Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 486. Tembok pun Punya Telinga



V 486. Tembok pun Punya Telinga

0"Aku hanya mengantarkan kakak kamu. Sekarang sudah ada Anton, aku tinggal dulu ya. Anton, aku titip kakak kamu." Darren melihat arlojinya karena memang sebentar lagi dia pun harus memimpin rapat.     

"Siap kak!"     

"Aku bilang juga tidak usah mengantarkan aku. Ya sudah hati-hati dijalan." Calista mengecup punggung tangan Darren dan mereka berpisah setelah Darren mengecup puncak kepala Calista.     

"Ayo mbak, langsung saja ke ruangan om Donni." Anton mengajak sang kakak untuk masuk meskipun pemiliknya masih rapat penting.     

"Anton,"     

"Maaf, aku masuk duluan. Selamat bekerja ya. Kamu hebat sekali langsung dipromosikan menjadi sekretaris presdir. Oya, tolong bawakan minuman untuk kakakku." Jawab Anton dengan senyum tipisnya. Ayu merasakan ada yang asing dengan senyuman itu. Senyuman hangat yang pernah dilihat, kini hilang dari bibir lelaki didepannya itu.     

Tidak ada yang tahu kalau Ayu mendapatkan posisinya ini setelah tidur dengan kepala sekretaris. Dia ingin naik ke posisi lebih tinggi karena perempuan mungil itu sudah bosan menjadi sekretaris rendahan. Ayu ingin menunjukkan pada semua orang dan saingannya kalau dia juga bisa menjadi perempuan yang patut diperhitungkan dengan baik. Ayu mengepalkan tangannya dan mengeraskan rahangnya.     

"Kamu akan menjadi milikku, Anton. Cepat atau lambat, aku akan masuk menjadi bangian dari anggota keluarga The Rickman." Gumam Ayu dengan seringai sinisnya.     

"Mbak Calista, ada perlu apa datang kesini?" Anton mempersilahkan kakak angkatnya itu duduk.     

"Ruangan kerja Ruby dimana?"     

"Hah? Apa? Apa aku tidak salah dengar?" Anton melebarkan matanya.     

"Perempuan bule itu bekerja di kantor ini kan? Dimana ruangannya?" Tanya Calista lagi.     

"Ruangan kerjanya ada di beda lantai. Mbak mau aku antarkan?" Meski tidak tahu maksud dan tujuan kakaknya itu apa, tapi Anton tetap menjawab pertanyaan perempuan yang sangat dihormatinya itu.     

"Boleh, ayo antarkan mba."     

TOK TOK TOK     

"Maaf minumannya." Ayu membawa dua cangkir teh diatas nampan dan meletakkannya di atas meja tamu didalam ruangan Donni.     

"Atau, nanti saja. Aku mau duduk dulu. Terima kasih ya."     

"Sama-sama, nyonya." Ayu menunduk penuh santun dan melirik Anton sekilas. Lirikan perempuan imut itu tertangkap oleh mata Calista. Setelah Ayu keluar, Calista bertanya pada adik angkatnya tersebut.     

"Siapa dia, ton?"     

"Dia siapa, mbak?"     

"Itu ... perempuan yang baru datang mengantarkan minuman. Kamu kenal dekat dengannya?"     

"Ti ... tidak, dia sekretaris baru yang diangkat menjadi sekretaris presiden direktur."     

"Tadi aku lihat, dia melirik ke kamu. Apa kalian ada hubungan serius?"     

"Mbak!"     

"Iya iya iya, aku terlalu cerewet ya. Hehehe, ya sudah aku minum dulu terus kamu antarkan aku ya." Calista meminum teh yang dibawakan Ayu, begitu juga Anton. Keduanya pun keluar dari ruangan Donni dan masuk kedalam lift menuju ruangan kerja Ruby, tujuan sebenarnyanya Calista datang kemari.     

Kedatangan Anton dan Calista membuat semua orang saling berbisik karena Calista hampir jarang datang ke kantor Donni, dan ini kedatangannya sejak sebelum hamil anak ketiga.     

"Ini meja kerjaku. Aku adalah sekretarisnya Ruby. Dan, kantornya ada didalam. Tapi, saat ini Ruby sedang bersama om Donni rapat dengan klien besar. Tadi aku keluar sebentar karena aku melihat mbak dan kak Darren masuk kedalam lift." Jawab Anton.     

"Ya sudah, aku tunggu disini saja." Calista mendekati sofa tunggu yang ada didekat meja kerja Anton. Lelaki Jogja itu bingung ada apa sebenarnya mbak nya itu datang susah payah kesini hanya untuk bertemu dengan Ruby.     

"Apa mungkin mbak Calista mengetahui hubunganku dengan Ruby? Jadi dia kesini mau menasihati Ruby untuk menjauh dariku?" Anton berpikir. Dengan mulut mengatup, Anton mendekati sang kakak.     

"Mbak tunggu disini, aku ambilkan minuman dulu."     

"Tadi kan sudah minum."     

"Tapi tadi kan di ruangan om Donni. Sebentar ya mbak." Anton beranjak menuju pantry untuk meminta seorang office girl disana membuatkan minuman. Tidak berapa lama, Anton pun kembali ke tempat dimana Calista duduk.     

"Sebenarnya, untuk apa mbak Calista datang menemui Ruby?" Anton tidak tahan untuk bertanya.     

"Aku kesini hanya ingin melihat, secantik apa perempuan bule yang ingin dinikahkan dengan kakak iparmu itu." Jawab Calista dengan tenang.     

"Mbak! Kenapa masih membicarakan itu? Bukannya sudah diputuskan dari kemarin-kemarin kalau permasalahan itu sudah tutup buku?" Ujar Anton sedikit kesal.     

"Memang sih tapi aku kan penasaran belum pernah lihat dia."     

"Bukannya mbak pernah bertemu dengannya?"     

"Belum!"     

"Sudah!"     

"Kamu kenapa sih seperti kakak iparmu saja keras kepala sekali? Masih lama tidak rapatnya?" Calista kini yang kesal.     

"Belum tahu juga, karena ini klien besar tahun ini. Kalau pembicaraan ini berhasil, maka cita-cita om Donni untuk melebarkan sayap ke negara Korea akan tercapai." Jawab Anton dengan wajah penuh antusias.     

"Wah hebat sekali. Apa itu juga karena campur tangan Ruby?"     

"Iya, dia yang paling berperan utama." Jawab Anton dengan wajah bangganya. Calista mengerutkan keningnya melihat adiknya itu tampak bersinar sekali kedua bola matanya setiap mengatakan nama Ruby.     

"Ruby itu sepertinya hebat sekali ya. Pasti orangnya cantik,"     

"Ya, dia sangat cantik dan seksi. Ups!" Anton lupa keceplosan berkata didepan kakaknya.     

"Nah yaa, kamu suka ya sama Ruby? Ayo ngaku!"     

"Sssst, kecilkan suara mbak. Disini tembok pun punya telinga." Jawab Anton sambil celingak celinguk.     

"Cih, kenapa harus seperti takut ditangkap polisi begitu. Biasa saja, ton. Kamu kan memang sudah waktunya untuk menikah. Minimal sudah pantas menjalin hubungan."     

"Iya tapi tidak sekarang, mbak. Aku sedang meniti karir dan aku ingin punya uang banyak dulu agar aku bisa memiliki rumah sendiri." Jawab Anton dengan wajah tertunduk.     

"Kenapa kamu tidak bicara pada papah untuk membantu kepemilikan rumah dengan sistem kredit?"     

"Tidak, om dan tante sudah sangat sering membantu aku dan si mbok dan bapak. Aku tidak ingin lebih banyak membebani om. Aku akan berusaha sendiri dengan kerjaku sendiri." Jawab Anton mantab.     

Tanpa disadari oleh kedua kakak beradik itu, ada seorang perempuan yang sedang mendengarkan percakapan keduanya dari balik dinding. Perempuan yang telah memenangkan tender itu membuat Donni bangga telah mempekerjakannnya. Namun, sesuungguhnya perempuan itu sedang berbunga-bunga hatinya karena tidak salah memilih lelaki yang akan menjadi nakhoda dalam rumah tangga yang ingin dilayarinya bersama.     

Ruby tidak menyangka kedatangannya ke negara ini yang semula akan dinikahkan dengan Darren, malah dia justru memilih untuk menikah dengan lelaki muda yang usianya lima tahun dibawahnya. Bukan Ruby namanya kalau tidak bisa meyakinkan keluarga besarnya bahwa dia tidak akan pulang sebelum pekerjaannya di Indonesia benar-benar mapan. Terlepas dari semua itu, Ruby ingin membawa Anton ke London dan memperkenalkannya pada kedua orangtuanya paling telat dua tahun lagi. Terkesan buru-buru memang tapi lelaki muda itu juga sudah banyak yang mengincar untuk dijadikan menantu. Begitu yang Ruby dengar di bisik-bisik saat makan siang di cafetaria.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.