The Eyes are Opened

Gentayangan (Part 03)



Gentayangan (Part 03)

0Malam yang kian sunyi dan dingin menusuk hingga ke tulang. Terdengar hanya suara kelelawar yang berterbangan kian kemari mencari mangsa di malam hari serta burung hantu yang bertengger di dahan pohon-pohon yang besar. Masih tak dapat mencerna dengan baik apa yang telah terjadi hari itu dan masih tak dapat di percaya dengan apa yang telah di lihat. Malam yang melelahkan hingga tak dapat berpikir jernih. Terdiam terpaku di kursi sambil melihat kearah pintu rumah yang tertutup dan masih tak percaya jika rekan kerjanya telah tiada hari itu.     

"Pak, pak Supardi. Ini silahkan diminum dulu pak air putihnya." Ucap pak Budi sambil menydorkan segelas air mineral kemasan pada pak Supardi.     

"Ah, iya terimakasih pak." Ucapnya sambil menerima air mineral dari pak Budi.     

"Saya masih nggak percaya jika pak Jun sudah nggak ada hari ini. Padahal tadi saya bertemu dengannya, terlihat seperti orang beneran! Apa karena hari ini tepat malam jumat ya? Tapi memang hari ini tadi waktu saya jaga malam suasanannya memang sedikit menyeramkan sih. Angin malamnya terasa lebih dingin dari biasanya. Nggak ada nyamuk juga, lalu tumben-tumbenan jalanan lebih sepi hampir nggak ada orang yang berlalu lalang di jalan raya tadi."     

Orang-orang yang mendengarkan cerita pak Supardi malam itu sedikit tak percaya dengannya, hingga pak Supardi meyakinkan orang-orang yang sedang duduk di depan rumah pak Junaidi beberapa kali. Ketika bapak-bapak itu masih belum percaya, tiba-tiba bu Sakinah membuka pintu rumahnya, padahal saat itu masih pukul 03.00 dini hari.     

"Paaakkkkk.. Bapakkkk..." Teriak bu Sakinah saat membuka pintu rumahnya sambil berteriak seperti mencari orang.     

Orang-orang yang sedang berjaga malam itu di depan rumah pak Junaidi segera bangun dari kursi mereka dan berlari mendekati bu Sakinah yang terlihat kebingungan.     

"Bu! Bu Sakinah! Ada apa bu?!" Teriak pak Andi yang sudah berada di dekat bu Sakinah sambil menepuk pundaknya. Mendengar bu Sakinah yang masih berteriak-teriak memanggil suaminya, Samirah anak sulungnya terbangun dan mendekati ibunya sambil terus memeluk dari belakang, berharap ibunya sadar jika suaminya telah tiada hari ini.     

"Mir, bawa ibumu masuk ke kamarmu dulu aja. mungkin ibumu masih syok karena ayahmu sudah nggak ada sekarang." Ucap pak Andi.     

Mendengar ucapan dari pak Andi, Samirah hanya menganggukkan kepalanya dan segera membawa ibunya yang masih menangis dan terus berbicara memanggil-manggil suaminya hingga bu Sakinah memeluk erat putrinya dan menangis tersedu-sedu di pelukan anaknya hingga ia tak dapat berkata apa-apa. Mereka duduk di ruang tamu bersebelahan dengan jenazah pak Junaidi, setelah duduk, Samirah segera berlari ke dapur untuk mengambil segelas air putih untuk ibunya agar merasa lebih tenang.     

"Buukk.. ini minum dulu.." Ucap Samirah sambil menyodorkan gelas yang berisi air itu kehadapan ibunya yang masih menangis tersedu-sedu.     

"Naaakkkk.. tadi bapakmu pulang nak.. tapi bapak cuman ngelihatin ibuk dari jauh aja.." Ucap bu Sakinah.     

"Hah? Maksud ibuk gimana? Bapak pulang? Bukannya bapak jenazahnya masih di sini? Nih, masih utuh buk." Jawab Samirah sambil menunjuk ke arah jenazah pak Junaidi yang terbaring di depan mereka.     

"Enggak nak.. tadi beneran bapakmu ada di rumah, terus ngelihatin ibuk dari depan pintu sama pakai baju kerjanya. Bapak cuman diam aja di depan pintu, nggak ngomong apa-apa. Makanya ibu panggil-panggil bapak mu terus."     

"Hmmm..ibu mungkin kecapean.. makanya iu berhalusinasi.. Ibu tidur di kamar kami aja ya ntuk saat ini.. nggak usah tidur di kamar ibu dulu.. kita nggak tahu kalau ada apa-apa waktu tidur.. yaaa.." Bujuk Mira sambil menggandeng lengan ibunya untuk di bawa ke kamar.     

Setelah membawa ibunya ke kamar untuk beristirahat, Samira bergegas menuju depan rumah untuk memberitahukan kabar ibunya ke bapak-bapak yang sedang berjaga.     

"Gimana Mir ibu mu sekarang? Apa sudah tidur sekarang?" Tanya pak Jono yang sedang berjaga di selasar depan rumah.     

"Udah pak. Baru saja aku anatarin ke kamarku buat tidur. Ow ya tadi ibu sempet cerita kenapa ibu teriak-teriak seperti itu tadi. Katanya bapak pulang dan sedang berdiri di depanrumah sambil pake baju seragam kerjanya. Lalu pergi begitu saja tanpa bicara apapun." Ungkap Samirah.     

Semua orang yang mendengar sontak kaget dan membisu, terutama pak Supardi yang tadi bertemu dengan pak Jun di pos satpam. Tak ada satu orangpun yang membenarkan ucapan Samirah, bapak-bapak yang berjaga hanya terdiam dan malah menyuru Samirah untuk kembali ke dalam rumahnya dan beristirahat, mereka tak ingin membuat kedua anak dari pak Junaidi menjadi lebih takut ataupun khawatir akan hal-hal mistis seperti itu.     

"Tuh kan pak, arwahnya pak Jun gentayangan." Bisik pak Supardi pada pak Budi.     

"Tapi masa iya sih kalau arwahnya pak Jun gentayangan? Apa beliau masih ada penyesalan yang masih belum terselesaikan? Dan juga kenapa?" Timpal pak Budi.     

"Bisa aja karena selama ini kan pak Jun lebih giat kerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya pak. Bisa karena itu makanya arwahnya nggak tenang. Apalagi jenazahnya belum di kuburkan. Makanaya tadi dia bisa pulang ke rumahnya. Besok jenazahnya pak Jun harus segera di kuburkan pak demi kebaikan istri dan anak-anaknya agar tidak terganggu dengan arwahnya yang akan sering pulang." Ucap pak Mastro.     

"Iya bisa juga sih. Belakangan saat kerja pak Jun sangat mengkhawatirkan biaya-biaya kebutuhan hidupnya dan biaya-biaya sekolah anak-anaknya." Ucap pak Supardi menambahkan.     

"Eh, eh itu siapa malam-malam gini berdiri di depan pohon beringin itu?" Ucap pak Andi sambil menunjuk ke arah pohon beringin yang terletak di lapangan kosong seberang rumah pak Junaidi.     

"Hah?? Mana sih pak? Jangan ngadi-ngadi deh ini sudah jam berapa nih!" Ucap pak Bayu.     

"Ah tadi ada kaya orang gitu berdiri di situ tapi kok sekarang nggak ada ya?" Ucap pak Andi lagi.     

"Pak! Bapak mungkin sudah capek, mending bapak pulang aja gih istirahat, besok baru bantu-bantu lagi. Jangan bikin kita parno lah pakk.." Ujar pak Bayu.     

Di saat yang bersamaan dengan ucapannya pak Bayu, beberapa orang yang sedang berjaga melihat bayangan arwah pak Junaidi di dalam rumahnya sambil melihat ke arah mereka. Dengan pakaian seragam satpam lengkap, dan wajahnya terlihat sangat pucat pasi berdiri di dekat tubuhnya. Tanpa eksresi dan suara arwah pak Jun terus berdiri di situ untuk beberapa saat hingga bapak-bapak yang melihatnya lari ketakutan dan meninggalkan rumah pak Junaidi terbengkalai dengan kursi-kursi yang terbalik serta minuman yang tergeletak di depan rumahnya. Para bapak-bapak berlari ke musholla terdekat untuk bersembunyi dari kejaran arwah pak Jun karena ketakutan, namun mereka masih terus di ikuti. Pak Andi yang berlari terakhir karena memiliki tubuh yang lebih besar di hampiri oleh arwah pak Junaidi di sampingnya sambil berkata kepadanya.     

"Paaakkkk.. Pak Andiii... tolong saya paakkk.." rintih pak Junaidi yang berada di samping pak Andi yang sedang kelelahan berlari.     

Menderang ada seseorang yang merintih minta tolong di sebelahnya, pak Andi yang memiliki nyali yang ciut tak berani menoleh ke arah sura tersebut. Kakinya gemetaran karena saat ia melirik ke bawah kanan tak ada kaki seorangoun di sebelahnya, lalu ia melirik ke arah bawah kiripun tak ada sepasang kaki yang menapak di tanah di sebelahnya. Semakin lama kaki pak Andi semakin bergetar hingga tak dapat ia gerakkan.     

"Pakkk Juuunn jangan ganggu saya.. tolong bapak pergi ke surga ya paakkk.. Tolooongg jangan ganggu sayaaa... Saya cuman mau bantu keluarga bapak dengan menjaga jenazah bapak dan keluarga bapak. Saya nggak ada niat jahat sedikitpun.. Ampuunn paakkk.. Ampuuunn" Teriak pak Andi sambil memejamkan matanya ketakutan mendengar rintihan pak Jun di sebelahnya.     

"Paakkkk.. Tolong saya paaakkkk.." Terdengar kembali suara rintihan Pak Jun di sebelah kirinya lagi. Di saat itu pak Andi yang sudah sangat merasa takut ia tanpa berpikir panjang segera mengangkat kakinya dan berlari menyusul bapak-bapak yang lain di depan.     

Hingga akhirnya seluruh bapak-bapak yang berjaga berkumpul di musholla dan melihat kembali arwah pak Junaidi yang hanya dapat berdiri di depan musholla tanpa berbicara apapun. Beberapa detik kemudian terdengar suara ayam yang berkokok menandakan fajar hendak menyingsing. Pak Jono dengan sigap menoleh melihat jam dinding yang terpasang di musholla menunjukkan pukul 04.00 pagi. Mereka segera mengambil air untuk menyucikan diri mereka dan berdoa pagi hari itu di musholla. Selesai berdoa bersama, pak Ustad menghampiri mereka dan menanyakan kabar keluarga pak Junaidi dan jenazahnya semalam. Pagi hari itu akhirnya bapak-bapak yang berjaga semalam di rumah pak Jun menceritakan seluruh yang mereka alami pada pak Ustad. Selesai mendengar semua hal yang terjadi semalam, pak Ustad menyampaikan satu hal pada bapak-bapak saa itu.     

"Bapak-bapak sekalian, memang benar arwah pak Junaidi untuk beberapa hari yang akan datang dari malam hari tadi memang arwahnya belum tenang di sana. Beliau juga menghampiri saya semalam untuk meminta tolong agar keluarganya dapat di jaga selama ia belum pergi. Terutama kedua anaknya yang masih kecil karena ia meninggalkan dunia ini sangat muda dan ia masih belum bisa melepas keluarganya tanpa dirinya di sisinya. Jadi saya meminta mohon kepada bapak-bapak sekalian untuk di sampaikan kepada warga sekitar atau pak RT agar lebih di perhatikan lagi pesan dari pak Junaidi agar di alam sana beliau dapat beristirahat dengan tenang." Ucap pak Ustad mengakhiri percakapannya sambil berjalan keluar musholla.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.