Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 483. Ayo Kita Berpacaran



V 483. Ayo Kita Berpacaran

0"Haruskah aku senang karena dia buru-buru ingin melihat keadaanku? Atau, aku kecewa karena dia adalah pria yang hanya selalu menuruti perintah om Donni apapun isi perintahnya?" Gumam Ruby dalam hati.     

"Aku Tidak apa-apa. Kamu pulang saja sekarang." Ruby menjawab dengan matanya menatap ke samping. Hatinya masih diliputi rasa malu yang teramat sangat. Mengingat peristiwa semalam yang dia lakukan bersama lelaki muda ini didalam kantornya hingga dini hari. Anton pun sama malu-malunya. Ini juga pertama kali dia melakukan hak tersebut.     

Tidak ada obrolan sama sekali selama beberapa menit kemudian. Baik Anton maupun Ruby sama-sama bingung harus mulai bicara tentang apa.     

"Mengenai semalam, aku ..." Anton perlahan berjalan menghampiri sisi Ruby dan duduk di sisi ranjangnya. Ruby menatap mata Anton lekat-lekat. "Aku minta maaf karena aku sangat keterlaluan." Ruby langsung memalingkan lagi wajahnya ke samping.     

"Itu pertama kalinya bagiku tapi pasti bukan yang pertama buatmu." Jawab Ruby tanpa menatap Anton.     

"Tentu saja itu juga yang pertama kalinya buatku. Aku ... juga tidak pernah berhubungan intim dengan wanita manapun." Lelaki muda itu menjawab dengan gusar. Ruby spontan melihat ke mata Anton yang sangat berharap dirinya di percaya. Ruby tersenyum melihatnya.     

"Mungkin kamu lelah dan demam karena aku sangat keterlaluan semalam. Oya, pakaian rumah sakit ini, siapa yang memakaikannya padamu?" Anton memegang ujung pakaian itu dengan dua jarinya.     

"Aku tidak tahu. Kenapa?" Ruby melihat pakaian yang dikenakannya sekali lagi.     

"Tidak apa-apa. Kalau begitu, kamu istirahat saja. Aku akan pulang sekarang."     

"Anton," Pasien perempuan berambut pirang itu menarik tangan Anton. Lelaki Jogja itu melihat pergelangan tangannya yang ditahan Ruby.     

"Apakah ... kamu menyesal?" Anton melebarkan matanya mendengar pertanyaan Ruby.     

"Pertanyaan macam apa ini? Justru harusnya aku yang bicara padamu, karena dalam hal ini kamulah yang dirugikan, bukan aku." Jawab Anton balik.     

"Kalau begitu, aku ganti pertanyaanya. Apakah kamu ... menyesal?" Sorot mata Ruby yang seperti takut akan kehilangan dirinya, membuat Anton tidak jadi keluar dari ruangan ini. Lelaki itu susah payah menelan salivanya, lalu melepaskan tangan Ruby dan menuju ke pintu.     

"Kamu mau kemana? Anton!"     

CKLEK!     

Anton tidak hanya mengunci pintu, tapi juga menutup tirai jendela tipis sehingga kini mereka yang diluar tidak bisa melihat ke dalam kamar inap Ruby. Anton kembali mendekati Ruby yang sudah sanggup untuk duduk sejak tadi dengan bersandar di kepala ranjang.     

"Menyesal? Aku justru merasa kalau aku ... ingin melakukannya lagi padamu kalau kamu sudah sehat nanti." Pria berkacamata itu membuka kacamatanya dan menarik tengkuk Ruby lalu mencium bibir perempuan bule tersebut yang sangat manis dengan dalam dan penuh cinta. Ruby tidak menolaknya, justru menyambut ciuman Anton dengan memainkan lidah mereka satu sama lain.     

"Euggh, I love you, Anton."     

"I love you too, Ruby." Anton terus melumat bibir sang pasien dan satu tangannya mulai kembali nakal masuk menyusup kedalam seragam pasien Ruby dan meremas dadanya.     

"Ughhh, jangan sekarang. Ini masih siang dan banyak orang." Ruby tersadar dan mendorong dada Anton untuk melepaskan dirinya.     

"Ahhh, kenapa kamu memancingku kalau kamu tidak ingin melakukannya?" Dengan napas tersengal-sengal, Anton melepaskan ciuman mereka. "Cepatlah sembuh dan pulang kerumah. Aku akan menantikan saat-saat seperti ini setiap harinya." Jawab Anton pelan dengan suara mendesah di telingan Ruby.     

"Apakah kita ... resmi berpacaran sekarang?" Ruby mencium pipi Anton yang singgah di bahunya dan meremas rambut tebal tersebut dengan jari jemari lentiknya.     

"Menurutmu?"     

"Jawablah, aku tidak mau berharap sepihak." Meskipun perempuan London ini tidak memakai make up sama sekali namun kecantikannya tetap bersinar.     

"Ayo kita berpacaran tapi ... aku tidak ingin di kantor tahu. Aku tidak ingin menjadi bahan gosipan orang-orang di kantor." Jawab Anton dengan kedua hidung mereka saling bertemu dan napas mereka berhembus satu sama lain di wajah mereka.     

"Setuju, ayo kita berpacaran." Senyum Ruby yang berseri sepertinya sudah menandakan kalau raganya sudah kembali sehat normal seperti sehari sebelumnya.     

-----     

Cuaca sore ini sangat mendukung sekali untuk seorang perempuan cantik yang berprofesi sebagai seorang dokter itu untuk memulai kembali rutinitasnya kala sebelum menikah. Dengan headset di kedua telinganya yang sudah terpasang, sepatu kets telah terikat talinya, dan pakaian olahraga berupa kaos lengan pendek dengan celana pendek selutut. Jenny tidak berani mengenakan pakaian olahraga ketat karena kapok. Pernah kala itu dia akan berangkat jogging dengan mengenakan kaos singlet dan celana pendek batas sepaha, baru sampai di depan pintu, Jhonny melihatnya dan langsung menggendongnya diatas bahu untuk mengganti pakaiannya didepan matanya langsung.     

"Kamu kenapa sih? Aku kan cuma mau jogging." Jenny kesal dan wajahnya ngambek ditekuk setelah sampai didalam kamar mereka.     

"Banyak pakaian jogging tapi tidak dengan pakaian itu." Jawab Jhonny dengan ekspresi datar.     

"Ih, apa bedanya? Memangnya pakaian ini seronok? Semua orang juga berpakaian seperti ini." Jawab Jenny.     

"Aku tidak peduli dengan semua orang. Aku hanya pedulikan istriku agar tidak dilihat sembarang orang kulit tubuhnya. Sekarang gantilah dengan pakaian olahraga lain yang lebih tertutup, sayang." Suara Jhonny kini terdengar lembut di telinga Jenny. Dokter cantik itu pun menghela napasnya.     

Jhonny memang sangat pencemburu. Dengan rekan kerja Jenny yang lelaki jika terlalu dekat berbicara dan terlalu lama kalau ketahuan Jhonny maka Jhonny akan langsung mendekati mereka dan mengambil istrinya pergi. Meskipun begitu, Jenny memaklumi semuanya dan bersyukur karena Jhonny tidak pernah membatasi geraknya dalam bekerja asalkan tetap memperhatikan makan dan istirahat.     

"Selamat sore, nyonya." Salah seorang bapak penjaga pos keamanan di rumah Jhonny memberi salam pada nyonya majikan mereka yang hari ini libur dan memanfaatkan waktu dengan berolahraga.     

"Sore, pak. Saya permisi dulu." Balas Jenny dengan ramah dan senyum tidak pernah lepas dari bibirnya pada siapapun yang dia temui.     

"Silahkan, nyonya. Perlu di kawal tidak, nyonya?"     

"Aku tidak mau tapi bapak lihat saja sendiri." Jenny melirik ke arah belakang. Dua orang perempuan pengawal khusus untuknya sudah bersiap untuk berlari bersama majikannya dengan pakaian training mereka.     

"Hehehe, selamat berolahraga nyonya." Bapak itu terkekeh dan membuka pintu gerbang khusus pejalan kaki lebih lebar.     

"Terima kasih, pak." Tiga orang perempuan dengan dua orang berjaga di depan memulai olaharaga sore mereka mengelililingi komplek perumahan elit yang sangat luas itu.     

"Aku duluan ya. Kalian jangan terlalu terlihat mengawal begitu. Aku bukan istri pejabat atau artis besar. Aku cuma seorang dokter biasa."     

"Tapi tetap saja nyonya, tuan meminta kami untuk selalu dekat dengan nyonya." Jawab salah seorang dari pengawal itu.     

"Aahhh terserah kalian saja lah." Jenny memulai jogging sorenya dengan suasana hati yang santai dan nyaman.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.