The Eyes are Opened

Berkemah (Part 02)



Berkemah (Part 02)

2Malam itu setelah aku bicara sama papa tentang acara camping dan mengetahui jawaban papa yang membuatku kecewa, aku langsung berlari dan masuk ke kamar. Aku mengunci pintu, mematikan lampu dan menutup seluruh tubuhku di dalam selimut. Aku hanya terdiam membisu mengingat ucapan papa yang baru saja ia lontarkan padaku. Aku memutar otakku untuk mencari maksud dari omangan papa. Tetapi lagi-lagi maksud papa adalah ya papa berharap aku tak mengikuti kegiatan-kegiatan yang menurutnya nggak berguna itu. Papa menginginkanku untuk lebih fokus pada nilai akademikku untuk bekal ketika masuk ke universitas. Di saat itu aku merasa iri dengan teman-temanku yang lainnya yang sering kali di bebaskan untuk bermain dan melakukan apa yang mereka suka. Sedangkan aku? Aku hanya anak yang di tuntut untuk menjadi anak penurut dan anak baik buat papa. Sering kali papa juga terlalu khawatir padaku yang berlebihan, hal ini aku merasa tak memiliki teman yang sangat dekat denganku. Yah.. hanya Karin untuk saat ini. Mungkin nanti ia akan bosan denganku dan akan mencari teman yang lainnya, lalu meninggalkanku. Aku cuman terdiam dan terdiam hingga tak terasa air mata mengalir di pipiku secara perlahan hingga membasahi seluruh wajahku.     

[Tok-tok-tok-tok!!]     

"Ndraa!! Andra!! Bukain pintunya nak! Ijinin mama masuk ya?" Terdengar suara mama di depan pintu kamarku.     

[Tok-tok-tok-tok!!]     

"Naakk.. ayo bicara sama mama yukk.. Tapi tolong bukain dulu pintunya ya nak.." Ucap mama dengan sabar menungguku di depan pintu.     

"Sudah lah ma kalau Andra nggak mau bukain pintunya biarin nggak usah pergi aja sekalian!!" Teriak papa dari bawah pada mama. Terdengar suara langkah kaki mama yang menuruni anak tangga rumah dan menghampiri papa yang masih berada di ruang TV.     

"Kamu ini gimana sih pa kok keras banget sama anak kamu sendiri. Apalagi sampai bilang kaya gitu!" Ujar mama yang ikut kesal dengan sikap papa.     

"Biarin! Andra itu hanya alasan jika dia ada acara camping di sekolahnya. Bisa aja dia cuman mau pergi sama teman-temannya pakai dalih camping." Ucap papa yang cuek dan terdengar tidak percaya maupun tidak peduli denganku.     

"Pa! Aku tahu Andra anak yang seperti apa! Dia nggak mungkin berbohong untuk masalah kaya gini! Kenapa sih susah untuk memberikan ijin untuk kepentingan sekolah?"     

"Mana buktinya kalau untuk kepentingan sekolah? Surat edaran nggak ada kan? Pasti anakmu itu bohong! Apalagi camping bilangnya di gunung Lawu! Kamu nggak tahu bagaimana bahayanya gunung Lawu itu! Bisa-bisa anak kita hilang tersesat dan nggak di temukan! Mau kamu kaya gitu pada anakmu!"     

"Kamu itu jadi orang tua jangan terlalu overprotective sama anak. Biarkan dia bebas, mengeksplore dunianya sendiri. Dia pasti tahu kok kalau sesuatu yang ia lakukan itu bahaya atau nggak itu. Asalkan tetap kita jaga dia nggak terlalu berlebihan pasti anak kita baik-baik aja." Ucap mam ayang terus memberikan pengertian pada papa.     

"Halah! Terserah kamu aja lah! Capek aku sama kamu! Anak sama ibunya sama aja! Susah di bilangin!" Ucap papa dengan nada tinggi pada mama sambil tetap menonton televisi.     

Mendengar ucapan papa barusan, mama langsung berjalan kembali menuju kamarku dengan sangat pelan-pelan dan hati-hati, lalu mengetuk pintu kamarku beberapa kali hingga akhirnya aku membukakan pintu untuk mama. Mama melihatku dengan mata yang merah dan sembab serta dengan wajah yang lesu langsung masuk kamar dan menutup pintu kamarku. Mama memelukku cukup erat dan lama tanpa berkata apapun. Saat mama memelukku bukannya aku berhenti menangis dan menjadi lebih tenang, tetapi aku semakin menangis sejadi-jadinya. Semua yang ada di hatiku, semua beban yang aku rasakan seketika saja tumpah di depan mama tanpa ada yang tersisa. Aku menangis hingga suaraku terasa habis dan mama masih tetap memelukku dengan sesekali mengusap air mata dan ingus yang membasahi wajahku. Mama memperlakukanku seperti anak kecil kembali. Aku merasa sangat tenang dan nyaman hingga akhirnya aku berhenti menangis dan mulai berani menatap wajah mama kembali.     

"Sudah lebih tenang?" Tanya mama dengan lembut dan aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawabanku.     

"Mama ngerti kalau kamu ingin ikut acara seperti itu. Tapi kamu harus cari cara agar papamu dapat mempercayaimu dan kamu juga harus meyakinkan itu jika kamu ikut bukan untuk bermain-main."     

"Ma, aku ikut itu bukan buat main-main ma. Kalaupun itu nggak wajib, aku sudah dari tadi nggak kepirikan hal ini seharian di sekolah. Lebih baik aku nggak ikut dari pada harus di wajibkan tapi akhirnya seperti ini. Aku juga malas berurusan dengan gunung. Mama sudah tahu sendiri minggu lalu kaya gimana heticnya aku saat dibawa ke gunung sama kak Andrew. Itu sebenarnya membuatku sedikit malas. Tapi ini nyangkut nilai raport ku ma! Aku harus gimana?? Kalau aku nggak ikut aku harus menyertakan surat dokter jika aku sakit kronis dan nggak memungkinkan aku mendaki gunung dan harus di sertai juag surat cek lab. Masa iya aku harus berbohong pada guruku dengan cara itu? Gila apa aku di vonis sakit kronis? Ya meskipun itu bohongan tapi sama aja itu mendoakanku sakit! Aku nggak mau pakai cara seperti itu! Aku juga sudah berdiskusi dengan guruku tentang hal seperti ini. Tapi ya guruku nggak bisa berbuat apapun."     

"Ya nanti mama akan bicarakan ke papa lagi ya? Ini acara kaya gini sekolah nggak ngeluarin surat edaran? Apalagi ada minta dana buat sewa tenda."     

"Ada surat edarannya tapi nanti beberapa hari sebelum acara campingnya dimulai. Makanya sekarang aku bicarain dulu sama mama papa. Bukannya aku bohong."     

"Iya sudah kalau ada surat edarannya nanti juga mama akan bicarakan dan jelaskan lagi sama papamu ya? Kamu sekarang cuci muka lalu langsung istirahat. Oke?" Ucap mama sambil memelukku lagi dan mencium pipiku.     

"Iya ma. Makasi yaa.." Ucapku yang membersihkan kamarku dari tissue-tissue basah bekas ingus dan menuruni anak tangga bersama mama untuk ke kamar mandi.     

Papa yang masih menonton televisi hanya melirik ke arahku, lalu kembali melihat acara kesukaannya. Mama berjalan mendekati papa, namun tak membahas langsung apa yang tadi aku bicarakan bersama mama di kamar. Aku dengan cepat untuk membilas wajahku lalu kembali ke kamar. Saat aku baru saja masuk kamar tiba-tiba ponselku berbunyi, dan terdengar ada pesan yang masuk.     

"Siapa nih yang kirim pesan malam-malam" Ucapku sambil memubka ponsel yang aku taruh di atas meja belajar.     

"Haahhh.. cuman pesan promosi dari In*osat. Kirain siapa. Udah ah, tidur aja dari pada pusing mikirn di kasih ijin apa nggak. Pasrah aja lah.." ucapku sambil berbaring di tempat tidur.     

"Emang tidur di kasur sendiri itu lebih enak dan nyenyaakk.. hehehehe.. Good night diriku sendiri.." Ucapku sambil mencoba memejamkan mata.     

[Tik-tok-tik-tok-tik-tok-tik-tok]     

Suara jam di dinding kamarku terdengar sangat jelas hingga beberapa menit aku susah untuk tidur. Aku terbangun dan membuka mataku, melihat jam yang masih menunjukkan pukul 22.20 wib malam itu.     

"Haaahhh kenapa nggak bisa tidur sih? Padahal aku ini ngantuk tapi nggak bisa tidur malah terus kepikiran masalah camping." Gumamku.     

"Udah lah baca komik aja kali ya? Biar bisa tidur." Ucapku sambil mengambil buku komik yang terletak di rak belakang tempat tidurku.     

Tak terasa aku akhirnya tertidur hingga aku masuk ke dalam alam mimpi. Aku bermimpi berada di berada di suatu tempat dimana yang terlihat hanya padang rumput yang sangat luas di kelilingi dengan hutan yang sangat lebat. Hawa dingin tiba-tiba datang menusuk kulit hingga aku merasa mengigil. Aku melihat keseliling namun tak terlihat orang satupun di sana, aku mulai berjalan menyusuri padang rumput itu, aku mulai mendengar suara segerombolan orang yang sedang bernyanyi dan terlihat ada asap yang membumbung tinggi. Aku mulai mendekati sumber suara dan asap itu. Dari balik sebuah pohon aku mendekati dengan perlahan, melihat segerombolan orang yang sedang duduk melingkar dan di tengah-tengah mereka terdapat api unggun. Aku mulai mendekati lebih dekat di balik semak-semak yang terdapat di dekat mereka. Aku melihat diriku bersama teman-temanku yang lainnya ikut dalam perkemahan itu, terlihat di wajah mereka sangat bahagia dan menikmati acara api unggun malam itu. Lalu ada seorang anak laki-laki yang terlihat keluar dari lingkaran itu.     

"Uhmm.. itu kan Leo, mau kemana dia kok jalannya kerahku sih?" Ucapku sambil mulai panik. Aku mulai berdiri dan hendak berlari ke belakang pohon di dekatku untuk menghindari Leo yang masuk ke dalam semak-semak. Namun, saat Leo berjalan menuju balik pohon tanpa aku sadari tubuhnya menembus tubuhku. Aku terkejut dan membelalakkan mataku.     

"A-aku nggak terlihat? Aku nggak terlihat!" Ucapku sambil terus melihat kearah tangannku yang tak dapat menyentuh apapun di sana.     

"Aahhh.. Leo tadi cuman mau buang air kecil to.. kirain ia melihatku. Aku sempat takut jika mereka bisa melihatku. Untunglaahhh.." Ucapku yang sedikit lega. Namun di saat yang bersamaan juga aku tak melihat Leo yang kembali ke dalam lingakaran bersama dengan yang lainnya. Aku yang melihatnya tadi berjalan ke arah belakang pohon untuk buang air kecil segera berlari mencarinya namun tak terlihat batang hidungnya di manapun. Aku mulai merasa takut dan panik, aku berlari kearah teman-temanku dan menghampiri diriku yang sedang duduk termenung saat itu. Aku beberapa kali mencoba menyadarkannya jika Leo tak ada malam itu. Tapi usahaku terasa sia-sia karena baik suaraku tak terdengar. Beberapa saat semua orang yang ada di sana tak menyadari jika Leo tak ada di tempatnya lagi hingga hampir api unggunnya habis dan Krisna yang sedari tadi duduk di sebelah Leo menyadari jika Leo tak ada di manapun, akhirnya semua orang mencari Leo malam itu di sekitar tempat api unggun. Namun karena hari sudah sangat larut dan di dalam hutan sangatlah gelap, guru-guru menyarankan untuk mencari Leo keesokan harinya dengan meminta bantuan dari penjaga gunung di bawah.     

Aku terbangun dari mimpiku dan melihat jam dinding di kamar sudha menunjukkan pukul 05.15 wib.     

"Sudah pagi ternyata. Hoaammm.. aku kok semalam mimpi kaya gitu ya? Apa karena aku dari semalam terlalu memikirkan tentang camping sampai-sampai aku terbawa mimpi? Hmmm.. udah lah aku mendingan bangun lalu siap-siap buat sekolah aja." Ucapku sambil turun dari tempat tidurku dan berjalan menuju kamar mandi.     

Aku memulai hari itu tanpa berpikiran apapun tentang mimpi semalam dan aku melakukan aktivitasku seperti biasa hingga sore hari.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.