Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 6: Meluruskan Kaki



BAB 6: Meluruskan Kaki

0Akhirnya seminggu pun berlalu. Hari pernikahan Calista dengan bilioner tua dan cacat dilangsungkan hari ini. Sayangnya, Calista tidak bisa menghadiri acara sakral yang dilangsungkan seumur hidup sekali. Calista duduk termenung di kamar pengantin yang sudah selesai dihias sejak kemarin. Calista pun tidak perlu memakai kebaya putih dengan sanggul tinggi layaknya calon pengantin yang akan menikah. Pernikahan macam apa ini, batinnya. Calista pun memutuskan untuk berjalan-jalan didalam rumah mewah sang bilioner. Selama Calista berjalan, dia tidak menemukan satu fotopun sang bilioner terpasang di dinding atau meja. Hanya ada lukisan pemandangan alam, bunga, dan sebuah rumah yang kecil namun tampak sangat asri di tengah kampung.     

Calista mencoba berbincang-bincang dengan semua asisten rumah tangga yang dia baru sempat menghitung ada 5 orang. Setiap orang beda tugas masing-masing. Ditambah security setiap hari ganti 3 shift sekali jaga 2 orang. Dan, juga tukang kebun ada 2 orang pria seumuran bapaknya. Jangan lupakan supir yang standby setiap saat. Ada 4 mobil berjajar di garasi yang luasnya setengah lapangan bola. Mobilnya pun bukan yang ecek-ecek. Semuanya merek import yang harganya minimal 1 milyar rupiah per mobilnya. Itu yang Calista berhasil browsing cek harga di internet. Banyak mobil, banyak asisten rumah tangga, rumah luas, namun pemiliknya tidak ada. Sungguh kehidupan orang kaya sangat membingungkan, pikir Calista.     

"Mba, yang punya rumah ini siapa saja orang-orangnya?" Tanya Calista kepada perempuan muda yang kira-kira usianya dibawahnya.     

"Maaf nyonya, kami tidak bisa memberitahu." Jawab perempuan tersebut.     

"Hah? Cuma tanya itu saja juga tidak bisa?" Calista menggeleng-gelengkan kepalanya.     

"Kamu sudah berapa lama bekerja disini?" Tanya Calista lagi.     

"Sekitar 2 tahun nyonya." Jawab perempuan muda itu sambil terus konsisten menundukkan kepala. Ada peraturan tertulis dan tidak tertulis untuk semua asisten rumah tangga disana, tidak boleh banyak berbicara dan bercakap-cakap tentang isi rumah dan orang-orangnya. Mereka hanya mengerjakan tugas masing-masing. Gaji yang mereka terima lebih besar dari pembantu manapun. Jadi mereka juga harus pandai menjaga rahasia, atau dipecat seketika tanpa surat pemberitahuan tanpa pesangon sama sekali.     

Jam sudah menunjukkan pukul 11 pagi menjelang siang. Harusnya mereka yang di KUA sudah selesai proses ijab kabulnya. Benar juga, tidak berapa lama ada mobil tiba dan parkir didepan rumah. Calista berharap yang keluar adalah pria yang baru sah menjadi suami hari ini. Tapi, ternyata dugaanya meleset. Yang keluar adalah Andrew, pria yang kemarin bersamanya menandatangani surat perjanjian kontrak pernikahan.     

"Selamat siang nyonya." Andrew menundukkan kepalanya. Calista mengernyitkan alis dan merasa heran.     

"Suamiku... dimana dia?" Tanya Calista.     

"Silahkan masuk dulu nyonya. Akan saya beritahukan semuanya didalam. Kita keruang baca sekarang." Sahut Andrew.     

Calista mengekor kemana Andrew melangkah. Karena dia belum tahu dimana ruang baca.     

"Silahkan duduk nyonya." Sikap Andrew kini lebih sopan dan sangat menghormati Calista. Apakah karena dia telah resmi menikah dengan tuannya? Entahlah, batin Calista.     

"Ini adalah buku nikah nyonya dan tuan. Maaf saya tidak bisa berikan. Saya akan simpan sampai saatnya perjanjian berakhir." Andrew memegang dua buku nikah berwarna hijau dan merah ke atas depan wajahnya. Lalu dia simpan kembali kedalam tas hitam yang dibawanya sejak turun dari mobil. Calista mengernyitkan alisnya lagi.     

"Tuan Andrew..."     

"Panggil saya Andrew saja, nyonya." Jawab Andrew.     

"Andrew, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Tapi bisakah aku diberitahu beberapa hal? Dadaku sesak karena aku tidak tahu apa-apa. Kenapa semuanya serba dirahasiakan?" Calista mengatupkan bibirnya rapat dan berusaha menahan air mata yang jatuh.     

"Huft, apa yang ingin nyonya ketahui?" Andrew sebenarnya juga merasa tidak enak hati. Namun, semua ini adalah perintah majikannya.     

"Apakah benar aku telah menjadi seorang istri sekarang?" Tanya Calista sambil memiringkan dagunya.     

"Ya, pernikahan ini sah dan tercatat secara hukum dan agama." Jawab Andrew singkat.     

"Kapan... dia akan pulang kerumah?" Calista menggigit bibirnya. Membayangkan malam pertama yang akan dilaluinya bersama seorang pria yang lebih pantas disebut kakeknya. Dada Calista tiba-tiba terasa sesak kembali.     

"Ehem, dia akan pulang malam ini. tapi, nyonya tidak usah menunggu. Karena kemungkinan pulang malam." Jawab Andrew diplomatis.     

"Oh begitu. Apakah dia akan dirumah setiap hari? Kemana dia sekarang?" Tanya Calista lagi. Mumpung Andrew masih berbaik hati menjawab semua pertanyaan Calista maka dia pun akan bertanya sebanyak-banyaknya.     

"Tuan Anderson masih ada urusan lain. Okay, semua sudah selesai. Saya akan kembali ke kantor. Permisi." Andrew membungkuk hormat dan meninggalkan Calista yang masih duduk termenung merenungi nasibnya. Mulai hari ini sudah sah menjadi istri seseorang.     

Siang sampai sore ini Calista menghabiskan waktunya dengan berkeliling rumah. sore menjelang malam, Calista berlari dengan seragam olahraga yang dibawanya dari kos-kosan. Rumah yang lumayan luas cukup memaksa Calista berkeringat setelah 1 jam berlari. Semua asisten dan pembantu dirumah itu menghomati nyonya baru mereka yang ternyata suka berolahraga. Tanpa disadari Calista, ada sepasang mata yang mengawasi segala gerak-geriknya dibalik kamera cctv yang terhubung dengan laptop.     

"Andrew, siapkan ruangan meeting dan panggil semua direktur dari semua divisi. 10 menit lagi kita kumpul." Pria itu mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas meja kerja yang terbuat dari kayu kualitas terbaik dunia, tanpa melepaskan sorot mata tajam ke arah monitor laptop yang memperlihatkan seorang perempuan sedang duduk beristirahat meluruskan kaki jenjangnya dibalik celana legging panjang sebatas mata kaki. Satu nilai plus untuk perempuan itu karena tidak memperlihatkan kulit tubuhnya ke sembarang orang, batinnya.     

"Siap tuan." Andrew yang sudah sampai kantor lagi, segera keluar ruangan mengurus keperluan rapat sang tuan.     

"Calista, kamu kenapa resign? Aku jadi tidak punya teman ngerumpi deh. Huu..." Dian, teman Calista semasa menjadi office girl menelponnya.     

"Dian, maaf ya... Aku... mau fokus kuliah dulu. Biar cepat kelar." Calista menundukkan wajahnya. Sulit baginya berbohong karena dia tidak terbiasa. Mungkin mulai hari ini, dia sudah harus mulai membiasakan diri berbohong.     

"Kuliah yaa... iya deh kalau begitu. Tapi, kos-an kamu masih disana kan? Kapan-kapan aku main yaa..." Jawab Dian lagi.     

"Duhh aku sudah pindah say. Nanti aku kasih tahu yaa alamatnya." Calista menggigit bibirnya. Dian, maafkan aku, batin Calista.     

"Ohh, ya sudah. Kita tetap berhubungan yaa. Kamu jangan lupakan aku. Aku tidak punya teman yang cerdas, cantik, tapi baik banget selain kamu. Aku jadi sedih deh. Hiks..." Terdengar sesenggukan Dian diujung telpon.     

"Kamu tetap teman terbaik aku. Sudah kerja dulu sana. Nanti diomelin pak bos loh, hahaha.." Calista beranjak berdiri meninggalkan tempat yang dijadikkannya beristirahat melemaskan otot kaki. Lantai teras belakang yang beralaskan batu alam menggunakan material koral merah Italy, hijau Italy, utih Italy dan Alor hitam. Sungguh perpaduan yang sangat estetik dan sangat pantas untuk sebuah hunian mewah ditengah kota.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.