Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 288. Insting Wanita Hamil



III 288. Insting Wanita Hamil

0"Praduga dari nyonya bisa kami pertimbangkan. Kami akan mengecek kamera CCTV segera." Jawab dua polisi itu bergantian.     

"Bukannya kamar hotel tidak boleh dipasang CCTV?" Tanya Calista lagi.     

"Bukan CCTV dari kamar tapi dari lorong diluar kamar. Maaf, kami harus kembali ke markas dulu." Dua orang pria berseragam itu pun pergi meninggalkan mereka yang masih menunggu diluar.     

"Darren, aku curiga dengan dua orang itu. Bisa tidak kamu suruh orang atau Ivan untuk mengikuti mereka pergi kemana?" Calista berbisik pada Darren yang ditariknya untuk berdiri dan menjauh dari beberapa orang disana.     

"Maksud kamu apa, sayang? Apa kamu curiga kalau mereka bukan polisi?" Darren mengernyitkan alisnya.     

"Sayangku, seragam bisa dibeli dimana-mana. Begitu juga lencana, topi, senjata, dan lain-lain. Apa kamu melihat mereka menunjukkan kartu pengenalnya pada kita? Tidak kan?" Calista mengernyitkan alisnya.     

Darren khawatir dengan perubahan hormon yang dimiliki sang istri. Semakin besar perutnya, insting menebak sesuatu semakin tajam. Dan, selalu tepat sesuai dugaanya. Namun, demi menjaga moodnya agar tidak ngambek dan marah, Darren terpaksa menurutinya lagi.     

"Ivan, kemarilah." Ivan yang sedang berdiri diujung koridor, tidak jauh dari tempat berdiri dua majikannya, menghampiri.     

"Siap tuan." Ivan menegakkan badan layaknya inspektur upacara.     

"Coba kamu ikuti dua orang pria berseragam tadi. Buntuti mereka dan laporkan segaal gerak gerik mereka padaku, cepat sebelum mereka pergi jauh!" Darren menyuruh Ivan pergi.     

"Cepat! Malah garuk-garuk leher." Calista mendorong lengan Ivan untuk segera pergi membuntuti dua orang pria tadi. Bagi Ivan, apa pentingnya mengikuti polisi. Bisa-bisa dia yang ditangkap. Tapi, demi kedua majikannya, pria tinggi besar itu pun patuh juga.     

Dengan langkah panjangnya, Ivan segera membuntuti dua lelaki tadi yang kebetulam masih ada ditempat parkir. Ivan bersembunyi dibalik mobil orang lain.     

"Kurang ajar! Wanita hamil tadi menebak dengan tepat apa yang terjadi. Bisa gawat nih kalau bos sampai ketahuan. Kita telpon bos saja." Suara percakapan seorang pria dibalas dengan pria lain itu, membuat mata Ivan terbelalak lebar. Bisa-bisanya nyonya Calista menduga dengan tepat dua cecunguk ini bukan polisi.     

Ivan menunggu sampai mana mereka beraksi.     

"Bos, gawat bos. Kayaknya kita hampir ketahuan deh. Apa? baik-baik, maaf bos." Lelaki yang menelpon itu langsung berhenti berkata.     

"Apa kata bos?" Tanya lelaki satunya.     

"Kita disuruh tunggu. Bos lagi sibuk." Jawab lelaki yang ditanya.     

"Hmm, ya sudah. Kita ke markas saja." Ucap lelaki kedua.     

"Ayo." Mereka berdua pun masuk ke sebuah mobil dan menghidupkan mesin meninggalkan pelataran parkir rumah sakit yang berada di halaman. Ivan yang datang dengan mobil yang sama dengan majikannya, segera menuju mobilnya juga sambil menelpon Darren, bosnya.     

"Tuan, dugaan nyonya benar. Mereka bukan polisi. Saya sedang mengikuti mereka sekarang dengan mobil. Tuan dan nyonya nanti bagaimana?" Terdengar bunyi pintu dibuka dan ditutup dan bunyi mesin mobil dihidupkan.     

"Kamu terus ikuti mereka. Kami bisa pakai mobil lain. Hati-hati." Jawab Darren dengan suara pelan. Calista yang berada disampingnya berdiri memepet Darren untuk mendengarkan percakapan suami dan anak buahnya.     

"Siap tuan." Ivan pun segera membuntuti mobil yang membawa dua polisi gadungan tersebut.     

"Sayang, aku tidak tahu harus bersyukur, takut, atau sedih." Darren memegang kedua lengan Calista yang mulai bertambah ukurannya.     

"Kenapa?" Calista mengernyitkan alisnya mendengar suaminya berkata-kata.     

"Kemarilah …" Darren menarik lembut tangan sang istri dan berbicara sangat pelan di pojok yang jauh dari pendengaran orang-orang.     

"Kenapa sih? Kamu mencurigakan sekali." Calista tidak tahan dengan sikap Darren yang aneh di matanya.     

"Sayang, dugaan kamu benar. Mereka bukan polisi. Ivan sedang membuntuti mereka dengan mobil. Kita tunggu disini saja okay?" Darren menatap wajah chubby sang istri, berharap istrinya tidak melakukan kegilaan lainnya.     

"Darren, papah aku. Cepat kamu temui papah." Calista mendorong Darren untuk segera mencari dimana papahnya berada. Darren yang tidak habis pikir ada kejutan apa lagi, menurut saja mencari Donni, setelah terlebih dahulu menitipkan ibu hamil itu pada mamahnya, Agnes.     

"Mau kemana Darren?" Agnes bertanya keheranan. Calista diam seperti sedang berpikir. Lalu dia menghampiri Dave, suami temannya itu.     

"Kamu, perempuan yang baru datang dan duduk disebelah kamu itu siapa kamu?" Calista bertanay pada Dave yang sedang berdiri diluar pintu ruang operasi.     

"Dia … dia … masa laluku." Jawab Dave. Menghadapi anak dari Donni ini membuat Dave serba salah. Dulu, dia lah yang berusaha membunuhnya. Kini, justru papahnya yang menyelamatkan nyawa anak dan istrinya.     

"Hmm, kalau cuma masa lalu, apa pantas seorang suami yang sudah beristri masih melayani kemanjaan perempuan lain yang bukan istrinya?" Pertanyaan Calista benar-benar membuat Dave memicingkan mata tidak mengerti.     

"Maksud kamu apa?" Dave bertanya balik.     

"Menurutmu bagaimana bisa seorang istri dan seorang masa lalu bisa bersama lalu istri yang jadi korban? Apalagi dengan kejadian perempuan yang tidak pernah sama sekali memegang pistol seumur hidupnya, disangka melakukan bunuh diri dengan pistol yang dibawanya ke hotel. Kamu lebih percaya mana? Istrimu atau masa lalumu?" Menerima pertanyaan yang tiba-tiba seperti itu, membuat Dave menghela napas lalu berkata, "Dengar ya, sejak aku menikah, aku sudah mengabdikan hidupku untuk istriku yaitu Dian. Masa laluku sudah aku kubur dalam-dalam. Kalau pun mereka pada berdatangan kepadaku sekarang, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mengenai Gladys, aku sudah bilang padanya untuk tidak menemuiku lagi tapi dia tidak mendengarkanku. Sampai akhirnya Dian juga kabur untuk kedua kalinya, itu juga karena kesalah pahaman yang diakibatkan Gladys." Jawab Dave panjang lebar.     

"Kalau begitu, buang segala kekhawtiran kamu, rasa belas kasihmu, dan segala perhatianmu padanya. Kamu hanya harus menumpahkan segalanya pada Dian. Kamu paham?" Calista berkata dengan menatap tajam mata suami temannya itu.     

"Maksud kamu apa sih?" Dave bertanya lagi.     

"Sayang, sudahlah, tidak baik berdebat disini." Agnes mencoba menenangkan perempuan hamil dan perdebatan mereka yang walaupun dengan suara pelan tapi terlihat jelas kalau mereka sedang beradu argumen.     

"Dave, bagaimana keadaan istrimu? Apakah dia sudah keluar?" Gladys yang tiba-tiba datang dari arah belakang Calista, langsung menghampiri Dave dan memegang lengannya. Calista yang melihat hal tersebut langsung melebarkan matanya kearah Dave. Mendapati tatapan maut dari perempuan hamil, membuat Dave langsung melepaskan tangan Gladys dan pergi menjauh. Gladys mengernyitkan alisnya dan menatap Calista yang masih berdiri dibelakangnya dengan mata tak berkedip.     

"Nona, dia sudah punya suami. Dan, istrinya adalah teman baikku. Kamu jangan coba-coba menghancurkan rumah tangga mereka atau kamu akan berhadapan denganku." Ujar Calista dengan wajah sinis dan tatapan galaknya.     

"Cih! Kamu bisa apa? Kamu hanyalah perempuan hamil yang tidak bisa apa-apa. Lagipula, disini aku mendukung Dave, bukan untuk macam-macam." Jawab Gladys dengan suara pelan hanya mereka berdua yang bisa mendengar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.