Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 489. Paling Belakang Pojok



V 489. Paling Belakang Pojok

0Sara menatap sambil tersenyum wanita dengan rambut keemasan didepannya yang baru saja datang dari London, demi menjumpai anak satu-satunya.     

"Huft, maafkan aku Sara. Aku datang terlambat menjemput Ruby. Kalau tahu dia menolak perjodohan ini, aku sudah menjemputnya secepatnya." Jawab Diana lemas.     

"Sudahlah, Diana. Anak-anak jaman sekarang tidak bisa kita paksakan untuk menuruti kemauan kita para orangtua. Dan, aku yakin kamu juga sudah tahu kalau anakku sudah menikah dan punya anak, bukan?" Dengan senyuman lebarnya, Sara seperti orang yang menegaskan dengan baik kalau anakku tidak bisa diganggu gugat.     

"Hah, aku tahu itu. Aku sudah menjelaskan pada papaku tapi dia tetap memaksa menyuruh Ruby kesini. Aduh, aku serba salah. Papanya Ruby benar-benar tidak bisa berkutik." Diana menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya sambil mendongakkan kepalanya.     

"Tirani para ayah mertua. Sama seperti ayah mertuanya yang memaksakan kehendaknya dan James pun tidak berkutik. Untung saja Darren lebih keras kepala lagi sehingga tidak ada yang bisa memaksanya. Bahkan dengan ancaman dikeluarkan dari perusahaan sekalipun, Darren tidak peduli. Memang anakku anak yang hebat. Hehehe," Gumam Sara dalam hati.     

"Sudahlah, sekarang sudah jelas kalau Ruby dan Darren tidak akan bersatu. Namun, satu yang kamu perlu tahu, Diana. Ruby menyukai lelaki lain." Ujar Sara dengan senyum mengembang.     

"APA? Siapa lagi lelaki itu?" Mata Diana melotot tajam mendengar kabar terbaru tersebut.     

"Biar Ruby sendiri yang menjelaskan. Aku tidak ingin melangkahi authority ini. Hehehe," Sara menyesap teh yang disajikan asisten rumahnya.     

-----     

"Kita berangkat sekarang?" Anton masuk kedalam ruangan Ruby yang sudah bersiap-siap memakai jasnya.     

"Kita ke bioskop dengan memakai setelan bekerja? Sepertinya terlalu formil." Jawab Ruby sambil tersenyum. Perempuan cantik itu mengikat ke atas rambut ikal pirangnya sehingga tampaklah leher jenjangnya yang membuat Anton langsung terpancing hormon kelelakiannya.     

"Jadi mau ganti baju dulu? Keburu telat nanti." Jawab Anton.     

"Untuk kali ini tidak masalah. Lain kali aku ingin kita ke bioskop seperti layaknya orang berpacaran." Jawab Ruby dengan tersenyum manis.     

"Tentu saja. Oya, apakah ... kita berangkat bersama?" Anton mulai teringat bahwa hubungan mereka berdua harus dirahasiakan dari semua orang. Kalau mereka pergi berdua, tentu saja akan menimbulkan kecurigaan.     

"Oh iya, bagaimana ini? Aku ingin pergi berdua denganmu kemana-mana tapi nanti nama baikmu yang akan tercemar. Huh, mungkin lebih baik aku bekerja di perusahaan kakak iparmu agar aku bisa bebas berkencan denganmu." Ruby berdiri di hadapan Anton dengan wajah murung dan tas yang tergantung di kedua tangannya.     

"JANGAN! Kamu jangan bekerja disana! Aku akan menjaga rahasia ini baik-baik. Kalau kamu bekerja disana, kita hanya bisa bertemu setiap akhir pekan." Jawab Anton dengan senyum kikuk.     

"Oh benar juga. Jadi bagaimana? Apa kamu ingin jalan duluan? Kita bertemu nanti disana."     

"Baiklah, aku pergi dulu. Aku tunggu di pintu masuk theatre. Kita bisa keluar bersama-sama."     

"Okay," Senyum cerah Ruby membuat Anton semakin menyukai perempuan bule yang sifatnya tidak sama dengan usianya ini. Kalau saja Anton tidak mengetahui usia Ruby dari kartu pengenal yang dia pegang waktu itu, Anton pasti mengira kalau usia Ruby lebih muda darinya.     

Keduanya pun berjalan menuju lift yang para karyawanya sudah pulang semua kecuali mereka berdua. Begitu pintu lift terbuka, mata keduanya melebar ketika melihat perempuan yang ada didalam lift.     

"Anton? Kamu baru pulang?" Ayu, tersenyum lebar melihat lelaki yang diincarnya ada didepan matanya.     

"Ehem," Perempuan berambut pirang masuk kedalam lift dengan suasana hati yang mulai sedikit panas. Giliran Anton yang suasana hatinya tidak menentu. Berada diantara dua perempuan yang pernah dan sedang mengisi hatinya.     

"Selamat sore, bu Manager. Perkenalkan nama saya Ayu, saya sekretaris tuan Donni." Ayu yang tidak tahu kalau dirinya sejak lama sudah menjadi tema obrolan antara dirinya dan Anton, tersenyum lembut. Ruby tidak tahu apakah senyuman itu tulus atau hanya ingin menunjukkan keakrabannya saja.     

"Iya, saya tahu. Kamu sekretaris baru tuan Donni ya?"     

"Betul bu,"     

"Ahh, selamat ya. Berarti kamu mengalahkan banyak saingan untuk menjadi sekretaris presdir ya." Ruby tersenyum sinis. Ayu yang tidak mengerti mengapa sikap manager berambut pirang itu seolah memusuhinya, diam tidak berkata apapun. Wajahnya langsung murung dan seperti ingin menangis.     

Anton yang melihat Ayu bersedih, langsung berdeham.     

"Ehem ehem, liftnya sudah terbuka. Ayo kita keluar."     

"Anton, apa ... kamu ada waktu sekarang?" Ayu memegang lengan Anton dan menahan pria itu yang akan berjalan keluar menuju lobi.     

"Maaf, aku harus segera pulang. Mungkin lain kali saja." Pria berkacamata itu meninggalkan Ayu dengan perasaannya yang tidak karuan karena ditolak Anton untuk kesekian kalinya.     

Mobil Ruby sudah melesat meninggalkan area gedung perkantoran. Tadi siang Ruby meminta supir untuk mengantarkan mobil ke kantornya karena dia ingin membawa mobil sendiri. Anton mulai menyusul sang pacar yang suasana hatinya hari ini seperti roller coaster, naik turun moodnya hanya karena satu perempuan, Ayu.     

Sesampainya di cinema, Anton tidak melihat keberadaan perempuan berambut pirang dimanapun. Dua tiket ditangannya sepertinya akan hangus karena mereka tidak jadi menonton. Jam pertunjukkan memang setengah jam lagi baru akan mulai tapi perempuan yang dicarinya tidak ada dimana-mana.     

"Maaf, anda punya tiket kosong?" Suara seorang perempuan dari belakang mengagetkannya. Perempuan dengan rambut hitam sebatas leher dan mengenakan pakaian cukup seksi dengan kaca mata hitam, membuat Anton mengernyitkan alis.     

"Ini aku," Perempuan itu membuka kacamatanya dan mengedipkan satu matanya pada Anton yang langsung menganga lebar.     

"Kamu! Darimana saja aku tunggu?" Anton melihat perubahan Ruby dari ujung kepala sampai ujung kaki benar-benar tidak akan ada yang mengira kalau dia adalah seorang manager berambut pirang.     

"Kamu pikir aku akan masuk ke bioskop dengan penampilanku yang sesungguhnya? Huh, kita tidak akan tahu kalau ada orang yang mengenal kita disini." Jawab Ruby dengan suara rendah. Adik dari Calista itu tersenyum senang mendengarnya. Ternyata isi kepala perempuan manja sekaligus keras kepala ini luas juga.     

"Apa kita masuk sekarang?" Ruby mengambil satu tiket di tangan Anton dan membaca tulisan diatasnya.     

"Sepuluh menit lagi. Kita tunggu di dekat pintu masuk saja. Ayo!" Anton berjalan lebih dulu dan Ruby, si perempuan dalam penyamaran menyusul mengikutinya.     

Akhirnya, saat-saat yang ditunggu pun tiba. Mereka berdua masuk melewati lorong yang cukup remang-remang. Ruby menganga lebar melihat desain interior theatre ini.     

"Aku memilih theatre yang khusus pasangan. Jadi setiap dua kursi diberi sekat pembatas." Bisik Anton. Ruby menelan salivanya susah payah. Ternyata lelaki muda ini sudah merencankan hal seperti ini dengan sangat matang. "Kamu tidak mau naik?"     

"Aahh oke oke, dimana tempat duduk kita?" Tanya Ruby.     

"Paling belakang pojok."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.