Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 485. Perempuan Keras Kepala



V 485. Perempuan Keras Kepala

0"Kakek, aku tidak ingin keluar dari sana. Kalau aku bekerja di tempat Darren, aku akan diperlakukan istimewa. Aku ingin memulai dari 0. Lagipula om Donni sangat baik padaku." Jawab Ruby lebih ngotot lagi.     

"Kenapa sih kamu ngotot sekali untuk bekerja disana? Ruby, kamu jangan lupa alasan kamu datang ke Indonesia itu untuk apa. Kamu itu kesini untuk melangsungkan pernikahan dengan Darren, bukan untuk bekerja! Apa yang akan kakekmu katakan padaku kalau tahu kamu malah bekerja disini?" Roberts berkata dengan suara agak tinggi. Sara dan James hanya bisa menjadi pendengar saja perdebatan dua orang yang sama-sama keras kepalanya meski beda generasi.     

"Kakek Roberts tenang saja. Aku mau melakukan apapun, tidak akan ada yang bisa menghalangiku. Selama aku masih bisa memantau perusahaan disana, semua terserah aku. Kalau kakek tidak suka aku bekerja di perusahaan om Donni, aku akan tinggal di apartemen saja." Ruby memalingkan wajahnya ke samping. Baik James, Sara, dan Roberts melebarkan matanya bulat-bulat.     

"ANAK INI! Terserah kamu saja mau bekerja atau tidak! Tapi, awas kalau kamu sampai keluar dari rumah ini!"     

TAK! Bunyi tongkat dihentakkan ke atas lantai, sebagai pertanda betapa Roberts sudah tidak bisa lagi berdebat dengan perempuan keras kepala yang semula bapak tua itu pikir bisa diajak kerjasama untuk memisahkan Darren Dan Calista. James menggaruk tengkuk lehernya lalu berkata,     

"Om keluar dulu. Kamu istirahat yang baik ya. Besok kalau mau bekerja, harus segar dan fit dulu hari ini."     

"Iya om, terima kasih atas perhatiannya." Ruby tersenyum senang. Semua orang di rumah ini sangat baik padanya dan itu membuatnya betah, kecuali kakek tua yang selalu memaksakan keinginannya.     

"Tante juga keluar dulu ya. Kamu anak cantik dan baik. Baik-baik ya jaga kesehatan. Jangan sampai pingsan lagi."     

"Siap tante, maafkan aku yang membuat tante dan semuanya repot."     

"Tidak sama sekali. Tante senang kamu disini. Tante merasa seperti punya anak perempuan saja jadinya, hehehe."     

"Tante bisa menganggap aku sebagai anak tante, kalau tante mau." Ruby menggenggam tangan Sara dan berharap dengan binar-binar di matanya.     

"Benarkah? Wahh tante senang sekali. Ya sudah, tante keluar dulu. Istirahat ya hari ini jangan kemana-mana."     

"Baik tante."     

Kini tinggallah Ruby sendirian didalam kamar. Perempuan itu merebahkan punggungnya dan berbaring sambil matanya menghadap langit-langit kamar. Bibirnya menyunggingkan senyuman malu-malu dan perempuan itu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut sambil tertawa sendirian didalamnya. Dirinya teringat kembali kejadian panas kemarin malam yang membuatnya pingsan setelahnya.     

"Kelihatannya polos dan malu-malu. Tapi, kalau sedang melakukan itu dia benar-benar seperti profesional, buas, dan liar. Staminanya pun luar biasa sekali sampai kita melakukannya berkali-kali. Apa karena masih muda ya? ahhh, aku malu sekali. Hihihi,"     

-----     

"Kamu mau kemana?" Darren melihat istrinya sudah rapih bersiap-siap seperti akan pergi ke suatu tempat.     

"Aku ingin ke kantor papah. Aku dengar Ruby bekerja disana. Aku ingin bertemu dengan perempuan itu sekali saja."     

"Bukannya kamu sudah pernah bertemu dengannya?" Darren menghampiri sang istri dengan jarak berdiri diantara mereka hanya kurang dari setengah meter.     

"Oya? Sepertinya belum itu."     

"Sudah,"     

"Belum."     

"Calista,"     

"Darren,"     

"Huhhhh, terserah kamu. Kamu berangkat sama siapa?" Darren akhirnya mengalah juga demi mood ibu hamil yang harus dijaga.     

"Begitu dong. Kan aku makin cinta jadinya, mmuahhh." Dengan wajah berbinar-binar, Calista mencium bibir sang suami yang wajahnya suram pagi ini.     

"Aku tidak ingin kamu bertemu dia. Sudah cukup keluarga kita saat ini bahagia tanpa harus hadir orang ketiga. Apa kakek menelponmu lagi?" Darren memeluk sang istri dan meletakkan kepalanya di leher ibu hamil.     

"Tidak, kakek sudah tidak menemuiku atau menelponku. Aku hanya ingin lihat seperti apa Ruby itu. Dia pastinya sangat cantik dan berkelas sehingga kakekmu sangat menyukainya." Ujar Calista.     

"Dia hanya anak manja yang hidup bergelimang harta sejak masih dalam kandungan. Karakternya sangat tegas dan selalu bertindak semaunya sendiri. Aku takut ... kamu akan sakit hati jika bertemu dengannya." Jawab Darren.     

"Sayang, kamu tenang saja. Perjodohan ini ujungnya selalu kembali padamu. Kalau kamu tidak setuju, ya tidak ada yang bisa memaksamu. Aku dan anak-anak juga sangat lega dan tenang jadinya. Beda kalau kamu setuju dan tidak bisa menolaknya, sudah pasti kehidupan aku dan anak-anak akan terancam. Kamu tenang saja, disana juga kan kantor papah. Dia tidak akan bisa melakukan apapun disana padaku." Jawab Calista dengan senyum tidak lepas dari bibirnya. "Yang aku herankan, kenapa dia bekerja di kantor papah? Kenapa tidak di kantor papi? Itu yang aku tidak mengerti." Kini kedua bola mata Calista berputar mencoba memikirkan maksud terselubung perempuan London itu.     

"Itu yang aku tidak habis pikir. Tapi, aku tidak mau tahu. Terserah dia mau bekerja dimana saja, asalkan tidak din kantorku." Ujar Darren dengan tegas.     

"Iya iya, ya sudah ayo kita jalan. Aku numpang mobil kamu boleh ya. Nanti aku pulang ..."     

"Supirnya mengantarkan aku ke kantor dulu, lalu dia akan menjemputmu lagi. Kamu tidak boleh kemana-mana sendirian." Sorot mata Darren mengatakan kalau kamu harus menurut padaku. Dan, Calista pun mengangguk setuju sambil berkata, "Siap bos!"     

"Jangan keluar kantor papah sebelum dijemput supir." Darren menemani Calista sampai ke kantor Donni meski Calista sudah menolak berkali-kali.     

"Iya iya, Darren. Disini banyak orang jadi kamu jangan khawatir." Ucap Calista sambil cemberut.     

"Sayangnya aku tidak bisa bertemu papah." Darren dan Calista sampai di kantor Donni namun pemilik kantor ini sedang bertemu dengan klien besar di ruangan meeting. Bahkan, Jay pun tidak terlihat oleh mereka.     

"Kamu langsung saja ke kantor. Aku akan tunggu papah diruangannya." Jawab Calista.     

"Ayo aku antarkan."     

"Ya ampun Darren," Darren mengganndeng tangan istrinya dan menuntunnya jalan perlahan-lahan hingga akhirnya pintu lift pun terbuka dan mereka sudah sampai di depan ruangan kerja Donni Rickman.     

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" Seorang sekretaris menyambut Darren dan Calista yang baru datang.     

"Tuan Donni belum selesai rapatnya?" Darren bertanya.     

"Belum pak. Maaf, anda berdua siapa ya dan maksud kedatangannya apa?" Sekretaris perempuan itu tampak linglung karena tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa.     

"Kamu sekretaris baru ya?" Tanya Calista.     

"Benar, saya baru hari ini dipindahkan kesini. Maaf, anda berdua?"     

"Saya Calista, anak dari papah Donni Rickman. Dan, ini suami saya atau menantu dari papah."     

"Ohh, maafkan saya. Saya tidak tahu."     

"Mbak Calista, ada apa kesini?" Anton yang baru datang dari ruangan rapat mendampingi Donni, kaget melihat kakak dan kakak iparnya datang.     

"Aku hanya mengantarkan kakak kamu. Sekarang sudah ada Anton, aku tinggal dulu ya. Anton, aku titip kakak kamu." Darren melihat arlojinya karena memang sebentar lagi dia pun harus memimpin rapat.     

"Siap kak!"     

"Aku bilang juga tidak usah mengantarkan aku. Ya sudah hati-hati dijalan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.