Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

V 503. Dengan Satu Syarat



V 503. Dengan Satu Syarat

0Tidak disangka, justru Dian yang menelponnya.     

"Ada apa, Cal? Aku baru saja mengantarkan ayahnya Devan dan Daniella sampai depan."     

"Aku mengganggu kamu tidak?"     

"Ada apa sih? Kok sepertinya ada yang penting?" Dian yang sedang menikmati bubur kacang hijau setelah memberikan air susunya untuk Daniella, membasahi bibirnya dengan minuman dan menghentikan sejenak sarapannya.     

"Hmm, kamu tahu tidak? Adikku, Anton mau melamar bosnya yang perempuan bule itu, Ruby." Jawab Calista,     

"Ruby calon istri suamimu yang dijodohkan sejak kecil?" Dian membelalakkan matanya.     

"Iya betul. Kamu ingat betul kalau yang itu, huh." Dian bisa melihat dengan jelas seringai cemberut sang teman di ujung telpon.     

"Hahaha, becanda sayang. Oya, kebetulan aku ingat sesuatu. Kamu dapat salam dari teman kamu, Erwin." Ucap Dian yang lega akhirnya dia bisa tidur nyenyak karena sejak kemarin dia merasa ada sesuatu yang harus disampaikan pada Calista tapi Dian tidak kunjung ingat apa itu.     

"Erwin? Untuk apa dia menitipkan salam?" Calista mengerutkan keningnya.     

"Dia tidak tahu kalau kamu sudah menikah bahkan punya anak tiga. Kasihan loh dia Cal, dia bilang pernah suka sama seorang wanita tapi dia tidak berani menyatakannya sehingga akhirnya dia telat. Wanita yang dia suka sudah menjadi milik orang lain. Aku merasa … kalau wanta yang dia maksud itu adalah …"     

"Siapa? Aku? Huh, aku bahkan tidak pernah akrab dengan siapapun saat kuliah, teman perempuan apalagi teman lelaki. Kamu tahu sendiri kalau aku kerja sambilan demi bisa bayar kuliah. Mana ada waktu untuk pacarana?" Calista berkata sambil duduk manis di kursi makan dengan memutar-mutar cangkir berisi teh manis hangat. Dian diam tidak berkata apapun. Istri dari Dave Kingston itu mengatupkan bibirnya.     

"Sudahlah, jangan bahas dia lagi. Aku tidak mau kalau Darren sampai mendengarnya. Kamu juga jangan bicarakan ini ke Dave ya! Aku selalu merasa kalau suamimu itu senang sekali bicara dengan suamiku." Ucap Calista. Dian tertawa terbahak-bahak.     

"Aduh,"     

"Makanya jangan ketawa kencang-kencang, sakit kan bekas jahitannya, hehehe,"     

"Iya, lumayan banyak jahitannya, lebih banyak dari saat lahiran Devan." Ujar Dian dengan suara terdengar meringis.     

"Hehehe, ya sudah istirahat saja. Tadinya aku mau ngobrol tapi ya sudah lah, aku mau lihat Kral di kamar."     

"Iya, aku juga mau menemani Daniela tidur lagi. Semalaman anak perempuan ngajak aku dan Dave begadang, hoaaaaaaam. Okay, aku tutup ya."     

"Aishhh, aku yang menelpon!"     

"Hahaha, aduhhh,"     

"Ckckck, bye."     

"Bye,"     

-----     

"Pagi," Sebuah tumbler kopi diletakkan tepat di hadapan Anton yang sudah tiba di kantor sejak pukul setengah delapan pagi, dari jam kerja yang seharusnya dimulai pukul sembilan.     

"Pa … gi. Kamu, ada apa?" Melihat yang memberinya kopi adalah seorang perempuan yang sudah tidak ada didalam hatinya itu, Anton tidak jadi memegang tumbler dan malah kembali fokus dengan pekerjaannya mengecek dokumen masuk sebelum berpindah tempat menuju ke atas meja bosnya sekaligus kekasih rahasianya.     

"Anton, aku ingin mentraktir kamu makan siang hari ini. Bisa kan?" Ayu memasang mata dan wajah memelas. Sudah beberapa kali Anton selalu menolak ajakannya dan bahkan selalu menghindar kontak mata dengannya.     

Adik dari Calista itu mulai berpikir untuk menegaskan apa yang seharusnya dia lakukan sejak lama.     

"Hmm, baiklah. Aku juga ada yang ingin aku katakan padamu. Kita bertemu di pantry basemen jam setengah satu." Jawab Anton sambil berdiri dan menatap Ayu dengan sorot mata tegas. Tampak wajah cerah dan senyum sumringah perempuan yang selalu ditolak itu menguar dengan jelasnya.     

"Okay, aku tunggu ya dan jangan kamu gagalkan lagi." Ucap Ayu dengan memasang wajah ngambek dan manja.     

"Ya," Anton pun kembali duduk dan melanjutkan pekerjaannya.     

"Diminum dulub kopinya ya. Aku akan kembali ke mejaku. Sampai bertemu nanti siang. Bye,"     

"Bye,"     

Meskipun tidak mendapatkan tatapan dari pria yang ketampanannya seribu kali lipat lebih banyak saat sedang bekerja, di mata Ayu, itu, Ayu tidak peduli dan melangkah ringan menuju pintu lift yang akan membawanya menuju lantai paling atas khusus petinggi perusahaan berada. Sepeninggal Ayu, Anton menghela napas panjang.     

"Dulu aku yang mengejar-ngejar dia, sekarang aku yang dikejar-kejar. Tunggu dulu, aku merasa ada yang pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Hmm siapa yaa? Ah sudahlah, aku harus segera menyelesaikan pekerjaan lebih cepat hari ini." Gumam Anton sendiri.     

-----     

Tok Tok Tok!     

"Masuk," Seorang wanita masuk ke dalam ruangan ayah dari Devan dan Daniella dengan langkah anggun dan pakaian formal namun dengan belahan di dada yang cukup terbuka lebar.     

Dave mengernyitkan alisnya mengetahui siapa yang datang. Rahangnya mengeras mengetahui yang datang adalah perempuan yang berkali-kali berusaha menghancurkan hidupnya dan keluarganya, juga keluarga Calista.     

"Britney?" Perempuan yang disebut namanya itu tersenyum senang sehingga bibir yang dipulas lipstick warna merah menyala itu tampak merekah.     

"Bagaimana rasanya menjadi seorang pria berkeluarga dan sudah memiliki banyak anak?" Perempuan itu langsung duduk di atas kursi yang ada di hadapan Dave.     

"Yang pasti hidupku sekarang lebih teratur dan punya tujuan yang jelas. Mau apa kamu kesini? Kamu tahu kan, aku bisa saja menelpon polisi dan menangkap kamu dengan banyak kasus?" Ancam Dave dengan seringai sinisnya.     

"Huh, beginikah caramu menyambut perempuan yang pernah menghangatkan ranjangmu? Tidak Cuma sekali tapi … berkali-kali." Balas Britney dengan senyuman tidak kalah sinisnya.     

"Dan, itu adalah penyesalan seumur hidupku yang akan aku bawa sampai kapanpun. Sekarang katakan apa maumu atau aku akan menelpon polisi sekarang juga!"     

Britney tersenyum sejenak. Senyuman yang menunjukkan pahitnya kehidupan yang dia miliki. Kehidupan dimana nerakanya dimulai saat dirinya dilempar ke sebuah ikatan pernikahan dengan pria yang tidak pernah dicintainya, hanya karena ambisi dari kedua orangtuanya agar bisnis mereka terselamatkan dari kebangkrutan. Pernikahannya dengan Donni membuatnya harus mengkhianati Darren, pria yang sebenarnya dia cintai sejak lama. Pahit dan kerasnya kehidupan membuat Britney sudah tidak mengangungkan lagi arti cinta sejati.     

Baginya, dimana ada uang yang bisa menjamin hidupnya menjadi lebih glamour dan hedon, dia akan terus berada disana, meskipun harga dirinya yang sejak lama sudah hilang harus terinjak-injak untuk kesekian kalinya. Berpindah dari satu lelaki ke lelaki lain. Perempuan mungil itu berpendapat, pria yang menginginkan tubuhnya adalah pria yang masih menyayanginya, apapun motif mereka.     

"Aku ingin hidup tenang dan tidak akan mengganggu kalian lagi."     

"Tapi?"     

"Tapi, dengan satu syarat."     

"Cih, kamu pikir aku peduli dengan syarat ataupun apapun yang akan kamu katakan. Dengar, kalau aku ingin membantumu kali ini, itu bukan karena syarat yang akan kamu katakan, tapi karena aku ingin membalas rasa bersalahku padamu." Jawab Dave sambil mengepalkan tangannya.     

Britney tertawa terbahak-bahak mendengarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.