Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 359. Punya Adik



III 359. Punya Adik

0"Aku tidak sejahat itu. Mereka hanya bekerja dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Dua belas jam berikutnya, mereka milikmu kembali." Ujar Jack. Jhonny mendengus mendengar ucapan Jack, "Benar-benar jiwa pengusaha pintar mencari peluang." Gumamnya dalam hati. Jhonny memutar kepalanya seperti kebiasaannya kalau sedang menahan emosi.     

"Okay, setuju. Syarat kedua? Aku harap ini syarat terakhir." Ucap Jhonny.     

Jack tersenyum mendengarnya.     

"Kamu, jadilah pengawal untuk keluargaku selama musuhmu tertangkap." Jawab Jack.     

"Pengawal di klab dan di rumah? Kamu pikir aku tidak ada pekerjaan lain?" Jhonny mulai meradang mendengar permintaan kedua Jack.     

"Cih! Itu terserah kamu. Atau, tuntutan itu terus berjalan. Kalau kamu tidak mau, lebih baik keluar. Aku butuh istirahat." Jack memejamkan matanya.     

'Dengar, aku adalah pemimpin dari genk Golden Eagle dan kamu mau menjadikanku hanya sebagai kacungmu? Sorry, aku tidak bisa. Silahkan saja lanjutkan tuntutanmu itu. Aku dengan senang hati akan mengantarkan empat anak buahku yang berada di tempat kejadian saat itu." Jawab Jhonny sambil memutar badannya hendak meninggalkan kamar dimana Jack menginap.     

"Kamu pikirkan baik-baik. Kalau aku cepat pulih, aku bisa bantu temukan orang yang membunuh anak buahmu dan membalaskan dendam keluarganya." Jawab Jack, hingga Jhonny pun menghentikan langkahnya. Darren hanya menjadi penonton dari dua orang yang sedang berakting.     

Jhonny memutar kembali kepalanya dengan gerakan ke kanan dan ke kiri.     

"Kalau ku menyetujuinya, aku akan menjadi pengawal keluargamu selama berapa lama?" Jhonny mempertanyakan nasibnya sendiri saat ini.     

"Hmm, mungkin sekitar 1 bulan juga sama seperti anak buahmu di klab milikku." Jawab Jack dengan suara rendah.     

"Huft, satu bulan dan aku harus tinggal didalam rumahmu, begitu? Bagaimana aku taruh mukaku kepada anak buahku? Mereka melihat pemimpin mereka menjadi kacung keluarga lain." Jawab Jhonny sambil menyeringai sinis.     

"Anak buahmu tidak akan tahu karena aku tidak pernah membawa istri dan anak-anakku ke klab malam." Jawab Jack dengan santai.     

"Mulai kapan aku dan anak buahku bekerja?" Jhonny mengeraskan rahangnya.     

"Dua hari lagi aku pulang dari rumah sakit. Saat itu aku ingin kamu sudah tingggal di rumahku." Jawab Jack dengan santai. Darren menatap Jack dan memberinya kode ucapan tidak masuk akal. Jack memberi kode dengan mata untuk tetap tenang dan semua akan baik-baik saja.     

"DEAL! Aku pergi sekarang, aku tidak perlu menandatangani kertas perjanjian itu sekarang. Aku percaya padamu." Jhonny berjalan keluar meninggalkan kamar yang penuh tekanan itu baginya.     

"Jack, apa yang kamu lakukan? Kamu sudah gila mempekerjakan seorang kepala preman menjadi penjaga keluargamu?" Darren bertanya dengan sangat heran dan nada suara agak kencang karena saking terkejutnya dengan keputusan yang dibuat Jack.     

"Tenanglah, lagipula bukan aku target mereka. Mereka hanya salah sasaran. Aku justru akan membantu mereka menemukan pembunuh itu. Kamu tenang saja. Aku tahu apa yang aku lakukan." Ucap Jack sambil tersenyum lemas.     

"Baiklah, terserah kamu saja. Sudah malam, aku harus pulang sekarang. Kamu tidak apa-apa aku tinggal?" Darren bertanya.     

"Para pengawalmu ada di luar, apa yang aku khawatirkan?" Balasnya.     

"Baiklah kalau begitu, see you tomorrow." Ucap Darren sambil melambaikan tangannya.     

"Take care. Thank you ya." Jack berkata sambil tersenyum.     

"You're welcome." Jawab Darren.     

-----     

Pagi hari disebuah rumah milik seorang pria yang hidup sendiri, tampak terjadi kesibukan disana. Pria itu mengemas pakaiannya dalam sebuah ransel. Tidak banyak pakaiannya jadi dia tidak akan terlihat seperti tamu hotel yang menyeret sebuah koper besar untuk menginap semalam saja.     

"Henry, kamu tempati rumahku selama satu bulan ini, mau?" Jhonny menelpon adik angkatnya yang masih bujangan, sama seperti dirinya itu.     

"Lalu bagaimana dengan kamar kontrakanku? Aku masih betah disini, aku tidak akan pindah kemana-mana." Jawab Henry.     

"Huft, mau bagaimana lagi? Padahal banyak stock makanan di lemari pendinginku yang selebar lemar baju ini, dan mobil jeepku pun aku tinggal. Ya sudahlah, aku akan berikan pada anak buahku untuk mengurusnya." Jhonny hendak memutuskan telpon ketika Henry diujung telpon berteriak, "MAUUU". Jhonny tersenyum licik. "Dasar lelaki suka gratisan!" Jawab Jhonny dalam hati.     

"Baiklah, aku tunggu paling telat malam ini. Karena besok pagi aku harus segera pergi," Ucap Jhonny serius.     

"Okay, tunggu aku pulang jam 4 sore, aku langsung ke rumahmu."Jawab Henry tersenyum senang.     

Kediaman kakak angkatnya ini walau seorang pemimpin preman, namun seluruh isinya rapih dan teratur di tempatnya masing-masing. Jhonny pun berjalan menuju kamarnya dan merebahkan posisi tidurnya. "Kapan lagi aku bisa tidur santai seperti ini? Mulai besok sampai satu bulan kedepan, aku akan menjadi kacung keluarga kaya raya yang sialnya adalah korban salah tembak anak buahku yang sangat bodoh dan ceroboh." Gumamnya.     

-----     

Sementara itu di tempat berbeda, sebuah keluarga yang terdiri dari daddy, mommy, dan anak lelaki mereka yang sangat tampan, mewarisi ketampanan sang ayah namun matanya seperti mommynya, hitam tajam dan bercahaya, sedang duduk bersama menghabiskan waktu untuk makan pagi.     

"Mommy, nanti kita main kerumah Raja lagi ya." Devan, si bocah tampan bertanya pada Dian, yang masih sangat cantik meski sudah memiliki anak.     

"Tidak hari ini ya sayang. Hari ini, kita akan kerumah Axel. Mommy sudah kangen sama nenek kamu." Jawab Dian. Sebenarnya Dian dan Dave sedikit rancu memanggil Agnes denga sebutan nenek karena Axel, anak mereka seusia dengan Devan.     

"Ke rumah Axel? Horee, disana ada kolam renang jadi kita bawa pakaian renang ya mom." Ucap Devan dengan celoteh riangnya. Dave yang mendengarkan dari tadi, tersenyum sendiri.     

"Devan, bagaimana kalau Devan hari ini menginap dirumah Axel?" Selintas terbersit di pikiran Dave untuk mengungsikan Devan sementara waktu, minimal satu hari saja. Anak lelakinya ini menempel erat dengan mommynya. Bahkan saat tidur pun maunya dikeloni oleh mommynya. Dave terkadang iri dengan Dian yang lebih sering bersama dengan anaknya dibanding menemani dirinya.     

"Menginap di rumah Axel? Memang boleh, mommy?" Devan meminta persetujuan mommynya. Dian mencium aroma-aroma maksud mencurigakan dari perkataan sang suami.     

"Mommy tanya dulu sama nenek ya. Kalau nenek sibuk, ya kamu jangan kesana." Jawab Dian.     

"Daddy sudah telpon kakek, katanya boleh. Karena Axel juga sendirian tidak ada teman." Jawab Dave.     

"Tuh kan mom, boleh. Horeee Devan mau menginap dirumah Axel dan berenang sepuasnya." Devan pun makannya lebih lahap dan lebih semangat. Sementara, Dave melirik nakal ke istrinya hingga membuat Dian menggeleng-gelengkan kepala.     

"Maksud kamu apa menyuruh Devan menginap dirumah mommy?" Dian bertanya pada suaminya ketika mereka sudah balik ke kamar selepas sarapan.     

"Sayang, Devan sudah empat tahun. Sudah waktunya punya adik." Jawab Dave sambil merangkul mesra pinggang istrinya dari belakang, yang sedang membuka lemari untuk berganti pakaian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.