Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 499. Sekretaris Seperti Kamu



V 499. Sekretaris Seperti Kamu

0"Yayaya saya bisa mengerti. Darren itu teman kuliah saya. Dan, saya tahu istrinya baru melahirkan." Ucap Steve yang matanya sesekali menatap Lusy yang terus menundukkan wajahnya.     

Pertemuan siang ini yang dikamuflase dengan acara makan siang berlangsung sangat lama menurut Lusy. Ingin rasanya dia pergi dari tempat ini dan menikmati makan siang di tempat lain. Semua makanan yang ada di hadapannya tidak disentuh sama sekali. Bibirnya beberapa kali tertangkap Steve mengerut tanda perempuan itu menahan lapar yang sejak pagi memang belum sempat diisi.     

"Kalau begitu, pertemuan kali ini saya akhiri. Saya percaya dengan kinerja tim Darren. Kalau begitu, kami pergi lebih dahulu." Steve dan anak buahnya langsung berdiri dan beranjak meninggalkan tempat pertemuan. Lusy beserta bosnya dan Dion langsung berdiri memberi hormat.     

"Aaaahh perutku," Lusy langsung duduk melorot ke bawah sambil memegang perutnya.     

"Kamu kenapa?" Bos Lusy bingung dengan apa yang terjadi pada sekretarisnya itu.     

"Maaf pak, saya kelaperan dari pagi belum sempat makan." Jawab Lusy dengan wajah pucat dan lesu.     

"Apa? Kok bisa kamu belum sarapan? Dan, kenapa kamu tidak ikut makan saja dari tadi?"     

"Tidak berani, pak. Kalau begitu, bolehkah saya sekarang untuk makan?" Ucap Lusy dengan wajah memelas.     

"Tentu saja, kalau kamu sampai pingsan, saya bisa repot." Bos Lusy dan Dion terkekeh melihat sikap Lusy yang sedikit lucu. Lusy pun langsung melahap makanan yang ada di atas piringnya. Begitu juga dengan bosnya dan Dion yang mereka bertiga langsung terlibat percakapan yang santai dan penuh keakraban sambil makan.     

Sementara, dibalik bilik seorang pria tersenyum geli mendengar ucapan seorang perempuan di dalamnya. Namun, tiba-tiba wajahnya menggelap ketika mendengar ucapan dari dalam berikutnya.     

"Jadi, bagaimana Lusy dan Dion? Kapan kalian akan berpacaran dan menikah? Dion ini sangat tampan loh dan dieluk-elukkan banyak karyawan wanita. Kamu juga sebenarnya cantik Lus kalau kamu mau sedikit berdandan dan memakai pakaian modern seperti sekretaris lainnya. Tapi, aku suka kinerja kamu makanya aku lebih suka punya sekretaris seperti kamu." Ujarnya.     

Dion dan Lusy saling bertukar pandang. Lusy tidak pernah menganggap Dion sebagai seorang pria yang harus dikencani. Baginya, kehadiran Steve sudah memenuhi kesehariannya dan pria itu bisa menggila kalau Lusy sampai dekat dengan pria lain. Sedangkan bagi Dion, Lusy adalah perempuan yang selalu menjaga jarak dengan lelaki manapun. Seperti seorang yang sudah menikah, Lusy menghindari perkumpulan dengan banyak pria.     

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Lusy.     

"Aku tunggu di parkiran sekarang juga." Pesan yang benar-benar singkat dan membuat Lusy tidak bisa untuk tidak melotot. Pria itu ternyata tidak benar-benar meninggalkan tempat ini.     

"Bagaimana aku harus meminta ijin?" Gumam Lusy dalam hati. Perempuan itu melihat waktu di arloji pergelangan tangan kirinya. Waktu makan siang sudah habis bahkan lewat dari sepuluh menit. Tentu saja dia tidak punya alasan untuk pergi ke tempat lain. Lusy menghela napasnya. Perempuan itu memilih untuk mengabaikan pesan dari pria yang masih membuatnya kesal itu.     

Baru sepuluh menit berlalu sejak pesan itu terkirim, tiba-tiba pintu ruangan pertemuan yang sedang diisi oleh tiga orang yang sedang makan siang, diketuk dari luar.     

"Maaf, ada seseorang yang ingin bertemu dengan nona Lusy di luar." Ucap salah seorang pelayan yang berbicara dengan nada sopan.     

"Lusy, kamu sedang menunggu siapa?"     

"A-aku? Aku tidak tahu, bos." Ucap Lusy bingung.     

"Coba kamu keluar sebentar," Ujar bos Lusy tersebut.     

"Okay, pak." Lusy bangkit dari duduknya. Beruntung dia telah menyelesaikan makan siangnya. Perempuan itu mengambil tas yang berisi dompet dan ponsel seperti biasa perempuan lainnya. "Permisi, pak." Lusy membungkuk hormat terlebih dahulu pada bos dan managernya.     

"Kamu tahu siapa yang mencari Lusy?" Dion menggelengkan kepalanya.     

"Saya tidak tahu, pak." Jawabnya.     

"Ya sudahlah, eh siapa yang menelpon?" Pria berstatus sebagai direktur itu membuka ponselnya. Matanya melotot ketika mendapati nama yang tercantum di layar ponselnya.     

"Waduh, ada apa ini ya?" Pria setengah tua itu pun menerima telpon dengan tangan kirinya.     

"Ya, halo tuan Steve, ada yang bisa saya bantu?" Dion kaget mendnengar nama Steve disebut.     

"Aku ada perlu dengan sekretarismu sebentar. Kemungkinan dia tidak kembali ke kantor siang ini." Steve mematikan telpon dengan sepihak, meninggalkan seorang direktur yang langsung bingung karena tidak mengerti apa maksudnya.     

Lusy menuju parkiran dan dia bisa melihat dengan jelas mobil pria yang masih membuatnya kesal.     

"Silahkan masuk, nona." Seorang pria yang dipastikan supir dari Steve membuka pintu penumpang bagian belakang. Lusy ingin menghindar namun sepertinya tidak bisa lagi karena tidak mungkin untuk membuat kekacauan di lahan parkir saat ini.     

Lusy masuk ke dalam mobil dan seperti dugaannya, pria itu duduk manis di kursi sebelahnya.     

"Ada apa?" Perempuan itu malas untuk melihat wajah Steve yang semakin dilihat semakin benci rasanya.     

"Jalan!"     

"Hei, jalan kemana?" Lusy pikir dia hanya perlu berbicara dengan Steve di parkiran. Tapi, mobil sudah bergerak menjauh dari restoran. "Kita mau kemana?" Pria pemilik mobil hanya diam saja tidak mengatakan apapun. "Steve, turunkan aku! Aku masih jam bekerja. Kamu tidak bisa membawaku sesuka hatimu."     

"Sst, diamlah sayang. Aku sudah ijin pada bosmu kalau kamu tidak bisa kembali ke kantor hari ini." Jawab Steve sambil tersenyum menggoda.     

"Astaga, apa yang kamu katakan pada beliau? Please jangan macam-macam! Aku tidak mau menjadi bahan gosipan teman sekantor." Lusy berkata setengah berteriak.     

"Menepilah disana dan kamu pulang naik taksi." Ujar Steve pada supirnya tiba-tiba. Mereka berhenti di tepi jalan raya yang tidak ada lalu Lalang mobil sama sekali. Lusy merasakan ada gelagat tidak baik yang akan pria ini lakukan. Dia pun segera membuka handle pintu untuk keluar dari mobil namun tiba-tiba Steve menariknya.     

"Aku tidak sanggup lagi. Aku merindukan kamu sayang,"     

"Aaaaaah," Steve memangku Lusy diatas kedua pahanya dengan kedua kaki Lusy lurus menjulur. "Lepaskan aku! Aku sedang tidak mood." Lusy meronta ingin turun tapi tangan Steve terlalu kuat untuk dilepas.     

"Aku tahu kamu marah karena kejadian itu. Tapi, aku bisa buktikan padamu kalau diantara kami tidak terjadi apa-apa. Dia hanyalah seorang teman. Bukan seperti yang kamu bayangkan." Ujar Steve.     

"Lalu, kenapa kamu berbohong kalau kamu banyak pekerjaan?" Lusy melihat ke arah lain. Hatinya masih belum ingin menatap pria yang telah memberikan warna-warni dalam hidupnya sejak mengenalnya.     

"Itu karena … memang aku sedang bekerja."     

"Dengan di restoran yang super romantic dan minum wine bersama? Apa jaman sekarang bertemu rekan kerja harus seperti itu? Cih, itu hanya alasan kamu saja kan?" Bibir perempuan yang merengut membuat Steve semakin gemas dibuatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.