Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 463. Tujuh Orang Dewasa



V 463. Tujuh Orang Dewasa

0"Mereka masih ada di dalam?" Calista yang baru saja sampai keluar lift khusus, langsung bertanya pada Andrew yang duduk di kursi khususnya.     

"Masih." Jawab Andrew singkat.     

TOK TOK TOK     

"Masuk,"     

"Selamat siang, tuan Baron. Maaf mengganggu." Calista melangkahkan kaki berusaha tetap tenang. Perempuan itu, yang menyamar dan memiliki nama samaran Laura, menatapnya sinis.     

"Hai Laura, apa kabar?" Calista duduk di antara Laura dan Darren yang kelihatannya sedang menjelaskan proyek yang akan mereka kerjakan.     

"Sayang, kenapa kamu tidak bilang mau datang? Aku akan menjemputmu." Darren memberi ruang pada istrinya yang sudah mulai membuncit di bulan ke tiga kehamilannya.     

"Aku kebetulan lewat. Aku baru pulang dari rumah ... anak tuang Baron." Calista tersenyum ramah dan mengangguk sopan pada pria yang sedang duduk di sofa di hadapan mereka.     

"Bagaimana kabar Dian? Aku hari ini belum kerumahnya lagi."     

"Dian baik-baik saja, tuan."     

"Panggil aku pak, aku bukan majikanmu, nyonya." Ucap Baron sambil terkekeh. Calista dan Darren ikut tersenyum mendengarnya. Tapi tidak dengan Laura. Perempuan itu menatap sinis Calista yang membuyarkan rencananya untuk berdekatan dengan Darren.     

"Kalau begitu, anda bisa memanggil saya dengan nama saja, Calista." Calista tersenyum hangat pada pria paruh baya yang mulai menemukan kembali keluarganya setelah hampir separuh abad usianya.     

"Maaf kalau aku mengganggu, bisakah aku bicara sebentar dengan suamiku?" Calista akhirnya mengutarakan maksud kedatangannya.     

"Ada apa sayang? Bisa nanti dibicarakan? Aku masih di tengah-tengah rapat."     

"Tidak bisa." Sorot mata tajam Calista membuat Darren tersenyum lirih.     

"Baiklah. Kalau begitu tuan Baron, saya panggil asisten saya untuk menemani sebentar disini." Ucap Darren.     

"Ya sillahkan. Istri yang sedang hamil memang emosinya tidak terduga." Jawab Baron.     

Calista dan Darren pun keluar dari ruangan menuju ruangan rapat yang letaknya cukup jauh dari ruangan kerja Darren. Andrew yang menggantikan sementara, langsung masuk ke ruangan bosnya. Suasana formal berubah menjadi kekeluargaan karena Andrew berbicara dengan ayah mertuanya.     

"Darren, aku langsung saja ya."     

"Ya, ada apa sayang? Duduklah dulu sebelum berbicara." Darren menepuk-nepuk sofa disebelahnya duduk. Calista pun menurutinya.     

"Laura, perempuan itu, dia adalah ..."     

"Britney." Ucapan Darren sontak membuat Calista terbelalak kaget.     

"Kamu?"     

"Ya, aku sudah tahu." Darren menyandarkan punggungnya.     

"Jadi, kamu sengaja membiarkan dia mendekatimu?" Kini Calista uring-uringan. Suaminya sudah tahu tapi malah tampak santai.     

"Sayang, dia sedang melancarkan tipu muslihat baru. Dia tidak hanya ingin mencelakaiku, tapi juga Dave, dan papah Donni." Jawab Darren.     

"Apa? Kenapa jadi banyak sekali targetnya?"     

"Karena dia pernah beberapa kali berhubungan dengan Dave, saat Dave belum menikah dengan Dian. Dan, Britney juga pernah menjadi istri papahmu. Tentu kamu tidak lupa kan?" Darren mengingatkan masa lalu kedua pria itu.     

"Tentu saja. Lalu apa yang akan kamu lakukan?" Calista bertanya.     

"Aku ingin mencari bukti kejahatan lain yang dia lakukan sehingga dia tidak akan kabur kembali."     

"Bukankah dengan laporan ke polisi kalau dia buronan itu sudah lebih dari cukup?" Calista semakin tidak mengerti dengan cara berpikir Darren. Menurut kaca mata awamnya, Britney adalah buronan dan jika dilaporkan maka dia akan kembali ke penjara.     

"Kamu tahu, sayang? Dia dibebaskan karena dia bisa melakukan segalanya dengan uang. Aku akan membuat dia bangkrut tanpa uang sepeserpun. Dan, bukan rumah sakit tempatnya. Tapi, rumah sakit jiwa." Ujar Darren sambil mengeraskan rahangnya.     

"Darren, aku tidak tahu. Aku benar-benar tidak tahu. Tapi, aku harap, kamu selalu menjaga dirimu dengan baik. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada ayah anak-anakku." Jawab Calista dengan wajah menunduk.     

"Kamu meremehkan kemampuanku, sayang." Darren mengangkat tubuh perempuan hamil dan mendudukkannya di atas pahanya.     

"Aku berat,"     

"Aku kuat. Bahkan jika kamu hamil kembar lagi, aku masih kuat menggendong kamu di usia 9 bulan kehamilanmu." Ujar Darren sambil mengusap perut istrinya. "Aku tidak ingin kehilangan momen menunggumu melahirkan dan ada disampingmu saat kamu mengorbankan nyawamu untuk melahirkan." Ucap Darren dengan mata sendunya.     

"Tentu saja, aku yakin semua akan baik-baik saja." Calista memeluk erat tubuh pria yang semakin hari semakin dicintainya itu.     

-----     

Tiga hari berlalu     

7 orang dewasa duduk melingkari sebuah meja kayu yang cukup luas. Rumah Dave yang teduh menjadi tuan rumah untuk ke lima tamunya. Darren dan Calista, Andrew dan Rosa, juga Baron. Dave dan Dian duduk saling berdampingan. Ini kali pertama mereka bertemu setelah penantian panjang masing-masing dalam menemukan keluarga yang tercerai berai.     

"Aku ... tidak tahu apa yang harus aku katakan. Kesalahan orangtua membuat anak-anak menderita." Baron bersandar di kursi dengan matanya lurus menghadap ke depan. Pria itu duduk di ujung tengah seorang diri.     

"Rosa, Dian, kalian adalah kakak adik kandung yang sudah lama aku cari. Kalian tumbuh menjadi wanita yang cantik dan baik, memiliki keluarga yang sangat menyayangi kalian. Aku tidak merasa terlalu bersalah. Huft," Baron menghela napasnya.     

"Ayah," Rosa dan Dian berkata serempak. Masing-masing suami mereka menatap istrinya masing-masing dengan perasaan heran.     

"Kalian bersedia memanggillku ayah?" Baron tampak sangat senang sekali.     

"Ayah, apapun yang terjadi di masa lalu, aku sudah mengikhlaskan. Mungkin dengan begitu, caranya aku bisa bertemu dengan suami kita masing-masing. Entah apakah aku masih bisa bertemu Dave jika aku tidak masuk ke panti asuhan dan bekerja keras mencari nafkah untk sekolah dan akhirnya menjadi ... sekretaris." Di kata terakhir, Dian mengerutkan bibirnya malu. Pengalaman pertama menjadi sekretaris dan baru saja 1 bulan tapi sudah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari pria yang kini menjadi suaminya.     

"Ehem," Dave merasa sangat malu bila mengingat peristiwa itu.     

"Benar, aku juga hidup mandiri lalu bertemu dengan Calista dan Andrew. Semua terjadi sudah merupakan takdir. Aku bukan anak kecil lagi yang akan tantrum karena tidak mendapatkan hidup layak yang aku inginkan." Ujar Rosa lagi. Andrew mendekap hangat bahu istrinya.     

"Kak ... Rosa, senang bertemu dengan kakak kembali." Dian mengusap hidungnya yang mulai meler karena menangis.     

"Dian, aku juga ... senang bertemu denganmu kembali." Rosa dan Dian saling berpelukan setelah Rosa menghampiri kursi Dian yang masih belum bisa berdiri dengan stabil.     

Calista ikut menangis haru menyaksikan pemandangan penuh cinta ini.     

"Semoga aku cepat diberi momongan seperti kalian." Ucap Rosa pada Dian dan Dave.     

"Aamiin." Ucap Dian dengan tertawa senang, Benar kata Calista, memiliki keluarga besar itu lebih baik daripada sendirian. Setidaknya lebih banyak cinta untuk anak-anak mereka dan lebih punya banyak teman pastinya.     

"Ini kehamilan keduamu ya. Devan akan segera punya adik yang tampan atau cantik pastinya," Ujar Rosa.     

"Ya, andaikan kami diberi kesempatan untuk memiliki anak kembar lagi. Tapi ya sudahlah, kembar atau tidak yang penting sehat dan tidak kekurangan suatu apapun." Ucap Dian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.