The Eyes are Opened

Ketempelan (Part 02)



Ketempelan (Part 02)

2"Selamat siang." Sapa dokter yang mengoperasi kakiku datang berkunjung.     

"Siang dok." Jawabku yang masih terbaring di atas kasur.     

"Saya dokter Ryan yang mengoperasi kaki anda. Sebelumnya saya ingin bertanya, sewaktu anda jatuh dan mengalami bengkak pada kaki, saya melihat ada bobok yang terbuat dari dedaunan. Siapa yang memberi tahu anda jika daun tersebut memiliki kandungan analgesik yang cukup tinggi?" Tanya dokter Ryan.     

Saat dokter Ryan menanyakan hal tersebut, jujur aku nggak bisa menjawabnya jika tanaman obat itu di beri tahu oleh seekor burung jalak penunggu Gunung Lawu, aku nggak yakin apakah dokter Ryan dapat percaya padaku tapi aku juga masih nggak tahu harus jawab apa. Aku terdiam sesaat dan hanya memandang kearah bawah sambil mencari jawaban yang tepat pada dokter Ryan.     

"Uhmmm.. saya sedikit lupa dok, karena posisi saat saya jatuh sangat cepat dan saya hampir tidak sadarkan diri. Tetapi saat itu ada teman saya yang langsung memberikan obat bobok ini pada kaki saya." Ucapku.     

"Setelah di beri obat itu apa yang anda rasakan?" Tanya dokter itu lagi.     

"Uhmmm... saya merasakan seperti dingin-dingin mint, lalu nyeri di kaki saya terasa hilang sampai waktu saya tiba di rumah sakit itu baru terasa lagi sakitnya." Ucapku.     

"Ohhh.. benar kalau begitu, obat bobok yang di berikan temanmu itu memiliki anti nyeri untuk luka. Tadi saya dan tim saya sempat memeriksa kandungan obat tersebut dan memang obat tersebut memiliki khasiat anti nyeri dan pereda bengkak pada luka. Meskipun hanya sesaat tapi obat itu sangat membantu untuk luka yang kamu alami saat itu. Jika tidak memperoleh obat itu mungkin kakimu akan semakin parah dan bisa saja akan menimbulkan infeksi nanah di dalam." Jelas dokter Randy.     

[Tok-tok-tok-tok]     

Terdengar suara ketukan pintu kamarku saat dokter Randy menjelaskan tentang obat yang di bobokkan pada kakiku. Ternyata bu Maria baru saja kembali setelah menerima telepon.     

"Permisi dok.. saya wali dari Dyandra." Ucap bu Maria saat memasuki kamar.     

"Ah iya bu silahkan. Apakah ibu orang tua dari pasien?" Tanya dokter Randy.     

"Ah, bukan saya guru sekolahnya. Orang tua pasien masih dalam perjalanan kemari." Ucapnya lalu sambil duduk.     

"Oke, Dyandra, untuk lukamu ini tidak terlalu lama dalam proses penyembuhannya, hanya membutuhkan waktu 6 bulan. Selama 6 bulan itu kakimu jangan terkena air terlebih dahulu dan 2 bualn pertama kamu harus badrest karena posisi kakimu yang bergeser sangat rentan sekali bergeser lagi dengan melihat aktivitas di sekolah. Nanti setelah 2 bulan pertama, kamu harus kontrol kembali untuk melihat perkembangan pergeseran tulang pergelangan kakimu. Jika membaik kamu bisa beraktivitas seperti ke sekolah lagi dengan catatan tidak melakukan aktivitas yang sangat berbahaya dan menggunakan kaki." Ujar dokter Ryan.     

"Uhmm.. dok, gini saya kan bukan warga sini, boleh nggak saya minta rujukan untuk jadwal kontrolnya? Apa harus di sini setiap kontrol? Lalu kapan pen di kaki saya bisa di lepas?"     

"Untuk pen, kami tidak memasang pen seperti patah tulang. Kami hanya membetulkan posisi tulangmu dan memberikan otot yang baru di pergelangan tulang kakimu. Sehingga penyambungan otot itulah yang membutuhkan waktu yang lama. Uhmm.. lalu untuk masalah domisili.. bisa lah nanti saya aturkan. Nanti kalau orang tuamu sudah datang minta tolong hubungi saya ya! Nanti kita akan membahasnya lebih lagi. Oke Dyandra? Ada yang ingin kamu tanyakan lagi?"     

"Ah.. begitu.. baik dok nanti saya akan kasih tahu jika orang tua saya sudah tiba. Terima kasih dok."     

"Oke kalau begitu. Saya harus kunjungan ke kamar lain soalnya. Terima kasih atas waktunya. Selamat istirahat dan cepat pulih ya Dyandra." Ujar dokter Ryan lalu keluar dari kamar rawat inapku.     

Setelah dokter Ryan keluar dari kamarku, lalu bu Maria menjelaskan kondisi Via saat ini, ternyata tadi bu Maria menemui pak Andi di ruang ICU dan melihat kondisi Via. Via semakin baik kondisinya saat ini. Seluruh alat vitalnya juga berfungsi dengan normal, dan mulai muncul tanda-tanda dia akan sadar dalam waktu dekat. Jadi kami akan menunggu dan terus memantau kondisi Via hingga siuman. Sedangkan anak-anak yang lainnya sudah mulai berkemas untuk pulang ke rumah masing-masing besok pagi. Nanti setelah kalian tiba di rumah, jadwal belajar dan mengajar akan di mulai lagi minggu depan. Karena dari laporan bu Hera di penginapan, seluruh badan teman-temanku sakit semua. Bahkan ada yang demam saat ini karena tidak terbiasa untuk mendaki gunung.     

"Waaahhh enak sekali ya bu istirahatnya panjang. Hehehehe..."     

"Ya enakan kamu lah Ndra! Kamu bakalan ijin nggak bisa masuk ke sekolah selama dua bulan penuh. Tapi yan kamu jangan senag dulu, nanti selam adua bulan itu kamu akan mendapatkan tugas-tugas juga dan materi pelajaran dari temanmu. Jadi selama di rumah kamu juga tetap belajar yaaaa.. " Ucap bu Maria sambil tersenyum licik padaku.     

"Waahhh ibu ini kalimat awalnya aja manis semanis madu, namun diakhirnya kok sesat gitu ya???"     

"Hahahaha.. iya Ndra. Ini demi kebaikanmu agar kamu tidak terlambat materi yang di sampaikan. Nanti kami setiap hari akan memberikan rangkuman materi dan tugas untukmu. Mungkin dari catatan temanmu atau rangkuman langsung dari gurunya langsung. Jadi kamu jangan khawatir untuk materi-materi yang di pelajari ya.. Selama belum ujian kami akan membantumu semaksimal mungkin."     

"Waaahhhh terima kasih banyak lho buuuu..." Ucapku sambil memeluk bu Maria.     

"Iya sama-sama. Cepat sembuh aja yaaa.. Banyak-banyak makan yang mengandung protein untuk pemulihan lukanya cepat sembuh, lalu kamu juga seharusnya minum susu yang tinggi kalsium untuk tulangmu."     

"Iya bu. Nanti sesampainya rumah pasti beli susu yang tinggi kalsium atau kalsiumnya aja. Soalnya kalau susu sudah setiap hari mama belikanku susu murni sih bu.." Ujarku.     

"Ndra, sebentar ya ibu harus bertemu pak Andi lagi. Kamu nggak apa kan saya tinggal-tinggal gini? Jam berapa orang tuamu akan tiba?"     

"Iya nggak apa kok bu. Wahhh.. kalau itu ya saya kurang tahu. Mungkin nanti kalau mereka sudah dekat akan menghubungi saya lagi untuk tanya kamar." Jawabku, lalu bu Maria langsung berlari meninggalkan kamar.     

Di saat aku sedang sendirian di kamar, aku merasakan hawa yang sangat aneh di sekitaran kamarku, sekana ada orang lain yang berada di kamar selain aku. Aroma yang aku kenal kembali muncul dan tercium sangat pekat sekali. Bulu kuduku tiba-tiba berdiri dengan cepat aku mengusir rasa takut itu dengan menyalakan televisi dengan suara yang sedikit nyaring agar aku tak meras takut lagi. Namun usaha itu rasanya sia-sia, aku massih merasakan ada orang yang mengawasiku dari sebelah tirai tempat tidurku.     

"Perasaan di sebelah nggak ada orang deh sewaktu aku masuk. Kok ngerasa ada orang yang sedang tiduran di sebelah ya? Beberapa kali terdengar suara kriet-kriet dari tempat tidur itu. Hmmm sudah lah mungkin aku salah dengar." Ucapku sambil kembali menonton televisi.     

Bau bunga yang harum bercampur bau cemara yang segar memenuhi seluruh ruangan kamarku. Aku yang tak tahan lagi dengan gangguan ini langsung memencet tombol yang berada di sampingku untuk memanggil suster yang berjaga.     

"Ya? Ada yang bisa saya bantu?" Ucap suster yang memasuki kamarku.     

"Uhmm.. sus boleh nggak saya minta air mineral? wali saya sedang keluar ada perlu soalnya." Ujarku sebagai alasan aku memanggil suster jaga ke kamarku.     

"Ow ya sus, apakah kamar ini menggunakan pengharum ruangan?" Tanyaku sekali lagi.     

"Kalau pengharum ruangan, rumah sakit ini tidak pernah sekalipun menggunakan pengharum ruangan, hanya pengharum lantai saat cleaning service membersihkan lantai. Ada yang di perlukan lagi?" Tanya suster itu lagi.     

"Oh, nggak ada sus. Itu saja. Terima kasih ya sus.." Ucapku.     

[Tlililitttt! Tlililililiiiittt!]     

Terdengar suara telepon yang masuk dari ponselku. Aku menga,bilnya dari nakas sebelah tempat tidur lalu melihat siapa yang meneleponku saat itu.     

"Oh, mama. Halo maaa.. Sudah nyampai mana?" Ucapku dengan nada yang bersemangat.     

["Ini mama sudah sampai di rumah sakitnya. Kamu di kamar mana?"] Tanya mama dari seberang telepon.     

"Ah, kamarku bangsal dendelion lantai 3 nomor 7. Ya sudah Andra tunggu di sini yaaa.. cepetan!" Ucapku sambil mengakhiri telepon.     

Di saat yang sama bau wangi yang sedari tadi tercium di seluruh kamar tiba-tiba menghilang dan tak tercium lagi. Aku bernafas sedikit lega dan mulai menonton televisi sambil bersantai.     

"Andraaaa!!! Naaakkk!!" Teriak mama dari depan kamar.     

"Ssstttt ma! Nggak boleh teriak-teriak di rumah sakit itu!" Ucapku yang terkejut mendengar suara mama yang berteriak dari depan kamar. Setelah mama papaku masuk ke dalam kamar dan melihat kondisiku, mereka langsung terkejut dan nggak mengira jika anak mereka sampai terluka seperti itu gara-gara naik gunung.     

"Kamu ini kok bisa sih sampe terjatuh! Untung aja nggak sampai patah kakimu meskipun hanya tulangnya geser tapi kan tetep aja. Harusnya kamu waktu itu nurut aja kata papa, nggak usah ikut. Kalau kaya gini gimana coba? Siapa yang bertanggung jawab atas biaya rumah sakit dan operasinya?" Ucap papa yang datang-datang sudah mengomel panjang lebar.     

"Sudah lah paaa.. namanya aja musibah. Kita juga nggak mau Dyandra atau anak kita yang lainnya terjadi seperti ini kan? Untung aja anakmu ini nggak sampai gegar otak atau hal yang lebih berbahaya lainnya. Mama malah bersyukur kamu cuman geser tulang nggak sampai yanga neh-aneh. Lalu selama kamu turun gunung gimana apa nggak sakit banget tuh kakimu?" Tanya mama yang lebih khawatir dengan caranya yang stay cool.     

"Iya nggak apa kok ma.. Namanya juga papa. Pasti cerewetnya melebihi mama saat anaknya terluka. Hahahahaha.. Ya itu ma! Waktu aku terjatuh itu ada burung jalak yang menghampiriku dan menunjukkan beberapa tanaman yang ternyata tanaman itu adalah tanaman obay yang memiliki kandungan anti nyeri seperti obat bius. Dan mama tahu! Ada mitos di gunung Lawu itu, kalau kita bertemu burung jalak itu berarti penunggu gunung Lawu menyambut kita dengan niat baik asalkan kita naiknyua juga dengan niat baik." Ucapku.     

"Hah? Gimana? Mama masih nggak paham."     

"Jadi burung jalak itu dulu mitosnya pengabdi dari seorang raja yang sedang bertapa di gunung Lawu dan berubah menjadi burung jalak gitu. Nah waktu Andra jatuh, burung itu berkali-kali melompat-lompat di beberapa tanaman obat yang waktu itu temanku bernama Bella yang tahu. Tanpa banyak bicara lagi, Bella langsung menumbuk semua tanaman obat itu dan membobokkannya di kakiku. Gitu maaa.." Jelasku.     

"Ohhhh.. yayayaya sekarang mama paham. Terus kamu di sini sama sapa yang jaga sebelum kami datang?"     

"Tadi sih ada bu Maria yang jaga aku, tapi tadi bu Maria ijin untuk ketemu pak Andi di ruang ICU. Ada temanku yang lainnya masuk ruang ICU karena dia haid sewaktu di gunung. Dia pingsan sampai sekarang belum sadar."     

Mendengar penyataan itu mama dan papa lebih mensyukuri kondisiku saat ini. Detik demi detik telah berlalu hingga jam di dinding kamar menunjukkan pukul empat sore. Dua jam telah berlalu sejak mama dan papa datang menungguku. Lalu aku segera menguhubungi dokter Ryan dan kami bertiga bertemu dokter Ryan di kamarku sambil menjelaskan untuk proses penyembuhan serta kunjungan kontrol rujukan di kota kami.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.