The Eyes are Opened

Rumah Jati Negara



Rumah Jati Negara

0"Semua hal yang indah akan datang pada waktunya."     

Mungkin ungkapan ini sangat tepat untukku dan benar apa yang di katakan kak Dita kemarin malam jika tak perlu khawatir berlebihan akan sesuatu. Jika memang dia bukan jodoh yang pantas untukku maka akan digantikan yang lain yang sesuai dengan kita. Sejak saat itu aku dapat menerima diriku dan menerima kak Andrew selayaknya kakakku sendiri. Yaahhh.. meskipun aku juga harus jaga jarak dengannya agar sahabatku Karin tak merasa cemburu denganku. Saat itu aku masih tak dapat melepaskan Karin yang sebagai sahabatku dan menjauhinya, karena aku sangat menyayangi Karin seperti saudaraku sendiri.     

Setelah selesai berenang dan makan siang, aku bersama kakak telah berjanji untuk ikut jalan-jalan bersama kak Andrew bersama sepupunya. Kami mengikutinya tanpa tahu mau kemana saja seharian. Aku bersama kakak menunggu kak Andrew di cafe dekat lobi hotel sambil menikmati es coklat hitam dan sepotong milecrepes.     

"Mana nih Andrew kok dari tadi nggak turun-turun? padahal sudah jam satu nih. Janjiannya kan jam dua belas?" Tanya kakak ayng sedari tadi sudah menunggu.     

"Ya sabar lah kak.. Mungkinjug alagi turun sekarang.." Ucapku meyakinkan kakak agar tak emosi lagi.     

"Udah... minum aja es coklatnya bair adem. Hehehehe.."     

Tak lama kemudian kak Andrew datang bersama sepupunya yang berumur 6 tahun dan 20 tahun. Ia berjalan mendekati kami sambil membawa beberapa tas besar yang ia gendong di punggungnya.     

"Lu mau kemana Ndrew? Kenapa banyak betul bawa'an lu?" Tanya kakak yang terlihat heran dengan bawa'annya kak Andrew saat itu.     

"Ohhh.. ini ya barang-barang yang nanti pasati kita butuhkan selama jalan-jalan. Ow ya kak ini kenalin sepupuku semua, yang paling kecil namanya Dante, dia umur 6 tahun. Tapi jangan salah, kecil-kecil gini dia sama kaya aku lho! Dante ini juga anaknya jenius banget jadi kalian sabar-sabar aja yaa.. hehehehe.." Ucapnya sambil merangkul Dante.     

"Halo kakak-kakak cantik.. salam kenal.." Salam Dante dengan gaya yang sangat genit.     

"Waduuhhh lu kecil-kecil genit juga ya. Hahahahah.. tahu aja sama cewek cantik lu. Hahahaha.." Timpal kakak.     

"Lalu, ini kakak sepupu aku, umur 20 tahun namanya Robby. Mungkin seumuran dengan kak Dita."     

"Halo salam kenal. " Salamnya sambil membungkukkan kepalanya.     

Kami yang melihat kesan pertama keluarga dari kak Andrew melihatnya sangat unik. Yap. Keluarganya sangat unik dan itu membuat kami tertarik dan ingin mengenal mereka lebih dekat. Kaya keluarganya tuh.. punya bakat special tersendiri gitu tiap orang.     

"Yap ayo mau berangkat sekarang?" Tanya kak Andrew.     

"Iya. Yuk lah.. dek, ini minta take away ya!" Kata kakak yang membereskan makanan dan minuman kami dan kami tak lupa membeli beberapa roti untuk cemilan selama di jalan.     

Kami pergi menggunakan mobilnya kak Andrew. Yang menyetir saat itu kak Robby, kak Andrew duduk di sebelahnya, lalu aku, kak Dita dan Dante duduk di kursi tengah. Kak Andrew memutar sebuah lagu pop selama perjalanan agar suasana di dalam mobil tak terlalu sepi dan agar tak membuat canggung satu dengan yang lainnya. Kami masih saling diam di dalam mobil tak ada yang berbicara sama sekali hingga beberapa menit kemudian Dante yang paling kecil di antara kami membuka pembicaraan.     

"Uhmm.. kak! Kak! Kak Andrew! Kita mau kemana sih? Kok dari tadi aku tanya nggak ada jawaban, sampe bawa tas hiking segala. Pasti mau ke gunung ya? Cari wangsit?" Tanya Dante dengan asal.     

"Sudaaahh anak kecil diam aja. emang bawa tas hiking itu buat antisipasi dua cewek di sebelahmu itu. Kita nggak naik gunung kok. Kita ketempat yang kamu suka." Ucap kak Andrew yang semakin membuat kami menjadi bertanya-tanya kami mau kemana.     

"Kaakkk.. jangan bilang gitu aahh.. Kakak nggak tahu ya kalau dua kakak cantik ini ketakutan lho kita mau kemana? Mereka sampai mengira kita mau menculik mereka. Hahahaha.." Ucap Dante yang terus berkata ke Andrew seakan ia dapat membaca pikiran kita.     

"Dante! Jangan baca pikiran orang sembarangan! Sudah beberapa kali sih kakak kasih tahu! Nggak sopan tahu!" Tegas kak Andrew yang memberi tahu Dante.     

Mendengar pernyataan kak Andrew kepada Dante yang seperti itu aku bersama kak Dita seketika panik dan terus saling bergandengan tangan untuk menenangkan diri masaing-masing.     

"Kak Dit? Ndra? Maafin adek aku ya.. Anaknya suka kaya gitu. Ngasal kalo ngomong. Kadang juga suka ceplas ceplos."     

"Iya gak apa kok Ndrew... Biasa anak kecil kan.. Eh tapi bener lho yang adek lu bilang. Aku sama Andra sempet mikir lu mau culik kita berdua. Soalnya lu nggak ngasih tahu kita berdua mau kemana."     

"Hahahaha! Seriusan kak? Hahahahaha.. Nggka-nggak.. Kalian aman kok sama kita. Nggak akan ada yang kaya gitu."     

"Kita mau berkunjung ke sebuah panti kok. Panti asuhan anak-anak yang terkenal banget di puncak. Tempatnya menarik kaya di film jumanji." Timpal Robby yang sedari tadi fokus menyetir.     

"Ohh.. yang bener? Mana ada panti asuhan kaya gitu?" Tanyaku penasaran.     

"Ada kok. Tunggu ya.. Nanti bisa di lihat sendiri. Pantinya unik banget dan pasti sangat seru." Ucap Robby meyakinkan.     

Satu jam perjalanan telah kami tempuh dengan menaiki bukit yang masih di kabupaten puncak, dan melewati beberapa kali hutan yang sangat lebat. Akhinya kami tiba di sebuah pekarangan yang sangat luas halamannya. Hanya padang rumput yang sangat hijau sepanjang mata kami memandang. Tepat di depan kami terlihat ada rumah yang sangat besar bak istana. Rumah itu terlihat banyak di tumbuhi lumut di beberapa bagian sisi bangunannya, dan sebagian lagi di tumbuhi tanaman rambat yang merambat hingga atap rumah dan ada yang merambat memasuki jendela. Rumah itu berwarna putih namun karena sudah lama tak terawat, cat temboknya terlihat sangat kusam dan banyak yang sidah terkelupas. Aku dan yang lainnya mulai menuruni mobil yang sudah terparkir persis di depan rumah panti. Aku menoleh ke belakang melihat ada sebuah gapura yang bertuliskan "Selamat Datang di Rumah Jati Negara". Aku terus melihat ke sekeliling ku dan mulai merasakan hal yang sangat tak nyaman. Seperti yang aku rasakan sebelum-sebelumnya, seperti di sekelilingku banyak kehadiran makhluk tak kasat mata di sini. Aku melihat ke sisi kanan rumah panti itu, terlihat ada sebuah pohon besar yang tumbuh menjulang tinggi hingga ada dahan pohon itu yang tumbuh dan masuk ke dalam rumah. Di bawah pohon itu ada sebuah ayunan yang terbuat dari tali tampar dan ban mobil bekas. Tepat di sebelahnya ada tertanam bunga Deysi yang tumbuh dengan liar dan sedang berbunga. Terlihat sangat cantik dan menawan bunga itu tumbuh di antara rumah yang sudah usang. Sebelum kami masuk ke dalam rumah panti itu, kak Andrew memberikan kami sebuah gelang benang tiga warna yang di lilit menjadi satu.     

"Ndra! Sini bentar deh. Ini aku kasih gelang benang. Tolong di pakai ya dan jangan di lepas. Ini berikan ke kak Dita juga ya." Ucap kak Andrew tanpa memberikan penjelasan lebih lagi.     

"Ndraa! Kok sepi gini sih panti asuhannya?" Tanya kak Dita yang menghampiriku.     

"Ya mana aku tahu kak.. Mungkin ada di dalam. Ow ya nih pake. Jangan di lepas kalau sudah pake." Ucapku yang memasangkan gelang benang itu ke pergelangan tangan kak Dita.     

"Sapa yang kasih?"     

"Andre yang kasih." Ucapku.     

Tak lama setelah kami menggunakan gelang benang itu, tiba-tiba kami melihat rumah panti itu terdapat beberapa anak-anak yang berlarian kesana kemari. Aku terkejut melihat hal ini, karena aku merasa sejak tadi aku tiba di panti ini tak ada anak kecil sama sekali. Ada banyak anak yang tinggal di sini. Terlihat dari tinggi mereka, ada yang masih kecil dan bayi. Ada juga yang sudah anak-anak kurang lebih dari umur 2 tahun sampai 13 tahun. Kak Andrew yang berada di depan kami berjalan mendahului kami menaiki tangga rumah panti itu. Ia juga tak mengatakan apapun kepada aku dan kak Dita kenapa kami dapat melihat anak-anak ini. Aku memperhatikan setiap lengan selain aku dan kak Dita, ternyata yang menggunakan gelang ini bukan hanya aku dan kak Dita saja, kak Robby juga menggunakannya. Apa karena gelang ini di berikan kekuatan agar kami yang tak dapat melihat 'mereka' akhirnya dapat melihat ya? Aku hanya terdiam dan mengikuti langkah kak Andrew berjalan.     

Kami menaiki anak tangga yang sangat tinggi dan banyak sebelum tiba di depan pintu rumah panti ini. Beberapa anak yang berada di pinggir tangga melihat ke arah kami dengan tatapan ingin tahu yang sangat dalam. Aku memperhatikan setiap anak yang ada di sana, terlihat ceria dan bahagia, namun ada yang aneh. Mereka terlihat sangat pucat semua seperti orang sakit. Aku terus berjalan dan hanya memperhatikan 'mereka' satu persatu. Kak Dita yang berjalan di sampingku terus tak melepaskan genggaman tangannya dariku. Kami berjalan menaiki anak tangga satu demi satu hingga akhirnya kak Andrew dan yang lainnya berhenti di depan pintu besar berwarna coklat.     

"Gimana menarikkan di sini?" Tanya kak Andrew sambil tersenyum.     

"Uhmm.. iya sih.. tapi di sini agak aneh nggak sih kak?" Bisikku pelan pada kak Andrew yang berdiri di sisi kiriku.     

"Yaaaa emang gitu tempatnya. Nanti di dalam lebih menarik lagi. Tunggu ya.. Pengurus pantinya masih belum keluar." Ucapnya dengan santai sambil menunggu pintu besar yang ada di hadapanku terbuka.     

Di saat kami sedang menunggu, Dante yang berada di depanku menarik beberapa kali ujung jaketku. Aku yang menyadarinya langsung menurunkan badanku dan bertanya kepadanya.     

"Kenapa Dan?" Tanyaku yang duduk sejajar dengan tinggi badannya.     

"Kakkk.. gendong.." Ucapnya dengan polos. Tanpa basa basi aku langsung otomatis menggendong Dante yang terlihat kelelahan berdiri.     

"Eh, Ndra biar aku aja yang gendong Dante. Nanti kamu kecapean lho" Ujar kak Andrew yang mengambil alih Dante dari gendonganku.     

"Nggak mau! Aku maunya di gendong kakak ini!" Rengek Dante yang nggak mau melepaskan kedua tangannya di gendonganku.     

"Sudah nggak apa kak. Biar aku gendong Dante aja. Mungkin dia lebih nyaman sama aku." Ucapku.     

"Sori ya Ndra kalau Dante ngerepotin"     

"Nggak apa kok kak. Dante lucu sih jadi nggak apa. Hehehe.."     

Tak lama kami menunggu di depan pintu kurang lebih 5 menit, tiba-tiba pintu besar itu akhirnya terbuka dengan pelan dan tampak ada seseorang laki-laki berjenggot dengan badan yang besar dan hanya menggunakan kaos putih dan celana pendek hitam muncul dari balik pintu itu sambil menatap kami dengan tajam. Lalu...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.