The Eyes are Opened

Gentayangan



Gentayangan

0Matahari telah terbit di atas langit, jam menunjukkan pukul delapan pagi. Pak Junaidi yang semalam tidak enak badanpun segera pulang kerumah dengan menggunakan sepeda motor tuanya. Menyusuri komplek perumahan dan terus berjalan hingga ujung belakang perumahan, di situ terdapat gerbang kecil yang menghubungkan dengan kampung tempat tinggal pak Junaidi. Ia menyusuri jalanan kecil yang di kelilingi dengan tanah lapang yang luas tempat para hewan ternak untuk mencari makan, dan sawah-sawah yang telah di panen serta sungai kecil yang menghubungkan dengan daerah rumahnya.     

"Aahhh..kenapa pakai aku sakit segala sih?! Buat hidup sehai-hari aja sudah susah. Meskipun sudah kerja sambilan sana sini tetap aja penghasilanku dan di tambah penghasilan istri tetap aja kurang. Huuuffttt.. Bulan ini belum bayar uang sekolah Maya juga.. Gimana yaaa... Ya nanti lah semoga saja ada panggilan kerjaan lain, jadi bisa buat tambahan.." Gumam pak Junaidi dalam hati selama perjalanan kerumah.     

"Eh pak Jun!!" Teriak pak RT dari kejauhan memberhentikan perjalanan pak Junaidi.     

"Eh pak RT, ada perlu apa pak?" Tanya pak Junaidi yang berhenti di sebelah pak RT yang berdiri di pinggir jalan.     

"Tumben sudah pulang pak?" Tanya pak RT basa basi.     

"Iya shift saya kemarin sudah selesai pagi, makanya saya mau pulang buat istirahat pak. Ada perlu apa pak? Mau saya antar pulang sekalian?" Tanya pak Junaidi balik.     

"Oh iya, saya mau tanya. Apakah pak Jun bisa bantu saya? Ada warga kampung sebelah yang meninggal, tetapi tukang gali kuburnya nggak ada. Mendadak pulang kampung, katanya sih ibunya sakit keras. Gimana pak?"     

"Uhmmm.. kapan pak di kuburkannya?"     

"Sore ini jam tiga. Gimana? Kalau bisa nanti saya kabari keluarga jenazah dan bapak bisa langsung saja ke TPU yang di ujung kampung situ pak. Hmm.. jangan khawatir, nanti di bayar kok pak.." Ucap pak RT.     

"Ya sudah pak, nanti saya kesana langsung. Sama sapa saya gali kuburannya pak?"     

"Nanti ada pak Sarwo yang bantu pak. Terimakasih banyak ya pak. Saya pamit dulu mau langsung ke rumahnya keluarga jenazahnya dulu."     

"Baik pak RT! Terimakasih banyak ya!"     

Sambil melaju kencang, pak Junaidi sangat senang karena doanya terkabul hari tu. Yah.. meskipun hanya menjadi tukang gali kubur tetapi itu menjadi sebuah berkah buatnya. Ia memacu kendaraannya dengan kencang menuju ke rumah berharap ia dapat menceritakan kepada istrinya yang ada di rumah. Sangking terlalu senangnya, pak Jun sampai lupa jika ia harus berobat terlebih dahulu ke klinik bu Amirah dan ia tak mengetahui jika penyakit yang telah bersarang di paru-parunya semakin menggerogoti tubuhnya pelan-pelan. Perlahan ia mulai merasa dadanya sakit dan paru-parunya terasa sesak namun ia mencoba untuk menahannya agar tak membuat istri dan kedua anaknya yang masih kecil khawatir akan kondisinya.     

"Buuukkk.. bapak pulangg.." Teriak pak Jun ketika tiba di depan rumah sambil memarkirkan sepeda motornya.     

"Lho tumben pak kok sudah pulang? Biasanya langsung bersihin komplek dulu?" Tanya Sakinah istri pak Junaidi sambil membawakan barang-barangnya.     

"Iya buk, ini barusan di kasih kerjaan sama pak RT buat gali kuburan warga kampung sebelah barusan ada yang meninggal buk. Jadi nanti sore bapak langsung ke TPU pojok itu buk." Jelas pak Junaidi.     

"Ow ya pak.. tapi bapak kok kelihatannya pucat? Bapak sakit?" Tanya bu Sakinah lagi.     

"Ahh enggak buk cuman semalem kedinginan aja." Tukas pak Juniadi menutupi sakitnya.     

"Ya udah kalau gitu. Tapi kalau beneran sakit jangan dipaksa kerja lho pak.. Biar ibu saja yang bantu buat cukupi kebutuhan. Toh ini kemarin ada warga dari komplek blok AA nawarin ibuk jadi pembantu tetap di rumahnya. Gajinya juga lumayan pak kalau di hitung-hitung, lebih banyak dari pada ibu kelilingan. Kan biasanya cuman dapat Rp 60000 tiap rumah. Nah ini satu bulan dapat Rp 3500000 dari pagi jam 7 sampai jam 5 pak." Terang bu Sakinah.     

"Ya.. di syukurin aja deh bu. Kalau sudah rejekinya buat kita pasti nggak akan kemana bu.. Nanti kalau pendapatan kita ada lebihnya bisa belikan baju dan sepatu buat anak-anak ya bu.."     

"Iya pak.. Ya sudah bapak makan dulu aja sana gih." Ucap bu Sakinah sambil masuk ke dapur menyiapkan makan buat suaminya.     

Siang itu pak Juniaidi setelah makan bersama istrinya ia pergi untuk istirahata sebenatr di kamarnya sembari menunggu waktu sebelum menggali kuburan di TPU Pojok. Dada yang sakit dan sesak terasa hingga ke seluruh tubuhnya dan terasa nyeri hingga ketulangnya. Ia tak menyadari jika siang itu merupakan hari terakhir ia bertemu anak dan istrinya. Ia berusaha untuk tidur agar nyeri yang ia rasakan segera hilang, namun raasa sakit itu ternyata tak kunjung hilang hingga ia terus menggeliat di kasur karena sangat sakit yang tak tertahankan.     

"Buuukkkk!!! Ibukkk!!!" Teriak pak Junaidi dari arah kamar.     

Tak terdengar suara sautan dari istrinya Sakinah ketika ia berteriak minta tolong kesakitan hingga untuk beranjak dari tempat tidurnya pun tak sanggup ia lakukan. Ia berusaha meraih ponsel yang tergeletak di atas meja sebelah tempat tidurnya namun pak Junaidi tak sanggup untuk meraihnya hingga akhirnya ia mengakhiri nafas terakhirnya tanpa istri dan anak yang berada di sisinya. Jam dinding terus berjalan hingga akhirnya jarum jam menunjuk ke angka pukul 02.00 siang.     

"Bukkkk.. kakak sama adek pulangg... " Teriak anak sulung pak Junaidi yang telah pulang sekolah bersama adiknya Maya.     

"Kak biasanya ibuk kan masih kerja jam segini." Ucap Maya mengingatkan.     

"Oh iya, tapi kok pintunya nggak ke kunci ya? Dan juga kok sepeda motor bapak ada di rumah? Apa bapak sudah pulang ya?" Tanya si Sulung penasaran.     

"Pakkk.. kakak sudah pulang sekolah sama adek.. Bapak tidur ya?" Teriak si Sulung dari depan kamar.     

"Nggak ada suara kak. Tidur mungkin bapak." Ucap si bungsu Maya menimpali kakaknya.     

"Ya udah jangan ganggu bapak dek, nanti aja kalu sidah bangun baru kita main sama bapak." Ucap Samirah sambil mengajak adiknya ke kamar untuk mengganti baju seragam mereka dengan baju rumah.     

Jam terus berjalan, matahari mulai menuju ke ufuk barat, tapi tak ada satu anak dari anak pak Junaidi yang mengetahui jika bapaknya telah meninggal hari itu. Hingga pak RT tiba-tiba datang ke rumah pak Junaidi untuk menjemputnya.     

[Tok-tok-tok-tok!!!]     

Terdengar suara ketukan pintu dari luar sore itu. Samirah yang sedang asik membaca buku novel di kamarnya tersentak dan langsung bangun dari tempatnya.     

"Tumben sore-sore gini ada orang yang ketuk rumah. Kalau ibuk kan biasanya langsung masuk." Gumamnya dalam hati.     

[Tok-tok-tok-tok!!!]     

"Permisi!! Pak Jun!! Bapak ada di rumah kan?!!!" ucap pak RT dari depan pintu.     

"Iyaaa-iyaaaa!!! Sebentar!!!" Teriak Samirah dari dalam rumah berlari membukakan pintu.     

"Oh pak RT, ada perlu apa ya pak?" Tanya Samirah.     

"Mir, bapakmu mana? Ada di rumah kan?" Tanya pak RT.     

"Iya ada kok pak. Nih, sepeda motornya masih terparkir di depan. Rasanya masih tidur pak. Ada perlu apa ya?" Tanya Samirah memperjelas kedatangan pak RT.     

"Bisa tolong bangunin nggak? Soalnya tadi pagi bapakmu sudah janji sama saya buat bantu ngegali kubur untuk warga yang meninggal hari ini. Tapi sampe sudah sore gini bapakmu nggak datang-datang buat bantui." Terang pak RT.     

"Ohh.. tunggu sebentar ya pak, saya coba bangunkan dulu bapak. Mungkin kecapean makanya nggak kebangun." Ucap Samirah sambil berjalan memasuki rumah menuju kamar pak Junaidi.     

"Pak!! Bapak!! Pak, ada pak RT datang jemput bapak lho!! Katanya bapak mau ngegali kuburnya orang ya!" Teriak Samirah dari depan kamar namun tak ada jawaban dari dalam kamar yang menunjukkan pak Junaidi menyadari panggilan Samirah.     

"Coba kamu langsung masuk aja mir, bangunin langsung!" Ucap pak RT yang menunggu di depan rumah.     

Saat itu Samirah sedikit takut untuk masuk langsung ke kamar orang tuanya jika mereka belum menjawab, sehingga ia membuka pintu kamar orang tuanya dengan ragi-ragu hingga akhirnya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.