lewis nambah sampai dua kali. Likha sangat senang suaminya sangat menyukai masakan buatannya.     

"Dua hari lagi kita akan bulan madu ke Maldives." Ucap Lewis tiba-tiba yang membuat Likha berhenti menyuap makanan yang sudah berada di depan bibirnya.     

"Bulan … madu?" Likha tidak percaya Lewis benar-benar akan membawanya bulan madu. Perempuan cantik ini mengira, pernikahannya hanyalah sebatas perjanjian diatas kontrak tanpa harus memasukkan unsur-unsur keseriusan didalamnya. Namun, ternyata pria ini benar-benar memainkan drama pernikahan ini menjadi begitu serius.     

"Kenapa? Kamu kaget?" Dengan tatapannya yang dalam, Lewis menatap istrinya yang tampak ragu-ragu.     

"Huh, aku pikir … pernikahan ini hanya perlu ijab sah, menuntaskan kewajiban, dan menuntut hak, setelah itu selesai. Ternyata perlu bulan madu juga." Jawab Likha lirih sambil menunduk.     

Lewis menarik dagu istri yang tiba-tiba murung dan menghadapkan wajahnya ke wajahnya sendiri.     

"Kamu pikir aku becanda? Kamu pikir aku menikahimu karena uang 500 juta? Semua itu kan kamu yang berpikir kesana dan aku mengikuti apa yang kamu pikirkan." Jawab Lewis sambil mengusap bibir ranum perempuan yang sangat amat dicintainya itu dengan ibu jarinya, entah sejak kapan Lewis mulai memiliki rasa kuat untuk memilikinya.     

"Aku tidak berani berharap lebih. Karena aku tahu aku bukanlah seperti perempuan yang selalu berada di sekitarmu." Jawab Likha dengan mata sendunya menatap kedua bola mata Lewis yang hitam pekat.     

"Kamu berhak untuk berharap lebih. Karena kamu adalah istriku dan aku adalah suamimu. Mulai sekarang tidak akan ada lagi yang memisahkan kita." Lewis menelan saliva menahan keinginannya yang mulai muncul lagi pagi ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.