Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 490. Melahirkan



V 490. Melahirkan

0"Aku memilih theatre yang khusus pasangan. Jadi setiap dua kursi diberi sekat pembatas." Bisik Anton. Ruby menelan salivanya susah payah. Ternyata lelaki muda ini sudah merencanakan hal seperti ini dengan sangat matang. "Kamu tidak mau naik?"     

"Aahh oke oke, dimana tempat duduk kita?" Tanya Ruby.     

"Paling belakang pojok."     

"Aku memilih film hollywood agar kamu bisa lebih memahami isi filmnya lebih baik." Anton berkata sesaat mereka sudah menemukan tempat duduk mereka. Baru kali ini perempuan karir ini masuk kedalam bioskop. Saat masih di London, teman-temannya lebih suka mengajak ke klab malam bersenang-senang dibandingkan ke bioskop. Dan, baginya pun tidak ada alasan untuk ke bioskop seorang diri. Karena, fasilitas home theatre dirumahnya lebih luas dan lebih nyaman untuk nonton sendiri tanpa harus antri dan berbagi oksigen dengan orang banyak.     

Tapi kali ini Ruby sangat menyukainya. Bahkan perempuan itu mematikan ponselnya lebih cepat sebelum sampai bioskop agar mommynya tidak menelponnya.     

"Kamu tidak apa-apa?" Anton merasa Ruby tidak fokus dengan dirinya saat ini karena matanya selalu melihat ke sekelilingnya. "Kamu ... tidak nyaman disini?"     

"Tidak tidak, aku suka. Hanya saja, ini pertama kalinya aku masuk bioskop." Bisik Ruby.     

"Apa? Kamu sampai sekarang belum pernah menonton di bioskop?"     

Ruby menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.     

"Kalau begitu ini pengalaman pertamamu. Sebentar lagi filmnya mau dimulai." Perlahan lampu meredup dan tiba-tiba gelap seutuhnya. Pencahayaan hanya ada dari layar yang menyajikann deretan iklan pertama kali lalu beberapa menitpun film dimulai. Ruby sangat menikmati suasana menonton yang menurutnya sangat romatis ini. Pertama kali menonton dengan lelaki yang menjadi pacar pertamanya merupakan kebahagiaan tak terlupakan yang dirasakan Ruby.     

Sepanjang menonton film, Anton dan Ruby terlihat sangat menikmati film yang ditayangkan. Keduanya saling menggenggam tangan dan Ruby menyandarkan kepalanya di bahu bidang sang lelaki asli Jogja. Di akhir pekan, sebelum mengenal Ruby, Anton selalu meluangkan waktunya ke tempat fitness untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Siapa sangka dibalik kacamata yang terlihat culun itu, tersembunyi tubuh berotot dan stamina prima.     

"Ruby,"     

"Hmm,"     

"Malam ini, pulanglah ke rumahku." Ucap Anton sambil berbisik di telinga Ruby. Perempuan bule itu mendongakkan wajahnya dan menatap mata Anton dibalik cahaya lampu yang temaram.     

"Apa?"     

"Tidak bisa ya? Ya sudah tidak apa-apa. Aku tahu ..."     

"Bisa, aku bisa. Aku akan pakai pakaian ini untuk berangkat ke kantor besok. Kebetulan tadi juga aku sudah beli pakaian dalam dan lainnya. Ah kenapa ...ummmph," Tanpa menunggu lama lagi, Anton mencium bibir Ruby dan menyesapnya dalam-dalam.     

"Kita pulang sekarang," Bisik Anton di leher Ruby. Perempuan itu menggigit bibirnya dan mengangguk pelan.     

Keduanya pun meninggalkan gedung bioskop satu jam lebih cepat dari jam tayang sebenarnya. Anton mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Ruby merasa jantungnya berdebar lebih kencang padahal ini bukan pertama kali mereka untuk melakukan hubungan intim. Begitu sampai dirumah Anton yang cukup luas untuk ukuran lelaki single, adik dari Calista itu langsung menghujani Ruby dengan banyak ciuman dan pelukan hangat.     

"Anton, please pelan-pelan."     

"Aku menginginkanmu," Bisik Anton sambil menggigit telinga Ruby dengan lembut.     

"A-aku tahu tapi ahhhhh," Tangan Anton langsung menyusup ke dalam panty Ruby dan mengusap kewanitaan perempuan cantik yang masih mengenakan wig itu dari luar.     

Keduanya pun larut dalam hubungan yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri. Stamina Anton yang sangat kuat dan lama membuat Ruby kewalahan dibuatnya. Ruby lupa kalau ada mommynya yang menunggu sejak tadi di ruangan tamu sambil melihat-lihat ke arah pintu kalau-kalau anaknya pulang.     

-----     

"Aahhhh, perutku ..." Calista terbangun di malam hari tatkala merasakan perutnya mules bukan main seperti tanda-tanda mau melahirkan. "Darren,"     

"Sayang, kamu kenapa?" Darren menyalakan lampu dan memakai piyama yang tergeletak di lantai, sisa pergumulan panas mereka beberapa jam yang lalu.     

"Kita ke rumah sakit sekarang. Tolong pakaianku." Dengan sigap Darren segera mengambil daster panjang dan sweater dan memakaikan langsung pada istrinya. Darren benar-benar panik karena ini pertama kalinya dia akan melihat istrinya melahirkan setelah si kembar dilahirkan tanpa kehadiran dirinya.     

"Kamu jangan panik. Telpon supir untuk menyiapkan mobil dan juga tolong bangunkan bu Hera untuk menjaga anak-anak sementara kita ke rumah sakit." Calista berjalan perlahan-lahan dengan bantuan Darren. Darren pun segera melakukan apa yang dikatakan istrinya.     

"Aku gendong ya."     

"Jangan, beratku naik 10 kilo. Aku tidak mau terjadi sesuatu saat menuruni tangga." Dengan langkah pelan sambil memegang pinggangnya yang semakin sakit, Calista berjalan keluar dari kamar. Spontan, lampu di ruangan tamu dan sekitarnya menyala terang benderang di jam 2 dini hari.     

"Nyonya, saya bantu ke mobil." Hera yang sudah berada di bawah anak tangga menyambut nyonya mudanya yang akan segera melahirkan. Calista hanya mengangguk saja. Suasana pun mendadak ricuh padahal Calista merasa semua biasa saja, ini bukan pengalaman pertamanya jadi dia sudah bisa mengendalikan hatinya.     

"Mana yang sakit?" Kini Darren dan Calista sudah berada didalam mobil dengan diiringi tatapan sendu dan berharap semua pelayan termasuk Hera yang tidak bisa menemani karena harus menjaga Raja dan Ratu yang tidak tahu ada kejadian luar biasa saat ini.     

"Punggungku. Tolong pijat punggungku pelan-pelan." Darren pun melakukan apa yang diinginkan sang istri yang sedang menyandarkan dahinya pada kursi penumpang bagian depan.     

"Cepat dikit, pak!" Teriak Darren pada supirnya.     

"I-iya tuan," Mobil pun bergerak lebih cepat dan Calista hanya fokus dengan menarik napas dan menghembuskan perlahan-lahan untuk mengurangi sakitnya.     

"Calista mau melahirkan! Mereka sekarang menuju rumah sakit," Sara terbangun begitu menerima pesan singkat dari Hera yang mendapat amanat dari Sara sendiri untuk memberitahukan padanya kapanpun waktunya saat menantunya itu akan melahirkan. Nenek muda yang masih cantik itu pun segera mengambil cardigannya untuk menutupi piyama. James sudah melesat lebih dulu ke mobilnya untuk bersiap-siap pergi.     

"Donni, anak kita akan melahirkan. Ini momen yang kita lewatkan sebelumnya. Ayo kita ke rumah sakit sekarang." Donni yang masih setengah merem itu spontan melebarkan matanya mendengar anaknya akan segera melahirkan.     

"Aku sudah menitipkan Axel pada pengasuh. Ayo cepat kita berangkat!" Kesibukan pun terjadi di kediaman Donni Rickman. Mereka berdua segera meluncur ke rumah sakit yang diinfokan Hera di pesan singkatnya.     

Akhirnya sampailah mereka di depann rumah sakit bersalin. Darren keluar lebih dulu dan pria itu berjalan pelan-pelan menemani istrinya keluar dari mobil. Tiba-tiba beberapa petugas medis datang dan menyambut dengan membawa brankar untuk Calista berbaring. Namun, sebelum mereka masuk kedalam, tiba-tiba teriakan kencang terdengar dari luar.     

"Suster, tolong istriku mau melahirkan!" Suara Dave yang menggema memecah kesunyian malam di sebuah rumah sakit bersalin ternama di Jakarta itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.