Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 462. Terlanjur Beku



V 462. Terlanjur Beku

0Hampir saja mereka berciuman kalau saja tidak diperhatikan lekat-lekat oleh kedua anak mereka yang tersenyum geli sendiri.     

"Kalian sedang apa? Cepatlah sarapan sebelum terlambat. Ehem," Darren mengalihkan perhatian kedua anaknya pada lauk yang diberikan ke atas piring mereka. Raja dan Ratu terkekeh bersamaan. Calista tersenyum geli melihat suaminya salah tingkah.     

Sesi sarapan akhirnya selesai. Calista mengantarkan suami dan kedua anaknya sampai pintu depan. Setelah itu, dia meminta Hera untuk memanggil supir yang akan menemaninya kerumah Dian. Sementara ibu hamil itu akan ke kamar untuk berganti pakaian dan mengambil tas selempang andalannya.     

"Kita ke rumah Dian ya pak."     

"Siap, nyonya."     

Mobil yang membawa Calista pun melaju meninggalkan perumahan paling mewah di kawasan elit tersebut. Calista sudah ingin sekali menjenguk temannya itu kedua kalinya setelah peristiwa yang hampir merenggut nyawa Dian. Namun, banyaknya kesibukan dan peristiwa lain membuat dirinya baru bisa melaksanakan keinginannya hari ini.     

TOK TOK TOK!     

"Siapa?" Suara Dave menggema menjawab ketukan di depan kamarnya.     

"Ada nyonya Calista di ruang tamu ingin menjenguk nyonya katanya." Feni menjawab panggilan tuannya dengan hormat.     

"Calista? Kenapa dia tidak bilang kalau mau datang?" Dian berkata dengan suaranya yang masih lemas.     

"Mungkin dia ingin membuat kejutan." Jawab Dave. Pria yang menjaga istrinya lebih dari menjaga dirinya sendiri ini, sudah bersiap dengan setelan jasnya untuk berangkat kerja. Namun, dia ingin setiap pagi dialah yang menyuapi istrinya sarapan. Dave ingin memastikan istrinya makan dengan mata kepalanya sendiri.     

"Antar dia kemari." Jawab Dave pada Feni yang masih menunggu jawaban di luar.     

"Siap, tuan." Feni pun turun ke lantai satu untuk memanggil ibu hamil lainnya naik ke kamar majikannya.     

"Silahkan langsung ke kamar, nyonya. Nyonya Dian sudah menunggu di kamar."     

"Oh baiklah, terima kasih Feni," Calista pun berjalan mendahului Feni.     

"Dian, Dave. Maaf aku baru sempat kesini. Dian, apa kabarmu? Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik? Aku bawakan bubur kesukaanmu. Mumpung masih hangat, dimakan ya." Calista meletakkan kotak makan berbentuk strawberry cantik seperti kotak makan anak-anak tapi ukurannya besar.     

"Kalau begitu, aku tinggalkan kalian berdua. Aku berangkat dulu, sayang." Dave mengecup pipi kiri dan kanan sang istri. Tidak lupa lumatan di bibir membuat Calista melebarkan matanya. Ternyata, status suami mesum tidak hanya disematkan pada suaminya, Darren. Suami temannya ini sama sikapnya seperti Darren.     

Dian tersenyum malu-malu, lupa menyadari ada temannya yang memperhatikan mereka berdua. Setelah Dave keluar kamar, Calista menghampiri Dian dan duduk di sisinya.     

"Bagaimana kabar baby? Sepertinya kita akan lahiran di bulan yang sama." Usap Calista pada perut sang teman.     

"Iya, mudah-mudahan ya."     

"Oya, kamu sudah tahu siapa yang membuatmu seperti ini?"     

"Aku curiga Wina. Aku sempat mendengar suara perempuan didalam mobil tapi wajahnya tertutup kain. Tapi ..."     

"Tapi, suamimu tidak percaya?" Calista berkata.     

"Hmm, dia tidak ingin menuduh tanpa bukti. Dan, aku tidak punya bukti itu." Jawab Dian dengan wajah pasrah.     

"Aku ingin membantumu tapi aku tidak tahu caranya. Bagaimana ini?" Calista ikut menghela napas pasrah.     

"Kamu disini saja jenguk aku, aku sudah senang. Dan, kamu tahu? Orang yang mendonorkan darahnya padaku, ternyata dia adalah ... ayahku yang hilang." Dian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sahabatnya menangis sesenggukan. Setelah sekian lama Dian hidup sendiri di panti, dan mengira keluarga yang di kampung adalah keluarganya yang ternyata adalah keluarga angkatnya, kini ... Calista langsung terbelalak matanya. Dia teringat sesuatu     

"DIAN!" Dian langsung mendongak dengan mata sembab. Teriakan Calista menghentikan tangisannya.     

"Kamu kenapa? Kenapa teriak-teriak? Huhuhu,"     

"Dian, berarti ... kamu adalah ..."     

"Aku adalah apa? Jangan sepotong-sepotong kalau bicara!"     

"Berarti kamu adalah ..."     

"APA?"     

"Kamu adalah ... adik dari kak Rosa! Kalian kakak beradik." Senyum cerah terpancar dari bibir Calista dan menular ke seluruh permukaan wajahnya.     

"Apa? Aku dan kak Rosa ... ?" Calista mengangguk-angguk senang. Ibu dari Raja dan Ratu itu memeluk sahabat dekatnya dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.     

"Dian, setelah sekian lama penantianmu, akhirnya ... kamu akan berkumpul dengan keluargamu." Tidak terkira betapa bahagianya Calista mendengar kabar baik ini.     

"Calista, aku ... aku sudah terbiasa hidup sendiri. Aku sudah punya Devan dan Dave. Aku tidak mau tahu lagi yang lainnya." Jawab Dian lirih.     

"Kamu salah, sayang! Dengan adanya keluarga besar, Devan akan memiliki tante dan kakek. Kamu akan memiliki kakak, kakak ipar, dan keluarga besar. Kalian tidak akan hanya bertiga saja." Jawab Calista sambil mendekap pipi temannya dengan kedua tangannya.     

Dian terdiam. Benar juga kata temannya ini tapi ... mengapa dirinya tidak merasa gembira atau bahagia meluap-luap?     

"Apa karena hatiku sudah terlanjur beku dengan yang namanya keluarga? Apakah karena aku sudah tidak peduli dengan yang lainnya selain Devan dan Dave?" Gumamnya dalam hati.     

"Sudahlah. Aku akan pertemukan kamu dengan kak Rosa. Nanti setelah dia juga sembuh dari cideranya. Kalian berdua sama-sama mengalami kecelakaan di hari yang hampir bersamaan. Ikatan batin kalian sangat kuat satu sama lain." Ujar Calista. Dian tersenyum tipis.     

"Calista, ada satu yang aku baru ingat sekarang." Dian berkata tiba-tiba.     

"Apa itu?"     

"Perempuan yang selalu datang bersama tuan Baron ..."     

"Ayahmu."     

"Iya lah ayahku, huft. Perempuan yang selalu datang bersamanya, aku merasa mengenalnya. Suara dan tatapan matanya, aku seperti pernah mengenalnya dimana ya." Dian memutar kedua bola matanya.     

"Akupun merasa demikian." Jawab Calista.     

"Jadi, sekarang dimana ayah kamu?"     

"Katanya, hari ini mau bertemu suamimu dulu. Lalu kembali kesini untuk bermain dengan Devan. Dia ... minta ijin Dave untuk membawa Devan pulang tapi aku tidak mengijinkan. Karena Devan masih sekolah." Jawab Dian.     

"Ke kantor Darren? Dengan perempuan itu? Sebentar ..."     

Calista mengambil ponselnya dan menelpon Andrew, bukan Darren.     

"Andrew? Apa suamiku lagi ada tamu?" Tanya Calista.     

"Benar, nyonya. Tuan Baron dan ada perempuan juga seorang lelaki. Mereka ber 4 ada diruangan tuan." Jawab Andrew.     

"Andrew, kamu halangi mereka jangan sampai pergi sebelum aku datang. Jangan kemana-mana! Aku mau kesana. sekarang." Tut tut tut.     

"Ada apa Calista?"     

"Kalau aku tidak salah, perempuan yang selalu ada didekat tuan Baron adalah ...Britney. Dia menyamar menjadi Laura. Aku harus segera menyusul mereka dan membuka kedoknya sebelum meresahkan." Ujar Calista dengan rahang mengeras. "Aku pamit dulu. Jaga dirimu baik-baik! Lekas sembuh jadi kita bisa hunting pakaian baby." Senyum Calista yang singkat, langsung perempuan hamil itu meninggalkan perempuan hamil lainnya diatas kasur sendirian dengan mata melongo.     

-----     

"Mereka masih ada di dalam?" Calista yang baru saja sampai keluar lift khusus, langsung bertanya pada Andrew yang duduk di kursi khususnya.     

"Masih." Jawab Andrew singkat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.