Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 454. Mengalahkan Tim Pria



V 454. Mengalahkan Tim Pria

0"Siapa? Berani sekali dia! Apa dia sudah tidak mau bekerja lagi?" Darren menjawab dengan wajah angkuhnya.     

"RATU!" Keduanya kompak menyebut satu orang yang sama.     

"Huft, anak itu ... dia terlalu cerdas untuk anak seusianya." Ujar Calista sambil tersenyum.     

"Tentu saja, gen dari Anderson harus cerdas dan beda dari yang lain." Jawab Darren dengan bangganya. Calista menatap wajah suaminya lekat-lekat dan memicingkan matanya.     

"Darren, untung saja kamu tampan dan berduit. Kalau tidak, entahlah."     

"Kalau tidak, kenapa? Kamu tidak mau menikah denganku?" Darren menatap tajam perempuan hamil akibat perbuatannya di sampingnya.     

"Apa kamu lupa apa yang menyebabkan aku mau menikahimu? Pertama adalah karena uang. Kedua, ketiga, dan sebagainya aku tidak peduli." Jawab Calista sendu. Wajahnya menatap lurus ke bawah. Flat shoes dan lantai didalam lift menjadi tujuan pandangannya saat ini.     

"Sayang, itu masa lalu. Kamu jangan mengingat itu lagi ya. Aku sudah melupakannya dan kamu juga harus melupakannya." Darren menarik dagu sang istri dan berkata lembut di depan wajahnya. Ciuman lembut di pipi sang istri membuat Calista tersenyum tipis.     

"Mana bisa aku melupakannya? Dan, kamu tahu ... dalam kontrak itu setelah anak ketiga lahir maka ..."     

"Calista, CUKUP! Aku tidak mau membahasnya lagi. Dulu adalah suatu kesalahan dan kebodohanku. Aku harap kamu tidak mengungkitnya lagi. Aku ingin memiliki anak bersamamu. Bukan cuma 3 tapi 10, atau bahkan 20. Okay?" Pipi Calista yang mulai chubby di jepit dengan dua telapak tangan Darren yang lebar. Bibir Calista menjadi mengerucut lucu jika dilihat. Darren mencium bibir lucu mengerucut itu sambil menghisapnya seperti menghisap minuman menggunakan sedotan.     

"10? 20? Kamu kira aku kelinci atau kucing?" Wanita hamil itu cemberut mendengar permintaan sang suami yang sangat absurd.     

Darren tertawa terbahak-bahak dan mereka meninggalkan gedung kantor diiringi tatapan heran semua karyawan yang masih ada. Sejak kapan istri bos mereka ada di kantor? Bahkan satpam pun terkecoh karena semua atribut penyamaran Calista sudah di tinggalkan didalam kamar khusus yang ada di ruangan kerja Darren.     

Sesampainya di rumah Sara dan James, bulu kuduk Calista meremang. Entah mengapa dia merasa seperti baru pertama kali akan bertemu calon ibu mertuanya.     

"Calista sayang, kemarilah, sudah lama kamu tidak kerumah mommy. Apa kabar kamu, sayang?" Sara menyambut menantu satu-satu dan kesayangannya itu, melebihi sayangnya pada anak semata wayangnya, Darren. Darren dan Calista masuk ke dalam rumah sambil membawa keranjang buah sebagai buah tangan yang selalu diajarkan ibu angkat Calista jika berkunjung ke rumah orang lain.     

"Aku baik-baik saja, mom." Jawab Calista sambil tersenyum cerah. Ya, sudah lama dia tidak datang ke rumah ini. Semua masih tampak sama, hanya saja kenapa jantungnya menjadi dagdigdug tidak beraturan sekarang?     

"Kalian langsung menuju ke ruang keluarga. Kakek kamu sudah menunggu disana, Darren." Sara berkata sambil menepuk lengan kekar anaknya.     

"Hmm," Hanya itu respon Darren dan pria itu menggandeng istrinya masuk menuju ruangan yang dikatakan mommy.     

"Ibu ... Ayah ..." Seperti biasa, yang paling vokal dan enerjik siapa lagi kalau bukan si penuh antusias, Ratu.     

"Ratu sayang, baik-baik tinggal sama oma?" Calista mencium pipi kiri dan kanan anaknya lalu memeluknya erat.     

"Baik dong, aku kan cucu kesayangan oma." Jawab Ratu dengan tingkah manjanya. Darren mengacak-ngacak rambut panjang tergerai anak perempuannya.     

"Dimana kakakmu?" Kali ini sang ayah yang bertanya.     

"Kakak sedang di dalam kamar sama kakek uyut." Jawab Ratu sambil menunjuk kamar untuk kedua cucu-cucunya dirumah opa oma mereka.     

"Oh," Calista bangkit dari jongkoknya dan menatap Darren lekat-lekat.     

"Ada aku. Kakek tua itu tidak akan berani macam-macam." Jawab Darren santai sambil mengedipkan satu matanya. Calista menarik napas panjang sebelum menuju ruang keluarga. Tidak ada siapa-siapa kecuali ayah mertuanya, James.     

"Dad," Calista dan Darren menyapa bersamaan. Pria pendiam dan jarang berbicara juga tersenyum itu, sepintas mirip Darren dari wajah dan penampilannya. Hanya saja beberapa rambut putih sudah menghiasi kepalanya dan wajahnya pun sudah berkerut di beberapa sisi. Namun, masa seperti ini kalau orang bilang adalah masa keemasan seorang pria. Saat inilah seorang pria terlihat lebih menarik dibandingkan saat berusia 20an.     

"Kalian sudah datang. Dimana mommy kamu? Bawa teh lama sekali." Gerutunya. Calista tersenyum mendengar bibir ayah mertuanya yang selalu saja memiliki perdebatan kecil dengan mommy mertuanya.     

"Ini ini, apa perlu kamu menggerutu di depan anak dan menantu kamu? Nanti mereka pikir aku tidak bisa merawatmu." Sara datang dengan membawa segelas cangkir berisi teh manis kesukaan sang suami. James tidak ingin orang lain yang melayani makan minumnya meskipun didalam rumah ini terdapat banyak belasan pelayan. James tersenyum senang dan mengucapkan terima kasih sambil mengedipkan satu mata pada istri tercinta.     

"Kakek dimana, mom?" Darren menyandarkan punggungnya di sofa dan merengggangkan kakinya melepas lelah karena baru pulang berkutat dengan setumpuk dokumen yang dia kerjakan sendiri akibat membiarkan istri hamilnya tidur terlalu lama.     

"Ada didalam kamar dengan Raja. Kamu tahu, Darren? Selama ini mommy dan daddy sangat hati-hati bicara dengan kakek kamu. Tapi, tidak dengan si kembar. Mereka membuat kakek kamu tidak bisa berkata-kata dan berkutik. Darren terkekeh sedangkan Calista hanya tersenyum lirih.     

"Sebentar, mommy panggil kakekmu dulu." Sara beranjak meninggalkan ruang keluarga untuk menuju kamar kedua cucunya yang beberapa hari ini membuat isi rumahnya dipenuhi canda tawa mereka yang riang.     

"Ke kiri ... kiri ... gas ... gas ... yang cepat kek! Rem ... rem ... putar ke kiri ... awas ada rambu! Aaahhhh, kalah lagi deh!" Raja menghentakkan kakinya ke atas lantai sementara Ratu tertawa senang karena berhasil mengalahkan tim pria yang berisi dua anggota: Raja dan kakek uyutnya.     

"Hahaha, kak Raja dan Kakek berutang banyak padaku hari ini." Wajah seorang pria tua menjadi kesal dan gemas karena bisa dikalahkan oleh cucu perempuannya. Ditambah lagi dengan bisingnya suara cucu lelakinya yang memerintah ini itu.     

"Ayo main lagi!" Robert Anderson, kakek buyut dari Raja dan Ratu itu memerah wajahnya. Rambut putih yang lumayan lebat menghiasi rahangnya.     

"Mainnya cukup sampai disini. Dad, ada Darren dan Calista di depan. Mereka ingin bertemu daddy." Jawab Sara dengan ramah. Mainan remote itu pun diambil Sara dan dirapihkan ke tempat semula.     

"Ayah dan ibu? Ayo kek kita keluar!" Raja menggenggam tangan pria yang pernah menjadi penguasa bisnis di kawasan Asia Pasifik itu, sebelum perusahaannya di serahkan pada James, dan sekarang berada di tangan ayah dari kedua bocah kecil yang menunntunnya jalan keluar.     

"Baiklah," Robert yang bahasa Indonesianya masih terbata-bata, menurut saja dituntun keluar oleh kedua cucu uyutnya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.