The Eyes are Opened

Aku Tahu Sebelum Kamu Tahu



Aku Tahu Sebelum Kamu Tahu

0Hari-hari yang aku jalani setelah kejadian terakhir dari gunung Lawu tidaklah mudah untuk dapat ku jalani sendiri. Mendapat firasat tentang apa yang akan terjadi di masa depan, kematian yang selalu menghantuimu, dapat mengetahui apa yang orang lain pikirkan tentangmu, melihat apa yangorang lain tak dapat lihat, dan apapun yang kamu rasakan sangat berbeda dengan orang awam lainnya. Hingga terkadang kamu di pandang seperti orang gila bagi orang awam, berbicara sendiri, terkejut sendiri, khawatir sendiri, merasa takut sendiri, dan melakukan sesuatu yang belum orang lainlakukan sendiri. Satu tahun aku menjalani hidup dengan kemampuan yang baru saja aku miliki ini memang tidak mudah untukku beradaptasi. Aku harus menjaga interaksiku dengan 'mereka' yang tak dapat di lihat dengan mata telanjang, menjaga apa yang aku dengar serta menjaga setiap perkataan yang terucap oleh mulutku. Belum lagi setiap hari kemampuan baru ini selalu baru seperti pisau yang selalu di asah setiap hari, semakin tajam dan semakin peka.     

Terkadang aku tak dapat bercerita tentang kemampuanku pada semua orang, aku berusaha untuk bersikap seperti layaknya mereka, agar aku tak di kucilkan dan mereka dapat menerimaku apa adanya. Ketika di posisi itu aku merasa aku sendirian, karena nggak banyak anak-anak seusiaku yang memiliki kemampuan yang sama dan dapat saling memahami. Beberapa kali selama sekolah juga aku sering kali melihat 'mereka' berkeliaran di sekitar kehidupan manusia. Iya. 'mereka' itu juga hidup berdampingan dengan kita. Berdiri di tempat yang sama, duduk di tempat yang sama, terkadang saling bertatapan, namun kitalah yang tak dapat melihat dan mengetahuinya. Masa-masa sekolah di SMPku juga berjalan seperti layaknya anak-anak normal. Namun sering kali saat itu apa yang aku ucapkan dan aku doakan sering kali terjadi tak lama kemudian.     

Bagiku meminimalkan aktivitas sosial dengan orang-orang sekitar tidaklah mudah. Namun untuk menjaga semuanya yang aku miliki ini agar tidak berlebihan karena aku menyadari saat itu aku masih sangatlah muda, dan dapat kapan saja lepas kontrol dan aku bisa saja kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Aku memilih untuk lebih sering pergi ke perpustakaan untuk membaca buku novel ataupun ensiklopedia anak yang sangat lengkap yang tersedia di dalam perpustakaan sekolahku. Terutama di akhir masa sekolahku ketika aku sudah memasuki kelas 9. Aku dan teman-teman tidak lagi satu kelas, dan mereka menemukan teman bermain sendiri. Tetapi aku tak merasa kesepian ataupun merasa sedih tak memiliki teman, karena mereka masih mengajakku bermain dan mengenalkan teman-teman yang lain yang sebelumnya aku hanya mengetahuinya saja selama kelas 8. Di saat aku mulai memiliki banyak teman, tanpa sengaja aku dapat membaca masa depan beberapa temanku dan beberapa anak yang sedang aku lihat. Aku sangat terkejut mengetahui hal tersebut, hingga membuatku tak percaya dan mengalihakan energiku untuk belajar dan membaca buku. Namun adaa beberapa anak yang aku lihat masa depannya, benar-benar terjadi satu tahun kemudian saat aku sudah memasuki SMA. Di sini lah ceritaku yang semakin beragam di mulai.     

Semua berawal dari malam pentas seni dan malam perpisahan untuk kami yang sudah menyelesaikan tiga tahun ajaran di Sekolah Menengah Pertama atau yang sering di sebut dengan SMP. Acara tahunan yang selalu di adakan sekolah untuk memperingati bagi siswa-siswinya yang sudah lulus sekolah. Masih sama dengan isi acara malam pentas seni di tahun sebelumnya, ada lomba menghias kelas di pagi harinya, acara bazar di malam harinya serta tak lupa lomba basket antar kelas maupun dengan alumni. Acara tahun ini sangat meriah karena alumni yang saat ini sedang menduduki di bangku SMA dan terkenal sebagai pion dari tim basket sekolah mengajukan diri untuk mengikuti lomba malam itu bersama timnya. Acara semkain memanas dan semakin seru saat pertandingan mendekati final. Karena saat final nanti tim yang menang di pertandingan sebelumnya akan bertanding dengan anak-anak alumni yang sering juga disebut dengan All Star Crew.     

Aku yang saat itu hanya berjalan-jalan dan mengelilingi setiap stand yang berjualan bersama Claudi mulai merasa bosan, hingga akhirnya kami memilih untuk duduk di bangku panjang di dekat lapangan dan melihat pertandingan basket dari luar lapangan.     

"Lu tumben nggak sama Karin." Tanya Claudi.     

"Yaaahhh kaya nggak tahu aja kamu Di, sejak Karin berpacaran sama kak Andrew, dia kan sudah jarang main lagi sama aku. Datang ke kelas aja sesekali kalau pas nggak kak Andrewnya sibuk. Kalau nggak sibuk ya mereka mojoklaaahhh.. Kaya nggaktahu anak muda ajaahhh." UCapku sambil tersenyum melihat kearah Claudi yang termenung melihat beberapa anak yang lain mulai berpasangan.     

"Eh Ndra, lu sendiri nggak mau punya pacar apa?" Tanya Claudi.     

"Ya mau lahhh.. Orang aneh yang nggak pengan punya pacar itu. Kenapa? Ada Cowo yang kamu taskir?"     

"Gila aja! Mana ada yang kaya gitu sekarang Ndra! Sekarang itu gue harus banyak belajar dapetin nilai yang bagus dan yang pasti tambah tambah ilmu laahhh.. Mana sempat aku punya waktu buat pacaran." Ucapnya dengan wajah yang sangat lesu.     

"Kenapa sampe obsesi segitunya sih? Bukannya normal aja ya kalau kita punya pasangan apalagi nanti di SMA?"     

"Iya emang, tapi gue nanti pengen kuliah di luar negri Ndra, dan kemungkinan ini malam terakhir kita bertemu juga." Ucapnya sambil memandang mataku dengan sangat dalam.     

"Hah? Kok bisa? Emang lu mau kemana?" Tanyaku yang terkejut mendengar penyataan dari Cladi.     

"Iya, gue nanti SMA bakalan sekolah di Jakarta Ndra. Bokap di tugasin di sana, jadi mau nggak mau sekeluarga juga harus pindah. Dan yang paling mengejutkannya lagi, nyokap gue hamil lagi donggg!! Gila nggak sih bokap gue ini? Anak sudah dua dan pada sudah gede juga, masih nambah adek lagi gue!! Apalagi sekarang posisi nyokap ada di Jakarta, mau nggak mau ya memang harus pindah. Nggak mungkin nyokap balik ke sini dengan kandungannya yang masih muda. Terus Bokap gue jadi suami overprotective lagi sama nyokap. Yang nggak boleh ginilah, gitulah. Anaknya yang udah gede gini yang harus ngebantu ngerawat nyokap. Hadduuuhhh ada-ada aja sih nih bokap." Ucap Claudi sambil geleng-geleng kepala.     

"Waaahhh selamat ya Di.. lu bakalan jadi kakak. Hehehehe.. nggak apa lah punya adik lagi. Bisa di ajak main dan di jadiin mainan. Hahahahaha.. Uhmm.. aku lihat anak-anak pacaran dari jaman SMP sampe sekarang dan pada awet jadi pengen deh. Kalau punya cowok, aku pengen yang tinggi yaahhh minimal 170cm lahhh.. Pokoknya nggak kurang dari itu aja udah cukup. Uhmm.. paling nggak umurnya beda 2 tahun minimal, maksimal 4 tahun dari aku." Ucapku sambil terus melihat kearah langit yang sangat terang malam itu hingga bulan dan bintangpun terlihat dari sini.     

"Kenapa lu pengennya kaya gitu banget? Hehehehe.. Memperbaiki keturunan ya?" Ledek Claudi.     

"Iya lah.. Aku tingginya seberapa, kalau punya pasangan yang juga pendek kaya Sony gitu gimana coba? Ya paling nggak anak-anakku kelak tinggi-tinggi lah harapankuu.."     

"Hmmphh..Hmmmpphh..."     

"Kenapa? Ketawa kok di tahan-tahan." Ucapku dengan nada sini.     

"Nggaaakkk.. gue ngebayangin aja kalau lu nikah sama Sony, pasti lucu deh. Satu keluarga unyil semua. Hahahahahaha.." Ucapnya sambil tertawa dengan cukup keras hingga beberapa orang yang duduk di sebelahku melihat ke arah kami.     

Sejak malam itu, semua yang aku ucapkan terjadi secara nyata di depan mataku. Saat aku menduduki bangku SMA, baru beberapa bulan aku menjadi anak SMA, ada beberapa temanku yang mengajakku untuk menonton pertandingan basket anak-anak alumni saat malam hari di jam latihan basket. Aku yang saat itu bersama Karin, Cassandra, Julie, dan Irene berjalan dari kosan Cassandra yang tak jauh dari gedung sekolah. Saat itu aku tak tahu jika Karin menjodohkanku dengan salah satu anak basket yang terkenal sangat playboy. Karin pun juga nggak pernah bercerita apapun tentang perkenalan ini sebelumnya. Seakan-akan hanya aku yang tak tahu maksud di balik ini semua. Kami berjalan seperti biasa hingga tiba di sekolah, melihat kak Andrew yang telah berada di lapangan basket dengan beberapa temannya yang lainnya, Karin langsung menghampirinya. Cassandra dengan Julie duduk di ujung lapangan bersamaku. Lalu malam itu berlalu begitu saja dan berakhir aku terpaksa diantar pulang dengan salah satu teman kak Andrew yang di jodohkan denganku. Ia bernama Azka. Cowok inilah yang terkenal playboy di SMA, karena hampir semua cewe sudah pernah ia dekati dan pernah ia pacari. Sahabatnya sendiripun pernah ia pacari meskipun saat ini tetap menjalin pertemanan.     

Hari semakin larut dan akupun hendak pulang sebelum mama meneleponku. Aku berpamitan dengan Karin yang tadinya berjanji akan mengantarku pulang. Namun saat aku mengajaknya untuk pulang, ia menolakku dan memungkiri janjinya.     

"Ndra, malam ini kamu pulang sama kak Azka aja gimana? Aku nggak bisa antar kamu soalnya aku mau di ajak keluar sama kak Andrew abis gini." Ucap Karin dengan nada santai dan terlihat dari gelagatnya sengaja membuatku pulang dengan kak Azka.     

"Lho tadi bilangnya kamu mau anterin aku? Kok sekarang aku di anterin sama kak Azka sih? Aku kan juga nggak kenal dia?" Ucapku dengan sedikit emosi.     

"Iyaaa.. yaaaa.. gimana dong.. kak Andrew juga mendadak banget sih ngajaknya."     

Aku hanya terdiam dan tak dapat berkata apapun saat itu, aku melihat kak Andrew yang baru saja selesai bermain basket dan berdiri di belakang Karin pun tak mengatakan apa-apa. Saat itu aku bingung dan ada perasaan takut jika kak Azka bukan cowo yang nggak baik gimana.     

"Nggak usah takut Ndra.. kak Azka itu teman dekatnya kak Andrew. Jadi nggak mungkin ngelakuin yang aneh-aneh lah sama kamu.. Lagian kamu mau pulang naik apa kalau sekarang? Sudah nggak ada ojek lagi nih. Malah bahaya kan??" Ucap Karin meyakinkanku.     

"Kenapa beb?" Tanya kak Andrew yang menghampiri kami sambil meneguk air minum dari botolnya.     

"Ini lho kak, Dyandra mau pulang, tapi bingung mau pulang naik apa. Kan nggak ada ojek lagi jam segini." Ucap Karin pada kak Andrew.     

"Oh ya udah kita an-" Kalimat kak Andrew terputus saat Karin menyenggol pinggangnya.     

"Lho kamu ini lupa ya kak, kan tadi bilangnya mau ajak aku keluar. Gimana sih? (Lagian tadi aku sudah bilang ke Dyandra kalau dia akan di anterin sama kak Azka.)" Ucap Karin sambil berbisik di dekat kak Andrew. Kak Andrew yang mengetahui maksud Karin pacarnya itu akhirnya hanya dapat terdiam dan memandangku dengan tatapan tak tega. Hingga akhirnya aku benar-benar di antar dengan kak Azka tanpa tahu apapun malam itu apa yang telah terjadi padaku.     

Saat semua anggota tim basket selesai merapikan barang-barangnya dan hendak pulang, hingga tinggal aku, Karin, kak Andrew dan kak Azka yang masih berada di sekolahan. Di saat itulah Karin mengenalkanku langsung pada kak Azka dan meminta tolong padanya untuk mengantarkanku pulang ke rumahku. Disaat itu persaanku mulai nggak enak dan tanpa sengaja melihat apa yang di pikirkan oleh Karin tentang ku. Aku terkejut mengetahui apa yang dimaksud Karin sejak tadi, tetapi aku bersikap sewajarnya di depan mereka seakan-akan aku tak mengetahui apapun.     

["Uhmmm.. Rin.. apa nggak bisa aku pulang sendiri aja ta? Aku ngerasa nggak enak sama kak Azka. Lagi pula rumahnya sama rumahku juga jauh banget."] Bisikku.     

["Udah laaa.. di anterin aja lebih aman. Kalau ada apa-apa kan kak Andrew bisa langsung hubungi kak Azka atau kamu? Kalau kamu ngotot pulang sendiri naik ojek, kita nggak tahu malah kamu di jalan aman atau nggak? Selamat atau nggak. Ya kan??] Bisiknya yang terus mencoba meyakinkanku.     

Di saat itulah aku mulai mengikuti alur permainan yang dibuat sahabatku sendiri. Akhirnya malam itu aku setuju di antar oleh kak Azka pulang ke rumah.     

"Bentar ya Ndra, aku ambil motor dulu." Ucapnya sambil berjalan dengan kak Andrew. Melihat kak Azka yang membawa motor CBR yang termasuk motor besar, membuatku semakin tak nyaman.     

["Tak biasanya aku menaiki motor besar dengan seorang anak cowok. Aku nggak yakin ketika aku masuk ke perumahanku, semoga saja nggak menjadi perhatian warga sekitar."] Gumamku dalam hati sambil melihat Karin yang tersenyum seakan-akan permainannya berjalan dengan lancar.     

"Uhmm Ndra, ayuk!" Ajaknya untuk segera naik sepeda motornya.     

"Ah iya kak." Jawabku sambil berusaha menaiki motor besar itu.     

"Woi bro! Langsung bawa pulang ya! Jangan di culik lho! Di jaga yang bener!" Teriak kak Andrew yang sudah menaiki mobilnya bersama Karin dan hendak keluar gedung sekolah.     

"Yoi bro! Nggak berani macam-macam saya sama anda! Hati-hati bro!" Ucap kak Azka sambil dengan pelan menjalankan sepeda motornya.     

Sejak malam itu kak Azka menjadi mendekatiku ketika di sekolah. Ia sering kali menghampiri di depan kelasku bersama beberapa temannya dan berpura-pura berbincang di depan kelasku meski hanya untuk mendekatiku. Beberapa kali ia mencoba mengajakku untuk berbicara, namun aku tak tertarik dengannya sama sekali. Apalagi aku yang saat itu belum pernah sama sekali berpacaran, sehingga aku tak tahu harus bagaimana menghadapi kak Azka saat itu. Karin juga sudah susah sekali untuk di temui sehingga membuatku untuk beradaptasi lagi dengan teman-teman yang lainnya dan bergaul dengan mereka. Lalu ketika ada kesempatan, kak Azka mendekatiku lagi dan menemuiku di rumah secara langsung. Aku sampai terkejut saat ia datang ke rumah untuk kedua kalinya. Ia bertemu dengan mama dan papa yang menyambutnya saat ia bertamu. Dan siapa sangka jika orang tua kak Azka adalah teman sekolah mama saat dulu.     

"Lho kok ada kak Azka?" Tanyaku terheran-heran melihat kak Azka yang sedang duduk di ruang tamu saat aku baru saja pulang dari minimarket sore itu.     

"Oh, halo Ndra.. iya aku pengen main aja ke rumahmu. Boleh kan??" Tanyanya dengan tatapan sedikit menggoda. Aku yang tak dapat menjawab tak boleh padanya di saat dia sedang di rumahku. Dengan terpaksa aku menemaninya sore itu.     

"Kamu habis dari mana?" Tanyanya lagi.     

"Oh, aku abis dari minimarket di depan rumah. Sebentar ya kak, aku masuk dulu." Ucapku sambil berjalan menuju dapur.     

"Ma, mama tadi yang bukain pintu?" Tanyaku pada mama yang sedang memasak.     

"Bukan. Papamu tadi yang bukain pintu. Kenapa?"     

"Ah, nggak apa. Cuman yang aku tahu kak Azka itu sedang ndeketi aku. Aku di comblangin sama Karin, tapi Karin nggak ada cerita sama aku. Gimana dong ma?"     

"Yaaaa.. dicoba aja lho.. Siapa tahu cocok. Ow ya kamu tahu nggak kalau kakak kelasmu itu ternyata mamanya teman mama waktu SD dulu. Waahhh nggak nyangka sih anaknnya jadi segede ini." Ucap mama yang terlihat tertarik dengan kak Azka.     

"Heee??? Yang bener ma? Kok mama tahu?"     

"Ya mama tanya lah.. tanya rumahnya.. terus tanya nama orang tuanya. Ya tahu dari situ. Kan mama juga ahrus menegtahui siapa dia sebelum dekat denganmu. Apalagi nih cowok tadi tiba-tiba datang ke rumah cari kamu. Kan ya mama sama papa kaget."     

"Tuh kan ma. Terus Andra harus gimana?"     

"Nggak gimana-gimana. Ya sudah jalani aja dulu. Masalah Karin yang nggak cerita urusan belakang. Kalian cocok nggak juga urusan belakang. Kalian saling kenal aja dulu baik-baik. Sudah sana bawa ini kedepan! Mama capek mau nonton drama dulu di kamar." Ucap mama sambil memberikanku sepiring pastel isi untuk di berikan kepada kak Azka yang sedang menungguku di ruang tamu, sedangkan mama telah meninggalkanku ke kamar.     

"Hai kak.. Maaf lama ya nunggunya, ini dibuatkan mamaku. Silahkan dicoba." Ucapku sambil memberikan sepiring pastel yang masih hangat ke hadapan kak Azka yang sedang asik bermain dengan ponselnya.     

"Oh-oh iya makasi banyak ya Ndra. Uhmm... kamu berapa bersaudara?" Tanyanya sebagai basa basi.     

"Oh.. Aku dua bersaudara. Aku punya kakak perempuan yang sekarang sedang kuliah di luar kota." Ucapku yang masih malu-malu saat pertama kali berkenalan.     

"Ow ya, terima kasih banyak ya kak kemarin malam mau mengantarku sampai rumah. Maaf kalau aku jadi ngerepotin."     

"Ah.. nggak apa kok. Lagian bener kata temanmu si Karin itu. Bahaya banget kalau kemarin kamu pulang menggunakan ojek malam-malam. Banyak banget kejadian cewek pulang malem naik ojek malah di perkosa di tengah jalan." Tukasnya sambil menyantap sepotong pastel.     

"Ahh.. iya ta? Kok Jadi ngeri ya? Uhmm.. omong-omong, kak Azka nggak apa nih main ke rumahku? Nggak ada yang cari'in nanti? Atau ada yang cemburu mungkin? Hehehehe.."     

"Nggak lah! Aku nggak punya pacara sekarang. Hahahaha.. Makanya aku main ke sini mungkin aja kamu bisa ajdi pacara aku. Hehehehe.." Ucapnya sambil melirik ke arahku sambil tersenyum genit.     

"Ah-iya kak?" Ucapku yang pura-pura nggak mendengar ucapannya barusan.     

"Ahh.. nggak apa kok. Aku tuh sekarang nggak punya pacar. Jadi kamu santai aja. Nggak akan ada yang cemburu kok. Hehehehe.."     

"Ohh.. iya kak.. Hehehehe.."     

Sore itu kak Azka berada di rumahku cukup lama hingga tak terasa waktu di jam dinding telah menunjukkan pukul 19.30 WIB.     

["Waduuuhh ni orang nggak tahu waktu banget. Udah datang dari jam empat sore lho sampai jam segini nggak pulang-pulang. Cuman bertamu dan PDKT tapi sampe berlama-lama begini? Uhmm harus gimana nih aku??"] Gumamku dalam hati yang masih menemani kak Azka di ruang tamu sambil mengobrol dari membahas sekolahan, sampai membahas kesukaan masing-masing.     

Mama dan papa yang mengetahuinya langsung mengambil tindakan untuk mengusir halus kak Azka yang saat itu masih duduk manis dan sesekali bermain dengan ponsel yang selalu tak pernah lepas dari tangannya.     

"Ndraaa!! Sini bentar nak!" Panggil mama yang berada di dapur. Aku yang mendengar di panggil langsung bangkit dari tempat dudukku dan segera menemui mama.     

"Eh, bentar ya kak. Aku di panggil mamaku ke dalam dulu." Ucapku lalu berlari menuju ke dapur.     

"Ndra, Itu temanmu apa nggak pulang-pulang? Apa dia nggak belajar? Kan besok juga masih sekolah." Ucap mama yang khawatir mengganggu jam belajarku.     

"Nah itu ma. Aku juga bingung kok nggak pulang-pulang? Masa iya aku haris bilang langsung untuk suruh pulang? Kan nggak enak banget? Ada ide nggak ma?"     

Papa yang mendengar kami dari dapur dengan sigap menghampiri kak Azka yang masih duduk dan tak beranjak sama sekali dari tempat duduknya.     

"Permisi ya nyo.. Uhmm.. ini Dyandranya mau om ajak keluar dulu. Nggak apa ya? Lain kali kamu bisa main ke sini lagi ya nyo.. Maaf lho ya nyo." Ucap papa tanpa basa basi.     

"Oh iya suk! Nggak apa. Maaf lho suk. Ya sudah saya mau pamit aja kalau gitu. lain kali saya boleh ya suk main ke sini lagi?"     

"Iya nggak apa. Hati-hati ya di jalan." Ucap papa mengantar kepergian kak Azka sambil aku mengantarnya juga yang sudah berjalan dari arah dapur menuju ke ruang tamu.     

"Uhmm.. Ndra, aku pulang dulu ya.. Makasi ya Ndra.. Nanti chattingan aja ya?" Ucapnya sambil melambaikan tangan dan meninggalkan rumahku dengan menggunakan motor CBRnya.     

"Iya kak. Hati-hati yaaa.." Ucapku mengantarkan kak Azka yang berlalu meninggalkan rumahku.     

Setelah kak Azka pergi jauh dari rumahku dan sudah tak terlihat lagi, papa mengajakku masuk ke dalam rumah dengan nada yang sedikit tegas.     

"Andra masuk!" Ucap papa.     

["Waduh! Papa pasti nggak suka nih sama kak Azka. Tapi gimana lagii?? Orangnya juga kaya gitu! Aduuhhh!!"] Gumamku sambil menggelengkan kepala.     

"Duduk sini Ndra! Mama juga sini" Ucap papa sambil mendudukkanku di ruang TV. Akuhanya menarik nafas sedalam-dalamnya dan mengembuskannya sebelum papa mulai berbicara. Aku tahu papa pasti mau membahas tentang kak Azka yang datang tiba-tiba hari ini. Jadi aku hanya duduk di kursi sofa sambil bersiap mendengarkan papa yang akan mengomel panjang dan lebar seakan pidato di atas panggung.     

"Ndra, kamu tahukan maksud papa panggil kamu di sini?"     

"He'em. Andra tahu. Kak Azka kan?"     

"Iya. Apa kamu pacaran dengan cowok kaya gitu?"     

"Nggak lah! Andra aja baru aja kenal kok. Kenapa sih?"     

"Ya dari gelagatnya aja papa nggak terlalu suka. Meskipun dia anak yang berprestasi melalui bakatnya bermain basket. Tapi kok papa ngerasa dia anak yang playboy ya? Masa dari tadi selama kamu di sini aja main ponsel terus nggak perhatian sama kamu sama sekali. Kalau bisa jangan sampai kamu berpacaran ya!' Ujar papa sambil berlalu meninggalkan kami dan kembali masuk kedalam kamar.     

"Iya Andra tahu kok pa! Tenang aja. Nggak akan sampe Andra pacaran kok!" Teriakku pada papa yang memberikan simbol oke saat memasuki kamarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.