The Eyes are Opened

Pamit



Pamit

0Di setiap adanya pertemuan, selalu ada namanya perpisahan. Entah itu perpisahan sebagai kekasih, orangtua-anak, maupun sahabat karib. Kita tak kan tahu kapan perpisahan itu datang dan meninggalkan kita, ataupun menjemput diri kita sendiri. Yang tahu akan adanya perpisahan itu ialah Yang Maha Esa. Ia yang merencanakan kelahiran kita di dunia, Ia pula yang mempertemukan dengan orang-orang terdekat kita, dan Ia pula yang mengajak kita pulang ke sisi pangkuanNya. Hanya Dia-lah yang tahu awal dan akhir hidup kita di dunia ini. Selain itu, tak ada yang tahu misteri di bawah kolong langit ini.     

Sepulang dari rumah sakit, aku hanya dapat terdiam seribu bahasa. Sepanjang perjalanan bersama mama dan Karin pun tak banyak aku bicara, hanya jika mama atau Karin yang menanyakan sesuatu padaku. Malam itu hujan turun dengan sangat lebat di sertai angin yang kencang, aku melihat ke kiri dimana jendela kaca mobilku telah basah di guyur hujan. Melihat lampu-lampu kota yang telah menerangi sepanjang jalan raya, dan melihat beberapa pengendara sepeda motor yang berteduh di bawah atap toko yang teduh dan ada juga yang berteduh di halte bus. Aku dapat merasakan mereka yang masih di luar sana tanpa pelindung diri di tengah hujan yang dingin dan menusuk tulang. Entah apa yang ada di pikiranku saat itu, aku temangu dan terdiam. Rasanya ada yang hilang nantinya entah itu kapan, aku tak tahu. Mama yang menyetir di sebelahku sesekali melirik ke arahku, namun ia tak berani untuk membuka percakapan selama perjalanan baik itu ada Karin maupun tidak. Mama seakan-akan dapat membaca pikiranku yang sedang galau dan sedih. Ia memberikan waktu untukku untuk sendiri dahulu.     

Sesudah mama mengantarkan Karin ke rumahnya, mama membawa mobil kami pulang ke rumah di tengah hujan yang masih cukup deras kami lewati. Wiper mbil yang terus bergerak ke kanan dan kekiri tanpa henti agar kaca depan mobil tetap terjaga terang dan mama dapat melihat kondisi jalan raya. Beberapa jalanan yang rendah dan memiliki drainase yang rendah membuat jalanan tersebut terendam banjir setinggi kurang lebih 20 cm. Beberapa pengendara sepeda motor memilih berhenti di trotoar jalan raya dan beberapa memilih menancapkan gasnya tak peduli setinggi apa banjir tersebut. Dan beberapa yang lainnya terpaksa berhenti karena kendaraan mereka mogok di tengah banjir tersebut. Aku terus memperhatikan kondisi sekitar jalanan tersebut yang semakin lama membuat semakin padat karena banyak mobil yang membawanya dengan pelan-pelan. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 19.30 WIB, mobil terasa sangat sunyi karena aku tak berbicara satu katapun dari tadi. Ketika mobil kami berhenti sejenak karena lampu merah, mama mengayunkan tangannya ke arah dashboard dan menyalakan lagu di radio.     

["Yaaakkk selamat malam para pendengar radio Frambors FM!! Masih bersama saya Ratna, dan teman saya Galih menemani kalian para pendengar setia di tengah dinginnya malam.."] Ucap Ratna salah satu penyiar wanita.     

["Pas hujan-hujan gini juga ya Rat, apalagi di luar hujan angin! Hati-hati juga ya buat para pengendara motor dan mobil pada jalanan yang berlubang dan juga terutama di jalan gatot Subroto sedang banjir Rat! Waahhhh ini ya! Banjir ini meresahkan ya buunnn!!! So, Tetap jaga jarak aman kalian dalam mengendari kendaraan anda dan hati-hati."] Ucap Galih, penyiar radio Laki-laki.     

["Yup betul banget nih. So, buat menemani kalian di tengah dinginnya malam di sertai hujan angin yang begitu kencang, kami putarkan beberapa lagu untuk kalian semua para pendengar radio Frambors FM."] Kata Ratna.     

Suara radio yang berputar di dalam mobil seketika menghidupkan suasana kami selama perjalanan, apalagi tangga nada yang pertama kali di putar merupakan lagu ke sukaan ku. Lagu dengan judul Love Story-Taylor Swift menemaniku di dalam mobil yang tadinya aku galau dan sedih mengetahui takdir miss Jeny dan kini aku dapat mencairkan suasana hatiku. Aku menyanyi degan kencang di dalam mobil dan menggerakkan badanku mengikuti alunan musik radio yang terputar. Mama melihatku kembali ceria lagi dan ia tersenyum bahagia, anak gadisnya tak lagi sedih lagi. Mama dengan nada yang lirih perlahan mengikutiku menyanyi lagu yang sedang terputar hingga lama kelamaan kami berdua bernyanyi bersama di mobil. Perjalanan kami yang awalnya sangat hening dan membosankan berubah menjadi suasana yang menyenangkan, mungkin juga salah satu pengalaman tak terlupakan bersama mama, sampai-sampai perjalanan kami tak terasa tinggal beberapa meter sudah tiba di depan rumah kami. Papa yang menunggu kami pulang telah berdiri di balik pintu pagar untuk membukakan mobil yang kami tumpangi masuk ke dalam rumah tanpa salah satu dari kami turun dari mobil untuk membuka pagar agar tidak kehujanan, karena hujan yang turun masih sangat deras.     

"Malam pa.." Sapaku.     

"Iyaa.. Kamu mandi dulu sana, lalu cepat turun dan makan malam sama-sama. Papa tadi sudah beli lauk di depot chines food yang ada di ujung gang situ." Ucap papa.     

"Ya pa." Jawabku singkat, lalu segera menaiki anak tangga dan menuju kamarku.     

"Giamana ma tadi jenguk si Jeny?." Tanya papa pada mama yang sedang membasuh tangan dan kakinya di toilet bawah.     

"Jeny rasanya nggak lama lagi deh pa. Tadi waktu jenguk kondisinya drop banget, tubuhnya udah tambah kurus banget dari biasanya, kulitnya juga pucaaaattt.. sampai-sampai mama nggak tega lihatnya. Si anakmu juga kelihatannya ngerasain sesuatu dari lihat kondisinya si Jeny. Tapi mama belum tanya apapun sih dari tadi.."     

"Masa sih ma? Masa cuman dari beberapa bulan aja langsung dropnya parah banget? Kalau anak itu ya biarin aja dulu.. Nanti juga dia akan cerita sendiri. Kan mama lebih tahu kalau anak itu kalau di paksa cerita malah nggak ada isinyaaa.. Biar dia siap untuk cerita dan kita hanya perlu mendengarnya."     

"Iya pa, mama juga dari sepanjang jalan tuh diem-dieman kaya orang pacaran yang lagi ngambek-ngambekan tahu nggak. Hahahahaha... Ow iya, si Jeny tuh ternyata sudah lama dia sakitnyaa.. tetapi baru ketahuannya sekarang.. Sudah stadium 4 lho dia! makanya tadi mama bilang gak bakal lama umurnya." Terang mama.     

"Ow ya papa tadi beli apa aja?." Tanya mama.     

"Ini.. papa beli nasi goreng hongkong, capjay ayam, sama kolobak. Hehehe.." Ucap papa.     

"Wah, uang belanjaan mama habis dong buat besok?! Kenapa beli babi sih pa? Kok nggak beli yang koloke atau fu yunghai yang murah dikiittt??"     

"Udahhh.. Nggak usah di pikirin masalah uang, nanti papa transferin lagi. Bereskan?" Ucap papa dengan santai.     

"Yahhh.. tapi kan eman to.. uangnya di hambur-hamburin buat beli makanan banyak-banyak...".     

"Ihh.. mama kok perhitungan banget sih! Udah lah! Papa lagi pengen makan kolobak! Udah nggak usah ajak ribut deh malem-malem gini!" Ucap papa dengan nada tinggi. Tak lama kemudian selesai aku mandi, aku segera turun ke meja makan untuk makan bersama.     

Kami bertiga makan bersama tanpa membicarakan tentang miss Jane, firasatku mama sudah menceritakannya pada papa, dan papa tak ingin membahasanya lagi. Jadi kami makan malam bersama dengan membicarakan hal lain yang membuat suasana ruamh menjadi hidup dengan canda dan tawa. Kebiasaan di keluarga ku ketika makan ialah selalu makan bersama di meja makan, dan juga selalu mensharingkan hal-hal yang menarik yang kita temui sepanjang hari ini. Jarang sekali di keluargaku menceritakan masalah pekerjaan ataupun studi kami selama jam makan. Karena itu sangat tabu! Dimana filosofi papa itu, makan merupakan hal yang sangat menyenangkan, membuat seluruh indra kita merasakan nikmatnya sebuah masakan dan membuat seluruh indra kita atau tubuh kita merasa bahagia. Jadi sangat dilarang membicarakan sebuah hal yang membuat kita untuk berpikir keras ataupun hal yang buruk di meja makan.     

"Pa, kak Cindy kapan pulang? Atau libur kuliahnya? Kenapa lama sekali sih? Andra kangen nih.."     

"Ya elah nak..naka.. kakakmu kan baru saja 1 bulan masuk kuliah, masa iya harus libur lagi? Ya besok lah papa telepon kakakmu, biar minggu depan pas weekend dia pulang, tapiii.. kalau kakakmu nggak sibuk dengan tugas kuliahnya yaa..."     

"Hmmm.. ya deh pa.. tapi janju ya tanyakan!."     

"Iyaaa!!."     

"Ya udah, Andra mau langsung ke kamar ya ma, pa.. Andra mau tidur dulu. Ow ya ma, besok Andra ada bantu Osis lagi untuk dekor yang kemarin tertunda. Jadi tolong kasi h tahu pak Daud nggak usah jemput ya.. mama yang jemput aja.. pasti pulangnya malam juga."     

"Lah kenapa nggak kamu bilang aja sendiri ke pak Daud ndraa??." Tanya mama.     

"Ya biar meyakinkan aja maa.. Hehehe.. Da ma.. da pa... nite.." Ucapku sambil lari menaiki anak tangga. Segera aku memasuki kamarku dan tak lupa untuk mematikan lampu kamar, lalu menyalakan lampu tidur yang terletak di sebelah tempat tidurku. Tak lupa ku sebelum tidur untuk berdoa terlebih dahulu berharap tidak mendapatkan mimpi yang buruk nanti.     

Saat ku mulai terlelap dan hilang kesadarku di dunia dan mulai memasuki alam mimpi, aku melihat di seluruh sekitarku ialah langit yang berwarna biru dan awan yang putih. Aku merasa kebingungan saat itu, kenapa aku dapat berada di atas sini namun aku tak jatuh ke bawah. Aku menoleh ke kanan dan kiriku, tak ada satu pun orang ataupun sesuatu yang dapat aku ketahui. Lalu aku melihat ke bawah, namun tak dapat ku lihat dasarnya langit biru ini. Hanya kakiku yang seakan-akan menapak pada lantai kaca, dimana aku berpijak. Aku masih belum menyadari dimana aku berada, dan tak lama di saat aku sedang bingung, tiba-tiba ada dua orang yang berpakaian seba putih dari atas hingga bawah, seperti jubah besar yang panjang yang menutupi hingga ujung jari kakipun tak terlihat, hanya ujung tangannya saja yang terlihat. Wajahnya pun tak dapat aku lihat, terpancar sinar terang yang keluar dari wajahnya sehingga aku merasa dengan mata telanjang tak dapat meligat dengan jelas siapa mereka. Mereka melayang-layang di udara dan terdapat empat sayap seperti burung yang sangat besar, berwarna putih bersih nan indah mengepak-ngepak bersamaan. Dua sayap yang berukuran besar berada di bagian atas, di tulang belikat mereka, dan sayap yang berukuran lebih kecil berada di bawanya. Dua orang ini melayang-layang di udara sambil menggandeng seorang wanita yang sangat cantik dengan menggunakan gaun putih seperti gaun pengantin yang sangat cantik. Awalnya aku tak menyadari siapa wanita tersebut, aku hanya terdiam dan terpaku melihat tiga orang di depanku hingga akhirnya wanita tersebut mengeluarkan suaranya padaku.     

"Dyandra. Ini saya miss Jeny." Ucap wanita tersebut dengan nada yang sangat lembut di telinga. Sontak aku sedikit terkejut mendengar nama itu. Aku menjadi lebih terpaku dan tak dapat mengeluarkan satu kata apapun.     

"Ndra, saya mau ijin pamit sama kamu untuk pergi selamanya. Tolong sampaikan salam saya pada anak-anak les yang lain ya. Dan juga jangan lupa untuk terus belajar dan berlatih, karena saya yakin kamu pasti bisa menguasai matematika dengan usahamu sendiri. Terimakasih untuk selama ini kamu sudah seperti adik saya sendiri, dan sampaikanjuga salamku pada mamamu ya Ndra. Kamu bersama teman-temanmu sudah mengabulkan salah satu permohonanku untuk berkumpul bersama saat kalian menjenguk saya di rumah sakit. Sekarang saya sudah bahagia dan kalian juga harus bahagia ya. Bye Ndraa..". Ucap miss Jeny sambil perlahan-lahan menjauh dari hadapanku bersama dua orang bersayap tersebut dan ketika mereka mulai menjauh dan menghilang aku menyadari jika dua orang yang bersayap bersama miss Jeny adalah seorang malaikat.     

Saat itu tanpa aku sadari ketika aku tidur aku meneteskan air mataku dan membasahi bantalku. Aku menangis tersedu-sedu kehilangan guru les yang sangat baik. Tetapi masih ada di hati ini ketidakperacayaanku bahwa miss Jeny telah meninggal. Aku yang terus menangis dan tak dapat kuhentikan ini segera terbangun dari tidurku dan melihat jam di ponselku. Saat itu pukul 03.00 WIB aku terbangun. Aku menghapus air mataku, mengambil segelas air minum agar aku lebih tenang dan berhenti dari tangisan kesedihan ini. Lalu aku mengingat kembali apa yang telah aku impikan dan aku benar-benar merasa mimpi semalam itu nyata apa yang aku lihat. Aku masih tak dapat percaya akan mimpiku sehingga aku mencoba untuk tidur kembali, memejamkan mataku, namun tak dapat aku tidur maupun mimpi lagi. Seakan-akan mimpi itu hanya datang sekali padaku dan hilang. Hingga akhirnya aku tertidur karena kelelahan hingga fajar menyingsing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.