The Eyes are Opened

Memulai Hal Baru



Memulai Hal Baru

0Hari yang panjang telah terlewati, menjadi seorang pelajar memang sangat menyenangkan. Bisa bertemu dengan banyak teman, bermain bersama, dan melakukan berbagai aktivitas bersama. Akhir bulan Juni ini sekolahku mengadakan pentas seni yang dimulainya dengan berbagai lomba yang di adakan satu minggu sebelumnya. Setelah ujian sekolah selesai, untuk melepas penat belajar para guru mengadakan berbagai macam lomba yang sangat menghibur dan membuat kami saling berkompetisi dengan baik antar kelas maupun dengan antar tingkat. Diantaranya terdapat lomba Basket, Voli, Renang, Lompat tinggi, Badminton, Dance, Futsal, Dekor kelas, Debat Inggris, Tebak Lagu dan masih banyak lomba lainnya yang sangat meriah. Aku bersama teman-temanku memilih mengikuti lomba olahraga yang kami sukai yakni lomba renang dan lari sprint, kami sangat menikmati setiap acara yang di adakan.Di saat senggang kami selalu mengabadikan moment-moment kebersamaan kami dengan menggunakan kamera yang selalu di bawa oleh Ruben sebagai kenang-kenangan jika nanti kami sudah lulus nanti. Namun di sisi lain meskipun aku merasa sangat bahagia bersama teman-temanku, aku merasa sangat kesepian, ada rasa takut dan khawatir jika mereka mengetahui kelebihan yang aku miliki. Apakah mereka akan tetap mau berteman denganku atau menjauhi ku.     

Suasana kelas yang sangat riuh, aku duduk di bangku pojok dekat dinding dan jendela kelas, sambil membaca buku novel yang aku bawa dari rumah. Beberapa hari kedepan akan masih ada final lomba yang di adakan dan seluruh anak sedang sibuk mempersiapkan diri untuk di akhir lomba yakni Malam Pentas Seni yang ditunggu-tunggu oleh setiap siswa, sehingga tak masalah jika aku seharian di sekolah membaca novel kesukaanku. Yahh.. hanya novel fantasi-fiksi sih.. yang dimana setiap kali aku membacanya aku merasakan masuk kedalam dunianya dan berimajinasi dengan imajinasiku. Hingga tiba-tiba ada beberapa anak kelasku dan kelas lain menghampiriku bersamaan.     

"Uhmm... sorry ganggu.. kamu Dyandra ya?" Terdengar suara yang berat dan lembut berbicara kepadaku. Aku menengadahkan kepalaku dan melihat anak laki-laki dengan badan yang tinggi dan besar berdiri di depanku. Sangat dekat ia berdiri di depanku hingga aku harus memundurkan bangkuku sedikit agar aku dapat melihat dengan jelas.     

"Iya. Ada perlu apa ya?" Tanyaku lagi sembari melihat satu persatu nama mereka di bet seragam.     

"Oh kenalin dulu, namaku Hans dan ini teman-temanku, ini Tika, Selena, Wenny, dan Albert. Kami dari tim Theater ingin mengajak kamu untuk bermain saat Malam Pentas Seni besok. Ada salah satu karakter yang menurut kami sangat cocok untuk kamu yang peranin. Gimana? Kamu setuju nggak?" Ucapnya sambil memasang wajah memohon di depanku.     

"Iyaaa.. Betul kata Hans, ada salah satu karakter di cerita drama kami yang cocok denganmu. Kami mengajakmu gini nggak asal lho.. Kami sudah mensurvey tiap anak dan akhirnya kami menemukanmu." Ucap Tika mencoba meyakinkan.     

"Uhmm.. tapi aku nggak bisa akting dan segala macamnya kaya gitu.. Lagi pula aku nggak begitu tertarik dengan ikut Theater kalian. Sori ya."Ucapku dingin.     

"Ndrraaaa.. tolongin kami dong pliisss... Kami sudah mepet banget nggak dapet tokoh yang sesuai dengan karakter yang di butuhkan. Ya.. Ya.. Pliss ya Ndraaa.. Bantuin kami yaa.. Nanti kita bantu kok belajar akting dan segala macamnya. Oke?" Rayu Albert padaku. Dia adalah teman sekelasku yang memang sangat jago berakting sedari ia masih kecil hingga beberapa kali ia pernah membintangi iklan-iklan di Televisi saat ia masih kanak-kanak.     

"Tapi Bert! Aku beneran nggak ada jago-jagonya akting lho! Aku nggak mau malah aku yang buat aneh nantinya." Jawabku tegas.     

"Uhmm.. Nanti aku ajarin pelan-pelan sampai kamu mampu ya." Ujarnya yang masih merayuku.     

"Hah? Apa nggak kemepeten latihannya? Nggak-nggak. Kalian cari orang lain aja deh. Makasi ya tawarannya." Ucapku sambil membaca novelku kembali.     

Setelahaku berbicara seperti itu dihadapan mereka, langsung saja Tika dan Selena membalikkan badannya dan segera pergi menjauh dari mejaku sambil berbisik-bisik di belakangku.     

"Tuh kan apa aku bilang! Mereka nggak percaya banget sih jadi orang. Nggak bakal mau nggaakk si Dyandra itu main Theater sama kita.. Gayanya aja culun gitu tapi songong banget." Bisik Tika pada Selena.     

"Udah ah Tik, jangan bahas cewek itu lagi. Males aku dengernya. Balik ke ruangan aja. Biar Hans sama Albert dan Wenny aja yang urus." Ketus Selena sambil melenggangkan kakinya keluar kelasku.     

Melihat kedua temannya pergi meniggalkan kelas Wenny pun menyusul mereka di ikuti Hans berjalan di belakang. Namun teman kelasku Albert tetap berdiri didepan mejaku dan terus berdiam hingga aku dapat di ajak berbicara dengannya. Akuterus membaca novelku tanpa memperdulikan Albert yang terud menungguku. Ia berjalan ke sisi kiriku dan mengambil kursi di sebelahku lalu ia duduk dekat denganku. Albert hanya terdiam dan terus memandangiku seakan aku harapan terakhir bagi kelompoknya. HIngga aku merasa risih dengan kahadirannya yang mengganggu waktuku membaca novel.     

"Adduuuhh.. kamu itu emang rese' kok bert dari dulu. Aku lagi asik baca novel nihhh!! Claudi sama yang lain aja nggak gangguin aku pas bca novel kok kamu gangguin aku sampai nemplok di mejaku gini sih?" Gerutuku sambil menutup buku novel yang sedang ku baca.     

"[Nih anak kaya hantu aja deh. Nempel terus meskipun nggak di perhatikan. Duh! Bikin nggak bisa nggak memperhatikan kalau gini ceritanya!]" Gerutuku dalam hati.     

"Yeee..ya kan Claudi leagi sibuk bantuin anak-anak dekor kelas! Lah elu yang pinter nggambar malah asik mojok. Ya mereka nggak ngeribetin kamu lah Ndra." Timpalnya.     

"Udah lah Ndraa!! Lu ikut aja tuh Dramanya Albert! Emang cocok banget kok karakternya sama lu!" Teriak Claudi yang sedang membuat Origami di mejanya sebagai hiasan untuk dekor kelas.     

"Kok kamu denger aja sih Di!" Jawabku makin kesal.     

"Yaaa karena emang gue tahu si Albert lagi cari aktor buat dramanya.. Kemarin gue juga di interview dan segala macem sama nih anak. Daannn gue nggak cocok makanya gue nggak rempong urusin masalahnya Albert hahahahaha..." Ujar Claudi sambil menaruh origaminya sambil berjalan ke arah tempat dudukku.     

"Hah yang bener Di?" Tanyaku sedikit meragukan.     

"Iya lah!! Masa lu nggak percaya sama temen sendiri sih?! Ih jahat lu Ndra! Males gue nyamperin lu kaya gini! Udah gue bela-belain jauh-jauh dari tempat duduk gue buat nyemperin lu malah di gini'in. Gak bisa gue itu di gini'in Ndraaaa!!!". Ucap Claudi sambil berakting agar aku tak kesal dengan Albert.     

"Pfftt... Ada-ada aja sih kamu Di!" Ujarku sambil tersenyum.     

"Udah atuh neng.. kalau mau ketawa ya ketawa wae.. Tak usah malu-malu gara-gara akang. Hahahaha.." Canda Claudi.     

"Idihhh jijik!! Akang a-kangkung emangnya?! Hahahaha.." Ucapku.     

"Jadi gimana Bert? Kamu mau bicara tentang apa?" Ucapku dengan nada serius lalu mendengarkan penjelasan dari Albert serta menceritakan sepenggal skrip dari drama yang ia buat.     

"Hmm... oke aku ikut. Tapi beneran ya Bert kamu harus ajarin aku. Tapi gimana dengan teman-temanmu nanti? Apa mereka nggak masalah aku masuk, padahal tadi aku sudah menolak kalian mentah-mentah. Apalagi tadi aku sempat melihat Tika dan Selena sepertinya nggak suka padaku?" Ujarku.     

"Ahhh.. itu gampang. Biar nanti aku sama Hans yang bicara sama anak-anak tim. Yang penting terima kasih banyak ya Ndra sudah mau bantuin Theater ku. Sudah nggak tahu lagi kalau kamu beneran nggak mau. Tadi kami sempat berpikir untuk ganti cerita tapi itu suatu hal yang lebih mustahil lagi. Karena yaaa.. harus ngerombak ulang. Dari pemainnya, alur ceritanya, bahkan dekor panggungnya. Ini sudah 90 persen semuanya sudah siap tinggal kamu aja gabung sama kita. Thank's banget ya Ndra." Ucap Albert dengan wajah sumringah dan langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia berlari menemui timnya dan memberitahukan kabar baik tersebut sebelum menjemputku kembali untuk di perkenalkan pada timnya.     

Jantungku berdebar kencang bukan karena aku jatuh cinta, melainkan gugup saat memasuki ruangan Theater untuk pertama kalinya. Di saat aku mulai melangkahkan kakiku di ruang Theater, hawa lembab dan singup sangat kental aku rasakan. Aku hanya terdiam dan langsung memperhatikan sekitarku dengan seksama. Dan benar saja saat aku berdiri di sebelah bangku-bangku yang di tumpuk di sepanjang dinding, aku melihat ada seperti orang yang sedang menunduk sambil meringkukkan badannya. Hanya terlihat rambut hitam yang gelap dan kumal, serta kuku kaki yang kotor dan panjang. Saat aku hendak mendekatinya, tiba-tiba..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.