The Eyes are Opened

Hey Karin!



Hey Karin!

0"Miiiii Karin pulaangg!!!" Teriaknya saat tiba di rumah sambil melepas kedua sepatunya di depan rumah.     

"Maaammmm??? Mami dimana?? Maaammmm???" Teriaknya sambil mencari maminya yang tak di temukan di seluruh ruangan di rumah, hingga ia berpikiran jika maminya sedang keluar rumah sebelum ia tiba pulang dari Malam Pentas Seni.     

"Tumben mami pergi tapi nggak kunci rumah apalagi ini sudah malam? Hmm ya udah lah aku ganti baju dulu lalu mau langsung tidur aja ah.. Udah ngantuk." Ucapnya sambil berjalan menuju kamarnya.     

Karin adalah seorang anak perempuan pertama di keluarganya, ia memiliki seorang adik laki-laki yang masih SD bernama Rico. Papi dan maminya bekerja sebagai karyawan swasta namun sudah setahun ini maminya resign dari kerjaannya dan kini hanya menjadi ibu rumah tangga. Karin lebih muda dariku satu tahun. Yap, dia kelahiran tahun 1994 tapi aku seangkatan dengannya sejak kami di Taman Kanak-Kanan (TK). Aku sudah mengenalnya sejak saat itu dan kemanapun aku pergi ia selalu ikut bersamaku begitu juga sebaliknya. Kami juga sangat sering sekali bertukar rumah alias saling menginap saat kami masih kecil, sehingga orang tuanya dan orang tuaku juga sangat dekat dan aku merasa ia sudah seperti saudaraku. Yaahhh.. meskipun aku memiliki kakak perempuan, namun usiaku dengan kakakku sangat jauh dan kami jarang sekali bermain bersama. Oleh karena itu sejak aku mengenal Karin aku sangat senang sekali bisa mempunyai teman bermain. Apalagi aku yang anaknya pendiam dan pasif sangat kontras denga sifat yang dimiliki oleh Karin. Kami jadi cepat berbaur dan akrab karena kami seperti puzzle yang cocok satu sama lain. Sejak dari TK hingga SD kami selalu satu sekolah dan hampir 80% selalu satu kelas. Semua orang selalu memperhatikan kami karena kami selalu bersama kemanapun kami pergi hingga banyak yang mengira jika kami saudara kandung. Jika mengingat saat itu lagi rasanya sangat lucu dan aku terus tersenyum mengingat masa kecil kami.     

Hingga ketika kami mulai duduk di kelas enam, di saat kami tidak sekelas lagi di situlah kedekatan kami mulai ada jarak. Karin yang memiliki sifat yang lebih supel dan ceria membuatnya tak kesulihatan dalam hal berteman, berbeda sekali denganku yang hanya dapat berteman dengan beberapa orang saja dan itu-itu saja. Di dalam hati kecil ini akhirnya tumbuh rasa iri, aku saat itu juga ingin memiliki banyak teman seperti dirinya, namun sangat susah ternyata untukku berbaur dengan banyak anak sekaligus. Melihat Karin yang saat itu tumbuh dan mulai pubertas, sehingga ia banyak di dekati dengan teman-teman cowok. Nggak hanya di kalangan anak sekolah saja, namun dikalangan anak-anak di tempat ibadahku juga. Yahhh.. bisa dibilang Karin itu anak yang sangat populer di kalangannya. Meskipun ia sangat populer di antara anak-anak yang lainnya, ia sering banget mengajakku untuk bermain bersama teman-teman barunya, di sana juga terdapat beberapa anak cowok yang bisa di bilang juga sangat populer. Aku sangat senang dapat bergaul dan berteman dengan mereka. Tetapi di sisi lain, ketika aku bermain bersama dengan mereka, mereka lebih fokus mencari perhatian dengan Karin dan pada akhirnya aku sendiri yang seperti orang asing di tengah-tengah mereka. Sendiri tanpa teman yang mengajakku mengobrol, padahal aku sudah mencoba dan berusaha untuk bergaul dan membaur dengan mereka tapi ternyata sangat sulit untukku, seakan dunianya berbeda dengan duniaku. Melihat aku yang selalu sendirian ketika bermain bersama, Karin selalu menghampiriku dan menemaniku hingga aku tak kesepian terlalu lama saat bermain. Itu juga membuat anak-anak yang lainnya berkumpul mendekatiku dan mulai mengajakku berbicara. Persahabatan kami berlangsung cukup lama hingga kini kami di SMP, meskipun kami tak satu kelas tapi baik Karin ataupun aku selalu saling menghampiri ke kelas masing-masing saat jam istirahat, makan siang bersama dan mengerjakan tugas bersama. Yaahhh.. meskipun sekarang sangat jarang kami menginap bersama lagi karena sudah banyak kesibukan les pelajaran yang kami ikuti dan beberapa ekstra kulikuler yang berbeda.     

"Mami kok nggak pulang-pulang ya sama papi? Rico juga nggak ada. Apa mami papi pergi sama Rico ya? Hmmm.. mungkin bentar lagi mereka pulang. Lihat chat di ponsel ah.. sapa tahu ada teman-teman yang ngechat di grup." Gumamnya sambil memandang ponsel Nivia 3230 keluaran terbaru yang sangat populer di kalangan anak-anak saat itu. Yahh.. Karin memang anak dari keluarga yang sangat kaya sehingga apapun yang ia inginkan orang tuanya selalu membelikannya.     

Satu hingga dua jam ia berbaring di atas tempat tidurnya, dari yang awalnya chatting dengan teman-temannya di grup hingga akhirnya bermain permainan yang terdapat di ponselnya, mami, papi dan adiknya tak kunjung pulang ke rumah. Karena khawatir hingga larut malam keluarganya tak kunjung pulang, ia bergegas ke pintu depan rumah untuk mengunci seluruh pintu takut jika ada orang yang berniat jahat masuk ke dalam rumahnya jika ia tertidur. Lalu ia mencari nomor telepon papinya di ponsel dan mencoba untuk menghubunginya. Namun sudah tiga kali ia menelepon papinya juga tak ada nada panggilan terjawab. Ia kemudian menelepon maminya pun tak ada panggilan yang terjawab. Karin semakin khawatir akan hal buruk terjadi pada keluarganya. Ia mencoba menelepon saudara papanya yang tinggal tak jauh dari rumahnya, beberapa kali ia hubungi pun tak terjawab juga. Karin yang malam itu hampir putus asa hampir saja meneleponku untuk menemaninya di rumah. Namun, ketika ia hendak meneleponku, terdapat panggilan masuk yang mucul di ponselnya. Tantenya yang ia hubungi tadi tak terjawab, menghubunginya kembali dan memberitahu apa yang terjadi malam itu.     

["Karin, kamu di rumah sendirian?"] Tanya tantenya dari balik suara ponselnya.     

["Ia ini Karin di rumah sendirian. Tante tahu nggak mami, papi, sama Rico kemana? Soalnya tadi Karin sepulang dari acara sekolahan mereka sudah nggak di rumah , tapi pintu rumah nggak di kunci sama sekali.."] Ucapnya dengan polos yang masih belum mengerti kejadian apa yang telah terjadi saat itu.     

["Oh.. iya ini mami, papi, sama Rico ada di rumah nenekmu sekarang. Mungkin nanti mamimu sama Rico yang akan pulang ke rumah terlebih dahulu."] Ucap tantenya, namun saat itu juga terdengar suara maminya menangis histeris menyebut-sebut papinya dan juga terdengar suara musik seperti di sebuah acara pernikahan, serta ada beberapa paman dan bibinya yang berusaha untuk menahan maminya.     

["Te, itu mami kenapa te? Papi kenapa?"] Mendengar hal tersebut dari sebrang telepon, ia menjadi sangat khawatir dan tak henti-hentinya menanyakan kabar dari mami papinya. Hingga akhirnya tentenya memberitahu semua kebenaran yang terjadi malam itu jika papinya saat ini sedang mengadakan pesta pernikahan lagi dengan wanita lain. Oleh karena itu maminya berteriak-teriak seperti tadi di seberang telepon.     

Mengetahui hal tersebut, Karin langsung mematikan telepon dengan tantenya dan terdiam di kamar mencoba mencerna semua hal yang terjadi hingga ia menangis semalaman dan tak tahu apapun yang akan ia lakukan kedepannya. Bagaimana kehidupannya setelah pagi ini datang, ataupun apakah ia akan tetap tinggal di rumah ini bersama keluarganya atau ia akan pindah entah kemana. Semua yang terjadi ia makan mentah-mentah hingga ia tak dapat bergeming sedikitpun hingga akhirnya ia tertidur karena kelelahan dari semalam.     

Pukul 06.00 WIB.     

[Ceklek-Krieettt..]     

Terdengar derit suara pintu yang terbuka, saat itu Karin yang tengah bersiap-siap hendak kesekolah terkejut mendengar hal itu, lalu dengan cepat ia berlari untuk memastikan siapa yang memasukki rumahnya. Terlihat adiknya yang masih kecil di dalam gendongan maminya yang tengah menaruh beberapa bungkus kantong kresek besar di depan pintu, tanpa basa basi ia berlari menuju maminya dan membantu membawa seluruh bawaannya masuk ke dalam rumah tanpa bertanya satu halpun. Ia hanya terdiam melihat maminya yang menidurkan adiknya di tempat tidur lalu menghampirinya. Maminya memeluknya sambil menangis tersedu-sedu hingga cukup lama, karena takut Rico terbangun karena suara tangisan maminya, Karin memutuskan untuk membawa mami ke dalam kamarnya. Disana maminya terus dan masih menangis, terlihat betapa hancur hatinya mengetahui suami yang ia cintai meninggalkannya demi wanita lain. Karin yang terus memeluk maminya tak bergeming ataupun menangis setetespun karena air matanya terasa kering setelah menangis semalaman. Ia hanya terus memeluk maminya dalam-dalam seolah mengerti beban yang maminya pikul saat itu.     

Lima belas menit lamanya mereka seperti itu hingga akhirnya Karin mengeluarkan kata-kata pertamanya.     

"Miii..sudah yaaa.. Masih ada Karin dan Rico yang selalu ada buat mami di sini. Mami jangan nangis lagi.. Nanti Karin sama Rico sama siapa.." Ucapnya mencoba memberi semangat pada maminya.     

Seketika juga saat itu maminya berhenti menangis dan melepaskan pelukannya. Ia memandang wajah putrinya yang sedari tadi menemani dan memeluknya. Ia melihat mata sembab dan kantong mata yang menghitam diitutupi dengan concelear miliknya di meja rias. Tanpa banyak bicara lagi maminya menceritakan apa yang telah terjadi pada papinya dan sejak kapan hal ini terjadi.     

Semua ini berawal dari karyawan wanita baru yang masuk ke perusahaan papinya bekerja. Dimana karyawan baru ini memang sangat cantik dan molek tubuhnya bak model. Banyak karyawan pria yang masih lajang tertarik padanya hingga beberapa kali menjalin hubungan dengan karyawan pria di sana dan akhirnya hubungan mereka ketahuan papimu selaku manajer dari wanita baru tersebut. Selang beberapa bukan lamanya wanita itu bekerja di sana, semakin hari semakincantik penampilannya hingga banyak karyawan dari papimu tercengang dengan penampilannya baik itu karyawan wanita maupun karyawan pria. Namun di balik kecantikannya itu ternyata ada sesosok makhluk yang tak kasat mata menempel selalu pada si wanita. Teman baik maminya yang juga bekerja di tempat kerja yang sama dengan papinya dan memiliki sixth senselah yang memberitahu semua termasuk papinya yang kena pelet kecantikan karyawannya tersebut. Mendengar semua cerita dari maminya, Karin menjadi diam membisu, dengan tatapan yang seakan marah namun ia tak ingin utarakan saat itu juga. Ia melihat jam dinding di kamarnya yang telah pukul setengah tujuh, ia memutuskan untuk segera berangkat ke sekolah.     

"Lho apa kamu nggak terlambat nak berangkat jam segini?" Tanya maminya.     

"Nggak apa kok mi, hari ini hari terakhir sekolah dan nggak ada aktivitas belajar mengajar jadi kami bisa masuk lebih siang sampai jam delapan nanti. Karin berangkat dulu ya mi.. Jangan kemana-kemana dulu sampai Karin pulang sekolah. Nanti Karin pulang jam dua belas nanti kok. Bye mi.. Banyak doa ya mi buat papi. Karin juga kok." Tukasnya sambil meninggalkan kamar tidurnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.