Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 466. Pemakaman Baron Sabit (2)



V 466. Pemakaman Baron Sabit (2)

0Rumah Dave yang biasanya sunyi kini berubah jadi ramai. Tenda dipasang di depan halaman rumahnya yang luas. Tamu yang datang ingin melayat datang terus menerus. Mendengar pengusaha terkenal Baron Sabit meninggal, beritanya langsung tersebar di berita online. Semua orang yang mengenalnya dan kebetulan ada di Jakarta langsung berdatangan ingin melayat. Beberapa awak media yang ingin meliput, dicegah oleh beberapa petugas keamanan yang disiagakan di pintu masuk.     

Saat pemakaman pun tiba. Kini semua orang pelayat sudah berkumpul mengitari sebuah lubang makam untuk pria yang menghabiskan sisa hidupnya dengan bekerja dan mencari dua anaknya. Bahkan Baron sendiri semasa hidupnya sudah tidak peduli lagi dengan mantan istri yang meninggalkannya. Baginya, istri ada istilah mantan. Tapi hubungan antara ayah dan anak tidak ada istilah mantan.     

Pemakaman berjalan khidmat. Semua orang tampak khusyuk mendengarkan lantunan doa-doa yang dipanjatkan seorang ustadz. Acara pemakaman pun bubar dan satu persatu peziarah meninggalkan makam. Hanya Dian, Dave, dan Devan juga Rosa dan Andrew yang masih bertahan di depan makam Baron. Sedangkan yang lainnya kembali ke rumah Dave untuk mengontrol urusan di dalam rumah itu.     

"Sayang, kita kembali sekarang. Kasihan Devan dan bayi dalam kandunganmu. Ayah pasti sudah tenang karena sudah bertemu dengan anak-anaknya." Ujar Dave. Dian mengangguk setuju. Setelah berdoa selama beberapa saat, kedua keluarga itu pun meninggalkan makam Baron.     

Sesampainya mereka dirumah Dave, sudah tidak banyak lagi orang. Hanya keluarga dari teman-teman dekat mereka saja yang masih berkumpul untuk memberikan dukungan moril.     

"Yang tabah ya, Dian." Calista memeluk tubuh sahabatnya. Dua ibu hamil itu sudah mulai terlihat buncit di usia kehamilan yang semakin bertambah.     

"Iya, terima kasih Calista. Kamu dan Darren selalu ada buat kami. Kami terus merepotkan kalian."     

"Sssst kamu tidak boleh bicara begitu. Kita semua teman jadi kita pasti akan selalu saling tolong menolong." Calista menuntun temannya untuk duduk bersama dengan para wanita lain. Carol, Likha, dan Jenny sudah menunggu mereka berdua untuk duduk bersama lesehan di bawah agar lebih nyaman. Sementara para anak kecil berada di ruangan bermain dengan para pengasuhnya masing-masing. Di sisi lain, para bapak-bapak duduk di teras samping rumah yang menghadap ke kolam renang.     

"Meninggalnya ayah mertua kamu bukan karena penyakit. Aku curiga ada hubungannya dengan perempuan dan laki-laki yang bertindak sebagai asisten almarhum." Ucap Darren.     

"Aku juga merasakan hal yang sama. Mereka terlalu mencurigakan sejak awal kehadiran di sekitar ayah mertuaku." Ucap Dave.     

"Kamu tidak mencurigai britney yang menjadi buronan, kan?" Seloroh Jack. Semua mata tertuju pada pria yang kalau berbicara langsung to the point tapi selalu mengejutkan semua orang.     

"Bagaimana kamu bisa menebak kalau itu dia?" Darren bertanya.     

"Aku pernah bertemu dia sekali di kantormu. Meskipun dia memakai kontak lensa tapi aku langsung mengenalinya. Dia benar-benar tidak akan jera menghancurkan hidup Calista dan orang-orang disekitarnya." Jawab Jack sambil menyesap minuman soda kalengnya.     

Semua orang terdiam. Britney memang hanya seorang perempuan tapi sepak terjangnya terlalu iblis bagi siapapun yang menghalangi jalannya. Dia rela menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai.     

"Lalu apa rencanamu?" Tanya Lewis kali ini yang bersuara.     

"Entahlah, aku belum terpikir ke arah sana." Ujar Jack menimpali pertanyaan sahabatnya.     

"Tapi kamu dan istrimu bersiap-siaplah kalian terkejut dengan perebutan harta gono gini milik almarhum. Seharusnya pengacara tuan Baron sudah mempersiapkan ini jauh-jauh hari." Ucap Lewis.     

"Hmm, aku tahu itu. Tapi istriku tidak peduli, apakah dia mendapatkan atau tidak, dia tidak pernah peduli tentang harta warisan." Jawab Dave sambil tersenyum bangga pada perempuan yang dimiliki dengan susah payah itu.     

"Tapi, tetap saja itu hak anak-anaknya Baron. Tunggu saja mungkin besok pengacaranya akan datang kerumah ini dan membacakan semuanya." Jawab Darren.     

"Baiklah. Anyway, terima kasih atas kehadiran kalian. Kami selalu merepotkan kalian dengan segala urusan. Kami tidak akan melupakan semua ini." Ucap Dave.     

"Ini bukan masalah. Tapi, aku dan keluargaku pamit kembali pulang sekarang. Leon sedang tidak enak badan sepulang dari liburan panjangnya ke Bali. Keep in touch, okay?" Lewis memberikan toss sapaan khusus para lelaki yang biasa mereka lakukan jika bertemu dan berpisah.     

Satu persatu semuanya pun pulang. Kini tinggallah Dian dan Dave juga Devan serta beberapa pelayan seperti biasa. Devan diantarkan tidur oleh Dian dan akhirnya bocah kecil itu pun tertidur dalam dekapan mommynya. Dave yang melihat istrinya tertidur pulas disamping Devan, langsung mengangkatnya untuk dipindahkan ke kamarnya sendiri diatas. Wanita hamil itu pun kini bisa terbaring dengan leluasa di atas kasurnya sendiri. Sementara Dave, membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum beristirahat.     

-----     

"Darren, aku merasa pacar pertamamu itu kembali lagi menghantui kehidupan kita." Calista dan Darren yang sudah berada di rumahnya kembali dan kini sedang berada di dalam kamarnya, bercakap-cakap membahas peristiwa yang terjadi hari ini.     

"Hah, apa? Cinta pertama?" Darren terkekeh tidak berdaya dengan ungkapan yang disematkan istrinya.     

"Iya, cinta pertama kamu, cinta terindah dan paling membekas, cih!" Ujar Calista diakhiri dengan decihan sinis.     

"Maaf istriku, aku dulu memang bodoh dan tidak bisa melihat mana cinta mana buta. Aku dulu dibutakan olehnya." Jawab Darren dengan seringai liciknya. "Lalu, apa maksud sayangku dengan 'menghantui kehidupan kita?" Tanya Darren lagi.     

"Aku merasa ... Laura itu adalah Britney." Ujar Calista sambil menatap cermin rias di atas mejanya. Darren terdiam. Istrinya ini memang tidak bisa dikelabui. Matany semakin tajam menganalisa sejak hamil.     

"Menurutmu begitu?"     

"Hmm, apa kamu tidak merasakan hal yang sama?" Tanya Calista lagi.     

Darren yang sedang memanjangkan kakinya diatas kasur sambil membuka laptop untuk memantau pekerjaan anak buahnya, terpaksa menutup laptop dan menghampiri sang istri yang masih menyisir rambutnya sejak tadi.     

"Sayang, siapapun dia, kita harus hati-hati. Mungkin besok atau lusa, pengacara tuan Baron akan membacakan wasiat dirumah Dave. Saat itulah, akan terjadi huru hara yang mungkin akan mengacaukan mood kalian para wanita hamil. Kamu dan Dian." Ujar Darren sambil memeluk pinggang sang istri yang sudah melebar.     

"Aku? Apa hubungannya denganku?" Calista tidak mengerti.     

"Karena, perempuan itu tidak akan berhenti sebelum tujuannya tercapai." Ujar Darren lagi.     

Kini gantian Calista yang terdiam. Masih ingat dalam pikirannya bagaimana dia hampir kehilangan nyawanya dan anak yang dikandungnya ketika pisau menancap di punggungnya. Beruntung, Calista berhasil mengamankan perutnya. Kalau tidak, pasti Raja dan Ratu tidak akan hadir di dunia ini. Pikirnya.     

"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" Calista bertanya.     

"Kamu tetap didalam rumah dengan anak-anak dan selalu dalam pengawalan. Juga, kamu jangan pernah keluar rumah tanpa orang yang mendampingi. Ingat itu!" Darren bertitah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.