The Eyes are Opened

Persiapan Perpisahan (part 2)



Persiapan Perpisahan (part 2)

Hari semakin larut, suasana menjadi semakin tegang. Hawa panas manyelimuti ruang aula yang kami gunakan untuk persiapan perpisahan sehingga guru-guru yang membantu memutuskan untuk mengakhiri gladi kotor malam ini. Beberapa pengisi acara sudah ada yang pulang terlebih dahulu bersama crew yang bertugas, sebagian yang lainnya termasuk aku ikut serta membereskan kekacauan ruangan yang terjadi. Suara teriak histeris dan geraman para penari dan beberapa anggota yang lain yang terkena kesurupan menyelimuti ruang aula malam itu. Kak Andrew sebagai orang yang memiliki sixthsense diantara yang lainnya mencoba berkomunikasi pada 'mereka' apa yang 'mereka' inginkan dan tujuan apa 'mereka' mengganggu kami malam itu.     

"Hehhh.. hehhh.. hehh.." Suara hembusan nafas salah satu penari yang kesurupan.     

"Kenaaappaaa kalian menggangguuu rituaalll kamiii?? Ghrrrmmm...".     

Terdengar suara yang sangat berat dari penari tersebut, seperti suara pria yang tua, dan juga dari suara tersebut menyebutkan bahwa adanya ritual kami? Apakah maksudnya beberapa orang yang mengalami kesurupan ini sedang melakukan ritual?? Tapi ritual apa?? Aku berpikir sejenak saat itu hingga tak memahami apa yang 'mereka' maksud. Hingga akhirnya kak Andrew menanyakan kembali pada 'mereka'.     

"Siapa yang kau maksud kalian?? Dan ritual apa??". Tanya kak Andrew.     

"Grhhmm... grhhmmm.. Kalian!! Kalian ingin mengambil tubuh anak itu dari Nyai! Grrhhhmmm... Grrhhhhmmmm... Nyai menyukai anak itu! Jangan kalian ambil! Grhhmmm..".     

"Siapa kau! Dan siapa itu Nyai? Kenapa beliau menyukai anak itu?". Tanya kak Andrew lagi.     

"Hehhhh... hehhhhh... Aku pengikut Beliau, Ki Barata! Grhhhmm... Anak itu sudah di persembahkan! Jangan ganggu Nyai! Grhhhmmm...".     

"Iya siapa Nyai yang kalian maksud??". Tanya kak Andrew kembali.     

"Grrhhmmm... Beliau Gusti Kanjeng Ratu Kencono Sari..Grhhmm...".     

Mendengar hal tersebut, kak Andrew beserta 5 guru yang membantu menangani murid-murid yang kesurupan memutuskan untuk tetap mengambil alih Lintang dari pengaruh gaib itu. Namun di saat yang bersamaan, aku merasakan suatu hal yang aneh, perasaan yang tidak tenang, dan suatu perasaan berbahaya terhadap keputusan kak Andrew dan para guru. Aku mencoba memberi tahu kak Andrew tentang apa yang aku rasakan, namun saat itu karena kondisi semakin memanas, baik kak Andrew maupun guru-guru yang lain tidak merespon ucapanku. Aku hanya berdoa di ujung ruang aula yang jauh dari situasi kesurupan tersebut, meminta bantuan kepada Yang Maha Esa. Satu persatu murid telah terlepas dari pengaruh ghaib, mereka siuman dan aku segera membantu untuk memulihkan jiwa mereka yang hampir terserap energi negative dari makhluk ghaib tadi.     

Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB. Hari semakin larut, malam yang panjang dan melelahkan menyita energi kami untuk membebaskan dan melepaskan seluruh murid dari pengaruh makhluk ghaib tersebut. 14 Murid yang telah siuman dan pulih segera dipulangkan ke rumah masing-masing dan kami menunggu Lintang terbebas dari pengaruh roh yang berdiam diri di dalamnya. Aku melihat orang-orang mulai kelelahan, dan mencoba menghentikan mereka namun sia-sia usahaku. Aku kembali mundur ke belakang bagian ujung ruang aula dan berdoa kembali. Di saat aku masih berdoa, sekejap aku melihat masa depan yang akan terjadi. Hanya beberapa detik pad waktu dunia, namun terasa lama saat aku melihatnya. Aku melihat beberapa guru tiba-tiba batuk dan muntah darah, ada juga yang langsung tumbang tepental hingga menghantam bangku yang berada di sebelahku. Hanya kak Andrew seorang yang masih mampu bertahan, hingga akhirnya kak Andrew melakukan kesepakatan kepada Nyai Jonggrang yang mendiami tubuh Lintang. Entah kesepakatan apa yang ia buat, namun setelah beberapa saat Lintang tejatuh seketika. Melihat hal tersebut, aku segera membuka mataku dan terus berjaga-jaga. Selang beberapa menit kemudian apa yang aku lihat saat doa tadi terjadi. Mulai dari pak Bono yang tiba-tiba berlari ke belakang sambil menutup mulutnya dan segera aku hampiri. Saat aku menghampiri pak Bono, terlihat darah segar mengalir di pergelangan tangannya dan saat kulihat ke arah wajah beliau, dari mulutnya telah mengeluarkan banyak darah. Segera kuberikan kain putih yang terdapat di sebelahku pada pak Bono dan mempahnya ke ujung ruang aula yang lain agar tidak terkena benturan dari guru lain yang terlempar jika benar terjadi.     

Hawa di sekeliling ruang aula semakin panas-dingin yang menandakan adanya pergerakan energi positif dan negative yang tidak stabil. Sejenak aku memperhatikan ponselku setelah mendudukkan pak Bono di ujung ruang aula, ternyata terdapat puluhan panggilan tak terjawab dari mama dan terdapat beberapa pesan masuk. Segera aku membuka ponselku dan melihat siapa yang mengirim pesan sebanyak itu.     

"Nak?? kamu dimana?? Apa kamu masih di sekolah??". Tulis pesan dari mama.     

"Andraaaa... kamu ada dimana? Mamamu tadi cari kamu di rumahku? apakah kamu belum selesai gladi kotor?? Tadi aku blang ke mamamu kalau kamu ada gladi kotor di sekolah. Kalau kamu sudah baca pesanku balas ya!". Tulis pesan dari Karin.     

"Haaahhhh.. sampai Karin pun mengkhawatirkan aku?? Uhmm tapiii.. jika aku pulang sekarang, siapa yang akan bantu disini??". Ucapku.     

Saat aku hendak membalas pesan mama, tiba-tiba aku melihat pak Joko dan pak Imam terjatuh dengan bersimbah darah dari mulutnya. Segera aku menaruh ponselku dan langsung berlari menuju pak Joko dan membaringkannya di sebelah pak Bono. Setelah selesai, hal serupa aku lakukan pada pak Imam. Saat membaringkan pak Imam di sebelah pak Joko, aku melihat pak Puthut terlempar jauh dari posisinya dan menghantam bangku-bangku di sisi lain ruang aula. Beliau seketika terkapar dan tergeletak lemas. Melihat pak Puthut yang terlempar, pak Nur yang masih bertahan segera berlari dan menghampiri pak Puthut. Beliau membaringkan pak Puthut yang pingsan akibat menghantam bangku. Aku terdiam sejenak melihat apa yang terjadi di hadpanku saat ini, karena apa yang aku lihat dari penglihatanku tadi semuanya terjadi. Seketika bulu kudu ku berdiri dan aku merinding mengalami hal seperti ini. Tak habis pikirku apa yang akan erjadi dan apa yang aku alami kedepannya. Apakah ini sebuah kemampuan yang harus aku banggakan atau takutkan. Dan bagaimana jika teman-temanku mengetahui diriku yang seperti ini? Apakah mereka masih mau tetap berteman denganku atau malah aku dikucilkan atau mereka menjauhi ku karena takut padaku. Segala pikiran negative seakan terngiang-ngiang di kepalaku.     

"Hei! Dyandra! Ndra!! Andraa!!". Suara teriakan pak Nur menyadarkanku dari lamunan yang membuatku gelisah.     

"Ah! Maaf pak. Saya tadi nggak dengar". Ucapku.     

"Dari tadi lho saya panggilin kamu sampai tak tepuk pundakmu baru sadar kamunya. Kenapa gak pulang? Kamu pulang sana! Urusan di sini biar saya dan Andrew yang atasi." Kata pak Nur padaku.     

"Ah, iya pak! Iya, sebentar lagi saya akan pulang". Ucapku dengan sedikit gugup.     

"Gak usah sebentar lagi. Pulang sekarang! Sudah malam juga, aku khawatir kamu balakan di cari mama papamu! Cepat bawa barang-barangmu dan segera turun dari ruangan ini!". Tukas pak Nur dengan tegas.     

"Iya pak makasih!". Sembari aku menyabet tas dan ponselku yang tergeletak di lantai aku dengan cepat keluar dari ruang aula.     

"Hei!! Ingat jangan banyak melamun!! Bahaya!!'. Teriak pak Nur dari dalam aula dan aku meyodorkan jembolku padanya sembari keluar dari ruang aula yang mencekam.     

Aku berlari sekencang-kencangnya, menyusuri lorong laboratorium yang gelap dan dingin. Puluhan mata tertuju padaku, terus menatapku seolah 'mereka' tak menyukai aku berada di sini. Aku menuruni anak tangga sekolah dan berlari meuju halaman luar sekolah. Di saat aku telah melewati gerbang gedung sekolahku, aku melihat mobil papa telah terparkir di halaman dekat lapangan basket. Aku berlari semakin kencang dan menghampiri mama papaku. Melihatku yang berlarian ke arah mereka, mama papaku segera turun dari mobil dan menyambutku dengan pelukannya.     

"Kamu nggak apa kan nak? Apa yang terjadi di dalam?? Apakah ada yang terluka?". Tanya mama dengan sangat khawatir padaku.     

"Syukurlaahhh.. Kamu tidak apa-apa.. Ya udah yuk kita pulang.. kamu masuk mobil gih!". Ucap papa dengan nada yang tenang.     

"Ma, pa, Andra mau istirahat dulu ya. Andra ngerasa lelah banget hari ini, besok aja Andra cerita semuanya". Ucapku.     

"Ya udah kamu istirahat aja, nanti kalau sudah nyamapi rumah baru mama bangunin ya..".     

Aku langsung tertidur di dalam mobil setelah papa mengendarainya keluar dari gerbang sekolah. Hari ini benar-benar terasa sangat melelahkan, lebih dari kemari waktu aku bersama tim osis terjebak di ruang osis. Energiku juga terasa terkuras habis meskipun tak banyak yang dapat aku lakukan tadi. Aku tak dapat membayangkan bagaiman para guru dan kak Andrew mengatasi semua ini di keseharian mereka dan akhirnya aku tertidur pulas di dalam mobil selama perjalanan pulang ke rumah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.