Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 277. Tamu Tiba-tiba



III 277. Tamu Tiba-tiba

0"Sayang, ada telpon masuk untukmu. Dari ... Maura." Darren setengah berteriak memanggil Calista yang sedang mengerjakan revisi bab yang telah dicorat-coret dosen pembimbingnya. Darren dan Calista duduk di teras samping rumah mereka. Darren memutuskan untuk bekerja dari rumah hari ini.     

Calista yang meletakkan ponselnya agak jauh karena sedang di charge, menghampiri Darren yang sedang duduk dekat ponselnya. Perempuan hamil itu bukannya duduk diatas kursi, malah duduk diatas pangkuan sang suami yang dibalas dengan helaan napas Darren.     

"Sayang, aku tahu kamu menginginkan ronde kedua, tapi saat ini aku sedang rapat virtual." Calista melirik layar laptop sang suami dan betapa kagetnya dia ketika di layar tersebut, beberapa anak buah Darren yang merupakan direktur perusahaan sedang melongo melihat istri presdir mereka yang duduk sembarangan.     

"Kyaaaa, maaf maaf. Aku tidak tahu." Calista pun segera turun dan duduk di atas kursi disebelahnya. Wajahnya merah menahan malu. Darren geleng-geleng kepala melihatnya sambil mengusap lembut kepala sang istri, ibu dari anak-anaknya.     

Semua direktur yang melihat kemesraan virtual tersebut menundukkan wajah pura-pura tidak melihat.     

"Maura, ada apa?" Calista membawa ponselnya menuju kursinya kembali dihadapan laptopnya.     

"Aku ... boleh main kerumahmu tidak? Dosen pembimbing kita kan sama, aku ingin mendiskusikan revisi yang aku buat denganmu. Aku lebih semangat kalau ada temannya." Ujar Maura.     

"Hmm, bukannya aku tidak boleh. Tapi, suamiku tidak mengijinkan semua orang masuk kesini. Bagaimana kalau di kafe luar saja? Aku akan booking satu ruangan khusus untuk kita belajar bareng." Jawab Calista.     

"Cih! Pelit sekali, bilang saja kalau kamu takut suamimu melihatku." Batin Maura. Tanpa Calista sadari, Maura sudah menyukai Darren jauh sebelum Darren mengenal Calista. Kedua orangtua mereka sudah berteman akrab namun Darren tidak pernah mau berteman dengan perempuan manapun, kecuali Grace, teman masa kecil bersama Jack dan Lewis.     

"Hmm, boleh kalau begitu. Kapan kita bisa bertemu?" Tanya Maura sambil menyeringai sinis dibalik suara ramahnya di telepon.     

"Nanti aku tanya suamiku dulu ya. Aku telpon lagi nanti. Okay?" Ujar Calista.     

"Okay, bye."     

"Bye."     

Maura memutuskan panggilan telpon terlebih dahulu. Calista merasakan ada yang berbeda dengan sikap Maura sejak terakhir mereka bertemu. Perempuan itu lebih sering menelponnya dengan alasan macam-macam. Bahkan beberapa kali merajuk ingin main kerumah Calista dengan berbagai alasan. Namun, naluri seorang istri yang sedang hamil itu tajamnya luar biasa. Calista pun tidak pernah mengijinkan Maura untuk datang dengan penolakan halus.     

Calista melihat Darren masih sibuk dengan rapat virtualnya. Jadi perempuan hamil itu pun melanjutkan pekerjaannya merevisi bab demi bab yang harus diserahkan dalam waktu 4 hari lagi.     

Setelah sekian lama tidak berkutat dengan buku dan penulisan, Calista sedikit kikuk di beberapa bagian.     

"Perlu bantuan?" Suami bermata hijau tiba-tiba muncul dari belakang.     

"Oh, tidak apa-apa. Aku hanya sedikit bingung saja dengan beberapa istilah pemrograman. Laptop yang kamu berikan terlalu canggih untukku." Jawab Calista sambil memangku dagunya dengan telapak tangannya.     

"Sini aku bantu." Calista menggeser duduknya, memberi ruang pada suami bermata birunya yang pernah menjadi asisten dosen itu.     

"Bab pembuka kamu sudah benar, hanya saja perlu dirapihkan sedikit diparagraf kedua." Darren menghapus beberapa kalimat dan mengetiknya dengan beberapa kalimat baru yang membuat mata Calista terbelalak lebar melihat begitu lincahnya jari jemari sang suami diatas keyboard, tidak seperti dirinya yang masih mengandalkan 11 jari alias jari telunjuk kanan dan kiri.     

Setelah satu jam dibimbing oleh mantam asisten dosen, Calista sangat tercerahkan. Jadilah seharian ini Darren menjadi dosen pembimbing untuk istrinya yang sedang menyusun skripsi demi menjemput titel Sarjana Pendidikan.     

-----     

"Aku mau kerumah nyonya Calista, boleh yaa." Likha menyisir rambutnya setelah mandi untuk kedua kalinya di pagi hari.     

"Calista, panggil saja begitu. Tidak perlu memanggilnya nyonya karena kamu tidak lagi bekerja padanya." Jawab Lewis.     

"Aku belum terbiasa memanggilnya nama. Kamu mau mengantarkan aku atau aku sendiri kesana?" Tanya perempuan cantik itu setelah mengeringkan rambutnya dan merapihkannya, kini perempuan cantik itu memakai jilbab instan warna mustard, sesuai dengan warna gamisnya.     

"Aku ikut. Darren katanya tidak masuk hari ini. Sekalian kita bawa oleh-oleh untuk mereka." Jawab Lewis. Likha mematut dirinya didepan cermin yang telah selesai memakai jilbabnya.     

"Ayo," Dua buah paper bag di ambil Likha dari atas meja panjang yang ada didalam kamarnya. Mereka pun keluar kamar dengan berjalan berpegangan tangan saling beriringan.     

Menuju rumah Calista yang hanya berbeda blok, Lewis tidak menggunakan mobil. Pria irit senyum itu mengeluarkan motor gede dari garasinya.     

"Kita akan naik motor itu?" Likha menganga melihat motor yang dikeluarkan Lewis sangat besar seperti di tv yang sering dia lihat di acara sinetron anak remaja.     

"Kenapa? Kamu mau pakai mobil saja?" Tanya Lewis.     

"Tidak bukan begitu, aku memakai gamis." Likha melihat pakaiannya yang panjang semata kaki mengembang menutupi tubuhnya dari atas sampai bawah.     

"Kamu pakai legging kan didalamnya?" Tanya sang suami.     

"Iya, ya sudahlah. Ayoo." Likha memegang bahu kiri Lewis dan mulai menginjak pijakan di depannya dan mulai merenggangkan kakinya untuk duduk di jok motor gede kebanggaan kaum adam.     

"Hati-hati. Sudah, sayang?" Lewis ikut memegang tangan sang istri.     

"Ok, Bismillahhirrohmaanirrohiim."     

Motor gede yang dikendarai Lewis pun berjalan dengan gagahnya menyusuri komplek perumahan mewah yang baru mereka tempati. Rumah Darren dan Calista berada tidak jauh dari rumah mereka. Akhirnya, motor mereka sampai didepan pintu gerbang yang terbuat dari besi dengan ukuran tinggi.     

Tanpa memerlukan pemeriksaan, Lewis dan Likha masuk melewati pos dan menuju parkiran kendaraan yang ada di sisi rumah. Likha merapihkan pakaian dan jilbabnya sejenak lalu berjalan mengikuti kemana tangannya digenggam Lewis menuju rumah yang dulu pernah ditempatinya selama satu minggu, karena pelarian dari sang suami.     

"Majikan kalian dimana?" Lewis bertanya pada salah seorang pelayan yang menyambutnya di pintu masuk.     

"Tuan dan nyonya ada di teras samping, tuan. mari saya antarkan." Lewis dan Likha segera berjalan mengikuti pelayan tersebut.     

"Darren ..."     

"Hei, kapan pulang dari Maldives?" Darren dan Calista tersenyum sumringah melihat tamu tak diundang mereka yang tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan.     

"Nyonya?" Likha menghampiri mantan majikannya dan memeluknya hangat.     

"Aiishh, kamu jangan panggil aku nyonya. Panggil aku Calista saja." Ujarnya dengan senyum mengembang.     

"Hehe ..." Likha tersenyum malu-malu.     

"Kami baru sampai tadi pagi. Karena rumah kita berdekatan, maka kami menyempatkan hari ini juga mampir." Jawab Lewis.     

"Oya, maaf ini oleh-oleh sekedarnya. Kami tidak tahu harus memberi apa karena nyonya dan tuan pasti semua sudah punya." Jawab Likha malu-malu.     

"Panggil aku dengan sebutan nama saja, Likha."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.