Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 475. Perempuan Absurd



V 475. Perempuan Absurd

0"Sungguh seorang perempuan yang sangat berani dan punya inisiatif langsung." Pikir Jay yang langsung tahu maksud dari bosnya, menempatkan Ruby sebagai bos dari Anton.     

"Benar sekali, tuan Jay." Anton menjawab tanpa menatap mata Ruby. Perempuan yang baru saja dinobatkan sebagai seorang manager itu, menyeringai sinis melihat sikap pria yang sangat berbeda dengan saat itu mereka hanya berdua.     

Rapat pun berakhir dan semua kembali ke tempat masing-masing. Begitu pun dengan Ruby dan Anton yang kembali keruangannya. Anton menempati meja di luar ruangan Ruby. Perempuan asli kelahiran London itu melihat-lihat isi ruangannya. Meskipun tidak sebesar ruangan kerjanya dinegeri biru sana, Ruby cukup puas dengan kondisi interiornya.     

"Kenapa kamu memilih bekerja dengan tuan Donni? Bukankah kamu bisa bekerja dibawah tuan Roberts atau tuan James?" Anton yang mengantarkan bos barunya itu melihat-lihat ruangannya, mempertanyakan rasa penasarannya sejak tadi.     

"Aku merasa kalau tuan Donni memiliki lingkungan kerja yang menyenangkan, tidak kaku, dan sangat fleksible. Aku tidak suka dengan suasana kerja yang monoton dan terlalu baku dan ketat." Jawab Ruby sambil menyentuh beberapa alat tulis dan mengusap meja juga kursi kebesarannya. Anton mengernyitkan alisnya.     

"Huh, lalu sebenarnya untuk apa kamu bekerja? Bukankah kamu sudah lahir dalam keadaan bergelimang harta dan sangat amat berlebihan? Aku yakin gaji kamu sebulan juga tidak seberapa dibandingkan harga pakaian ber merek yang kamu kenakan sehari-hari." Ujar Anton dengan ketusnya. Entah mengapa, Anton merasa kesal dengan perempuan yang bertindak semaunya ini. Lebih kesal lagi ketika dia dilamar langsung dihadapan keluarga besar. Bukankah seharusnya pria yang melamar? Ehhh, pikiran macam apa ini? Kenapa aku malah mempersoalkan lamaran tidak jelas itu? Anton menghela napasnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran aneh yang bersemayam di pagi hari.     

Ruby duduk dengan elegannya di kursi tersebut. Kedua kepalan tangannya diletakkan dibawah dagunya yang cantik. Perempuan itu justru tersenyum mendapati semua pertanyaan pria yang usianya setara dengan adik kandungnya, Emillia.     

"Anton, saat jam bekerja, panggil aku dengan sebutan Miss Ruby. Diluar jam kerja kamu bebas memanggilku dengan sebutan apapun. Ruby, sayang, cinta, honey, my love, atau apapun kesukaanmu. Aku tidak ingin orang-orang tahu hubungan kita. Kamu tahu kan?" Ruby mengedipkan satu matanya dengan aura menggoda.     

Anton terbelalak kaget mendengar ucapan perempuan yang tidak tahu malu itu. Adik angkat Calista itu pun menghela napasnya dan memejamkan mata untuk mengatur emosinya yang mudah naik darah bila didekat perempuan ini.     

"Honey, my love, sayang? What the ...." Gumam Anton dalam hati.     

"Baiklah, kalau begitu saya kembali ke meja saya, Miss Ruby." Anton menundukkan kepalanya sedikit dan memutar tubuhnya untuk keluar dari ruangan kerja manager barunya.     

"Okay, husband. Kerja yang benar ya. Buat tabungan anak-anak kita kelak." Jawab Ruby sambil terkekeh. Anton menolehkan kepalanya lagi sambil melotot lebar.     

"What? Kan kamu yang tidak boleh memanggilku nama, aku bebas memanggilmu apa saja!" Ruby mengangkat kedua bahunya sambil mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Anton mengeraskan rahangnya dan berjalan cepat keluar dari ruangan Ruby lalu menutup pintu yang hendak dibantingnya tapi tidak jadi.     

"Hahahaha," Ruby tertawa terbahak-bahak merasakan hiburan di pagi hari yang akan membuatnya semangat bekerja sepanjang hari.     

"Dasar perempuan absurd, tidak tahu malu!" Anton menggerutu dan memakai kacamatanya kembali untuk langsung bekerja.     

-----     

"Selamat datang kembali tuan dan nyonya juga tuan muda dan nona muda." Hera menyambut kedatangan empat orang yang membuat rumah menjadi sunyi dan gelap selama kepergian mereka berlibur. Biasanya rumah ini selalu ramai dengan tingkah para anak-anak dan juga interaksi antara tuan dan nyonya nya yang tidak sungkan menampakkan kemesraan dimanapun.     

"Hmm," Darren langsung menuju kamarnya. Calista membantu dua anaknya lebih dulu ke kamarnya.     

"Bu Hera, tolong mandikan mereka dahulu baru bisa tiduran ya. Pastikan mandi dengan air hangat." Ucap Calista pada wanita yang telah setia bekerja dirumah ini sejak Calista dan Darren baru menikah.     

"Siap nyonya," Ujar Hera. Calista pun mengecup kedua buah hatinya sebelum meninggalkan mereka di kamar.     

Calista menghela napasnya sebelum menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dirinya dan Darren sempat bersitegang tadi didalam mobil mengenai Anton dan Ruby. Darren tidak peduli Ruby mau bekerja dimana atau menikah dengan siapa. Hanya saja, dia tidak suka perempuan itu tinggal di rumah papi maminya. Sementara, Calista merasa itu hal yang wajar karena perempuan bule itu tidak mengenal siapapun dinegara ini dan akan semakin riskan kalau tinggal sendirian. Terlebih lagi, Ruby dipanggil ke Indonesia atas desakan Roberts, kakek Darren jadi mau tidak mau kakek buyut dari si kembar itu harus bertanggung jawab pada kehidupan anak gadis orang di negeri lain.     

Calista membuka pintu perlahan. Tidak didapati suaminya didalam kamar. Perempuan hamil itu berjalan dengan perut membusung mencari ke kamar mandi tapi tidak juga ada disana.     

"Sayang, kamu dimana?" Calista mencari sang suami yang harum tubuhnya masih membekas di kamar ini tapi penampakkannya tidak terlihat. Tidak ada suara sahutan sama sekali. Satu-satunya tempat yang belum dicari adalah ruangan pakaian atau dressing room. Benar saja, pria itu ada disana. Postur tubuhnya yang tinggi jangkung atletis, tampak semakin tampan saat sedang bersandar dengan satu tumit kaki ditumpang ke tumit kaki lainnya sedangkan kedua tangannya di lipat di depan dada. Wajah pria itu diam menyiratkan kekesalan. Calista heran kenapa hal sepele seperti ini saja bisa membuatnya kesal.     

"Kamu masih marah?" Calista mengusap kedua lengan berotot Darren dengan tangan lembutnya. Senyum menggoda mencoba mendinginkan hati yang panas dibuat secantik mungkin. Darren hanya menatapnya dengan sorot mata yang tajam menusuk hingga Calista pun merengutkan bibirnya seperti anak kecil yang sedang merajuk.     

"Sudahlah sayang, nanti aku akan bilang ke mami untuk meminta Ruby tidak menginap disana ya. Aku tahu kamu pasti tidak merasa nyaman kalau kita kerumah mami eh ada perempuan itu disana." Jawab Calista dengan suara lembutnya. Darren tetap diam tidak bergerak dan berbicara sedikitpun. Bahkan sepertinya pria ini tidak bernapas sama sekali. Pikir Calista.     

"Apakah ada rahasia diantara kalian yang membuat kamu tidak ingin dia mengenal aku dan anak-anak?" Pertanyaan Calista ini berhasil membuat Darren mengerutkan alisnya. "Ternyata benar. Katakan padaku apa hubungan kalian di masa lalu. Atau, apa sebenarnya rahasia diantara kalian?" Calista memegang perut bagian bawahnya dengan kedua tangannya.     

"Huft," Darren mendesah. Pria ini tidak kuat ngambek lama-lama dihadapan istrinya. Wajah ayu dan kelembutannya membuat Darren menyerah untuk menahan kesal lebih lama. Pria itu pun menarik kedua tangan sang istri dengan lembut setelah dia menegakkan tubuhnya. Kedua tangan Calista dilingkarkan ke lehernya.     

"Kamu mau tahu?" Tanya Darren.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.