Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 289. Jangan Coba-coba Sayang



III 289. Jangan Coba-coba Sayang

0"Cih! Kamu bisa apa? Kamu hanyalah perempuan hamil yang tidak bisa apa-apa. Lagipula, disini aku mendukung Dave, bukan untuk macam-macam." Jawab Gladys dengan suara pelan hanya mereka berdua yang bisa mendengar.     

"Dengar ya, apakah kamu pernah merasakan ditusuk pisau di punggung? Atau berjalan diatas dahan kering sampai kaki-kakimu berdarah? Atau kamu pernah berjalan didalam gelapnya hutan tanpa penerangan tanpa sinar bulan, yang ada hanyalah binatang buas? Atau kamu pernah digigit ular berbisa? Atau kamu pernah terlempar ke jalanan beraspal dari mobil yang masi bergerak? Hmm? Pernah?" Calista berkata dengan suara pelan namun mencekam. Gladys menelan saliva susah payah dan terdiam mematung mendengarnya.     

"Kalau belum pernah, jangan coba-coba, sayang. Karena aku pernah mengalami semuanya." Jawab Calista dengan senyum sinis mengancam. Perempuan penggoda itu pun pergi meninggalkan Calista dengan tampang kesalnya. Calista menatap Dave lagi dan memberinya kode untuk tidak macam-macam. Dave hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kedua bola matanya berputar.     

"Darren, mana papah?" Calista melihat Darren berjalan sendirian menghampiri dirinya.     

"Papah sebentar lagi keluar." Darren memeluk pinggang istrinya dan memapahnya untuk duduk. Melihat perut istrinya yang semakin besar, membuat Darren sedikit engap juga.     

Drrtt … drrrt … "Ivan telpon." Darren melihat layar ponsel dan menyingkir ke dinding yang jauh dari pendengaran orang-orang. Calista mengekor suaminya setelah susah payah bangun dari duduknya.     

"Bagaimana?" Darren bertanya.     

"Tuan, mereka menuju sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah sakit. Saya melihat ada mobil dan tiga motor disana, selain mobil mereka yang baru datang." Ucap Ivan.     

"Berarti komplotan mereka banyak jumlahnya. Kamu berhati-hatilah." Jawab Darren.     

"Saya akan memanggil anak buah saya kesini untuk mengawasi gerak gerik mereka jadi saya masih bisa tetap mengawal nyonya." Jawab Ivan.     

"Betul betul, kamu sekarang panggil dulu anak buah kamu. Setelah mereka datang dan bergantian berjaga, kamu segera kembali kesini. Pokoknya awasi gerak gerik mereka. Kalau difoto dan direkam." Titah Darren.     

"Siap tuan." Jawab Ivan lalu pria tinggi besar itu mematikan telponnya dan menghubungi semua anak buahnya untuk merapat.     

"Aku sudah menduga ada yang tidak beres. Darren, nyawa Dian dalam bahaya. Dia tidak bisa ditinggal sendirian. Kita harus bicara pada suaminya." Calista berkata dengan suara setengah berbisik. Tampak Gladys yang baru datang, memperhatikan apa yang dilakukan Calista dan suaminya sangat mencurigakan dimatanya. Namun, tatapan tajam Calista kembali padanya, membuat perempuan penggoda itu memalingkan wajahnya ke samping dengan seringaian sinis.     

"Donni, bagaimana? Kamu sudah selesai mendonorkan darahmu?" Agnes berjalan mendekati sang suami yang tanpak ada kapas masih menempel di siku bagian dalam.     

"Sudah dari tadi. Tadi aku bertemu dengan salah seorang temanku yang ternyata menjadi dokter dirumah sakit ini jadi aku ngobrol dengannya." Jawab Donni, tangannya merangkul pundak sang istri dengan mesranya dan berjalan bersama menuju kursi ruang tunggu.     

"Oh syukurlah, aku pikir kamu kenapa karena lama sekali." Jawab Agnes.     

"Kamu baik-baik saja? Apa dia merepotkanmu lagi?" Donni menaikkan satu alisnya. Pertanyaanya mendapatkan pukulan ringan di lengan kekarnya dari istri tercinta yang wajahnya tampak malu-malu.     

"Kami baik-baik saja." Ucap Agnes dengan suara pelan.     

"Mah …"     

"Kyaaaa … aduh Calista, kamu mengagetkan mamah saja." Wajah Agnes mendadak pucat begitu mendengar Calista memanggil namanya. Donni tersenyum melihat kepanikan muncul diwajah sang istri.     

"Mamah kenapa? Pah, mamah sakit apa? Kenapa wajah mamah pucat?" Calista bertanya pada Donni dan tidak mendapatkan tanggapan apapun dari papah tampannya itu meski usianya hampir menginjak lima puluh tahun.     

"Tidak apa-apa, mamah hanya kurnag istirahat saja." Jawab Agnes sambil memaksakan tersenyum.     

"Kalau begitu, papah mamah pulang saja. Aku masih menunggu temanku keluar dari ruangan operasi." Calista mengusap punggung mamah tersayang yang tampaknya memang kurang sehat.     

"Kamu yakin tidak apa-apa? Ini sudah malam dan kamu masih diluar." Agnes justru mengkhawatirkan anaknya yang sedang hamil besar tapi bersikukuh ingin tetap dirumah sakit.     

"Tenang saja mah, aku pakai jaket dan celana panjang. Darren akan menjagaku baik-baik. Lagipula aku sudah makan jadi tidak akan masuk angin. Aku wanita hamil yang kuat." Jawab Calista. Sepele terdengar tapi membuat Agnes sedikit tersindir, karena dia tidak kuat. Agnes diam tidak bisa berkata apa-apa lagi.     

"Mah, pulanglah. Pah, terima kasih sudah mendonorkan darah untuk temanku. Dia pasti sangat berterima kasih." Calista tersenyum hangat kepada laki-laki yang merupakan cinta pertama semua anak perempuan.     

"Semoga teman kamu itu cepat pulih dan tidak mengganggu kehamilannya." Jawab Donni.     

"Tuan Donni, saya ingin bicara berdua. Apakah bisa?" Dave tiba-tiba datang dan meminta Donni untuk berbicara empat mata. Agnes, Calista, dan Darren hanya bisa memandang dua lelaki itu berjalan menjauh dari mereka.     

"Tuan, aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena … telah menyelamatkan istri dan anak saya. Saya tidak tahu bagaimanan harus membalasnya." Dave berkata dengan menyandarkan punggungnya dengan kepala tertunduk.     

"Dave Kingston, jadilah pria yang bisa menjaga keluargamu dengan baik. Kita, seorang kepala rumah tangga, merupakan nakhoda kapal yang kita jalankan sendiri. Seorang istri dan anak adalah penumpangnya. Dan, aku juga meminta maaf karena telah menyebabkan nakhoda kapal keluargamu pergi dan kapal ayahmu menjadi karam. Tapi, aku pastikan, aku tidak pernah bermaksud demikian." Jawab Donni. "Anggap saja darah yang kuberikan untuk istrimu merupakan pengembalian hutang yang aku miliki untuk ayahmu." Donni menepuk bahu Dave yang kokoh tapi detik ini seperti bergoncang hebat.     

Dave juga baru tahu kalau ternyata ayahnya meninggal terkena penyakit jantung, bukan setelah membaca pesan pemecatan dirinya. Melainkan, setelah membaca pesan yang menyatakan kalau anak yang dikandung selingkuhannya telah meninggal. Dave baru mengetahui itu setelah menyelidiki beberapa hari ini.     

"Maafkan saya telah berburuk sangka pada anda. Saya hanya mengandalkan emosi sesaat sehingga tidak berpikir jernih." Jawab Dave lagi dengan air mata tertahan.     

"Dave, maukah kamu menganggap aku sebagai pengganti ayahmu?" Kalimat yang ditawarkan Donni membuat Dave melebarkan mata tidak percaya.     

"Apakah saya tidak salah mendengar? Anda ingin menjadikan saya anak anda setelah tahu saya hampir membunuh anak anda?" Dave bertanya dengan suara terbata-bata.     

"Yang lalu biarlah berlalu. Aku yakin Calista sudah memaafkan kamu." Jawab Donni.     

"Jadi, dia juga tahu kalau saya yang …" Dave tidak sanggup untuk meneruskan kata-katanya.     

"Ya, dia sudah lama tahu. Begitu juga suaminya." Jawab Donni sambil tersenyum tipis.     

"Dan, kalian masih mau menolong saya dan keluarga kecil saya?" Seperti ada batu besar yang menghimpit dada pria arogan itu, Dave merasakan dadanya sesak luar biasa.     

"Tidak ada gunanya tenggelam ke masa lalu. Yang penting sekarang, kamu mau berubah atau tidak? Itu saja intinya." Jawab Donni, seperti seorang bapak yang sedang menasihati anaknya yang salah memilih jalan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.