Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 495. Erwin Gunadi, Dokter Anak



V 495. Erwin Gunadi, Dokter Anak

0"Ruby, bisakah kita bicara berdua saja?" Diane bertanya dengan sorot mata tajam dan seringainya.     

"Anton, tolong minta pantry untuk membawakan dua cangkir kopi ke ruanganku."     

"Baik," Anton berjalan melewati Diane dengan membungkuk hormat.     

"Ada apa mommy datang ke tempat kerjaku? Mommy kan bisa tunggu aku dirumah." Jelas sekali Ruby tidak senang dengan kedatangan mommynya yang tiba-tiba itu.     

"Kamu juga bilang begitu kemarin. Tapi buktinya apa?"     

"Mom, aku masih karyawan baru disini. Aku harus menunjukkan dedikasiku dan loyalitas pekerjaanku pada perusahaan."     

"Dedikasi? Loyalitas? Ruby, kamu datang ke negara ini untuk menyelesaikan urusan perjodohan. Bukan untuk bekerja!" Diane berang mendengar ucapan sang anak sulung yang tidak pernah mau menurut.     

"Mom, aku sudah bilang kalau aku tidak menginginkan perjodohan ini. Aku tidak menyukai si mata hijau, begitu juga dia. Aku tidak ingin pernikahan tanpa dasar cinta."     

Tok tok tok ...     

"Masuk,"     

Seorang office girl membawakan dua cangkir kopi untuk Ruby dan mommynya.     

"Terima kasih,"     

"Sama-sama, bu."     

"Cinta? Mommy dan daddy kamu menikah karena perjodohn dan tanpa cinta. Lihatlah kami sampai sekarang masih awet." Ujar Diane tidak mau kalah.     

"Ya, tapi mommy dan daddy tidak pernah menunjukkan keromantisan di depan kami anak-anak mommy dan daddy. Hingga kami merasa, orangtua kami itu menikah atau sekedar kenal dekat. Huh,"     

"Ruby!"     

"Mom, aku sudah dewasa. Aku tidak perlu lagi perjodohan seperti jaman dulu. Lagipula aku sudah menemukan pria yang akan aku nikahi." Diane memicingkan matanya.     

"Siapa pria itu? Pengusaha mana? Atau, apakah dia artis terkenal? Apa mommy kenal dengan dia?" Semua pertanyaan beruntu Diane ditanggapi Ruby dengan senyum tipis.     

"Mom, aku benar-benar tidak bisa banyak bicara sekarang karena tugasku sudah menumpuk. Mommy tunggu aku dirumah tante Sara, aku akan pulang secepatnya." Jawab Ruby sambil mulai memakai kacamatanya dan bersiap membuka banyak dokumen yang ada diatas mejanya.     

"Huh, anak ini! Mommy tunggu kamu dirumah tante Sara. Jangan lewat dari jam 9. Karena mommy tidak bisa tidur larut, kamu tahu itu kan?"     

"Ya ya ya, aku tahu. Maaf aku tidak bisa mengantar mommy pergi. Hati-hati di jalan, mom."     

"Hmm." Diane keluar ruangan Ruby meninggalkan sang manajer dengan semua kesibukannya.     

Wanita itu melihat seorang pria duduk di dekat ruangan anaknya dengan meja yang memiliki plakat nama, "Wakil Manager, Anton Wibisono."     

"Kamu ... wakil manager ya? Kamu pasti dekat dengan anakku." Diane menghampiri Anton yang langsung berdiri begitu melihat mommy Ruby menghampirinya.     

"Ya, aku ... aku dekat sebatas hubungan atasan dan bawahan." Jawab Anton berusaha menyembunyikan kegugupannya.     

"Hmm, kalau ... pria yang dekat dengan anakku. Apakah kamu tahu siapa saja?" Diane bertanya dengan nada menyelidik.     

"Oh itu, aku kurang tahu, nyonya." Jawab Anton singkat.     

"Huft, begitu ya. Kamu lelaki yang tampan dan aku lihat pemuda yang baik. Apa kamu sudah menikah?"     

"Hehe, maaf nyonya, aku masih single. Tapi, aku sudah punya pacar." Jawab Anton lugas.     

"Tentu saja, lelaki muda seperti kamu harus sudah punya pacar. Karena kalau ada pria tampan dan mapan seperti kamu belum punya kekasih, orang-orang bisa curiga kamu punya kelainan." Jawab Diane sambil tersenyum tipis.     

"Ya sudah, aku permisi dulu. Oya, kalau ... kamu mengetahui anak ku punya hubungan dengan lelaki lain, siapa saja, kamu tolong telpon aku ya." Diane memberikan selembar kartu nama miliknya.     

"Oh iya baiklah nyonya." Jawab Anton sambil menerima kartu namam tersebut dengan sopan.     

"Kamu benar-benar anak muda yang tampan. Kalau begitu, aku permisi dulu. Sampai bertemu lagi."     

"Sampai bertemu lagi, nyonya." Jawab Anton kembali.     

"Duuh, akrab sekali dengan calon mertua." Ruby yang menyaksikan sejak tadi dari balik jendela ruang kerjanya antara mommynya dengan Anton.     

"Hehehe, lalu aku harus bagaimana? Mommy kamu tampaknya wanita yang sangat ramah dan baik." Jawab Anton sambil berjalan menuju ke mejanya kembali.     

"Tentu saja beliau mommy yang baik. Tapi, setiap kemauannya harus dituruti. Kamu akan merasa kerepotan kalau sudah mengenalnya.     

"Oya? Ya sudah, aku mau kerja dulu."     

"Oh, aku nanti malam tidak bisa mampir kerumah kamu. Mommy memaksa aku untuk segera pulang kerumah tante Sara."     

"Okay, tidak masalah." Anton kembali mengenakan kacamata minusnya dan menatap layar laptop yang memberinya banyak pekerjaan hari ini dan beberapa hari kedepan.     

Ruby menatap kekasih rahasianya dengan perasaan yang tidak menentu.     

-----     

Calista yang sudah bisa berjalan-jalan pendek meski perlahan, mengunjungi Dian yang ada di kamar sebelahnya setelah menyusui anaknya, Kral Anderson. Kral yang dalam bahasa Turki artinya Raja.     

"Dian, sedang apa?"     

"Calista, kemarilah. Dimana Kral?"     

"Sedang tidur di kamar. Ada Hera yang menunggu. Aku jalan-jalan keluar ruangan sebentar agar betisku tidak kram." Jawab Calista sambil melangkah masuk kedalam kamar inap Dian.     

"Dimana Daniela?"     

"Dia disana sedang tidur." Ibu beranak dua itu menunjuk sebuah boks bayi yang tidak terlihat oleh Calista.     

"Aah kenapa aku tidak melihatnya? Duh, cantik sekali Daniela sayang. Kamu pasti jadi tuan putri daddy dan kakak abang Devan." Calista menatap bayi mungil perempuan yang sangat cantik sudah terlihat sejak masih bayi. Dian tersenyum mendengar ucapan sahabatnya itu.     

"Calista, kapan kamu boleh pulang?"     

"Hari ini juga bisa. Mungkin nanti sore menunggu Darren jemput. Kamu kapan?"     

"Aku besok pagi karena Dave bilang kamarnya belum hilang bau catnya."     

"Oh, ya sudah tidak apa-apa. Yang penting kamu dan Daniela sehat selalu. Dian, aku tidak menyangka kita akan melahirkan di hari yang sama. Nanti kalau ulang tahun mereka, dijadika satu saja biar semakin meriah."     

"Hahaha, boleh boleh. Ups!" Dian spontan kelepasan tertawa lebar disaaat bayinya sedang tertidur pulas.     

Tok tok tok!     

"Silahkan masuk,"     

"Maaf, saya dokter anak yang ditunjuk untuk ... Calista? Apa benar kamu Calista?"     

"Erwin? Erwin Gunadi? Benarkah?"     

"Iya benar, ternyata kita bertemu lagi."     

"Iya, hehehe,"     

"Oh maafkan saya, nyonya Dian."     

"Tidak apa-apa, kalian berteman ya?"     

"Erwin ini eh dokter Erwin ini adalah teman kuliahku beda jurusan. Dia mahasiswa peraih IPK tertinggi setiap semester." Ujar Calista dengan wajah ceria.     

"Hanya kebetulan. Oya, saya akan memeriksa kondisi bayi ibu. Sebentar ya."     

"Dian, aku kembali ke kamar dulu ya. Nanti aku kesini lagi. Oya, Erwin, senang bertemu denganmu lagi."     

"Oh okay, senang bertemu denganmu juga Calista." Erwin, pria dengan warna rambut dan warna mata sama-sama hitam, dengan potongan rambut belah tepi, dan kulit putih. Mereka sama-sama dilahirkan di Jogja namun baru mengetahui kalau mereka satu kota kelahiran ketika Erwin kedapatan sedang berada di taman Malioboro bersama teman-teman satu komunitasnya.     

"Wah, senang sekali dokter anak saya adalah teman Calista." Ucap Dian sambil melihat anaknya diperiksa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.