The Eyes are Opened

De Javu



De Javu

0Sinar matahari yang telah terbit mengintip di balik tirai jendela kamarku seolah menginginkanku untuk menyapanya.     

Burung gereja yang bernyanyi dengan riang menghiasi pagi hari di depan jendela kamarku.     

Tak kuasa mata ini terbuka untuk menyambut hari yang baru dan badan ini yang enggan bangkit dari kasur yang hangat, yang menenggelamkanku dalam tidur panjangku di malam hari.     

Hari berat telah aku lalui dan kini dunia menyapaku untuk menyambut hari yang baru dan menjalani hariku dengan berbeda.     

Semua seperti mimpi yang membawaku ke dunia lain, bertemu dan menghadapi makhluk lain selain manusia. Mencoba saling berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Mengikuti aturan main yang telah 'mereka' buat agar kita selalu dalam ruang aman sebagai manusia dan tak tersesat dalam dunia'nya'. Yah.. itulah kehidupanku kini. Memang benar kata mama, jika memiliki kemampuan yang sangat istimewa memang perlu banyak berdoa pada Sang Pencipta agar kita tetap terus berada dalam jalanNya.     

"Tok..tok..tok.. Naaakk.. sudah bangun?(ceklek!)". Suara mama di balik pintu kamarku saat membuka pintu untuk memastikan keadaanku.     

"Kamu sudah bangun? Mama buat sarapan kesukaanmu di bawah. Cuci mukamu dulu lalu makan ya!". Kata mama sembari membuka tirai jendela kamarku dan membiarkan udara pagi hari memasuki kamarku yang dingin dan mematikan pendingin kamar. Serasa hangat seperti pelukan mama, cahaya matari memasuki kamarku. Sirkulasi udara seketika berganti masuk dan keluar, hembusan angin yang semilir memenuhi kamarku yang pengap dan segera aku beranjak dari kasurku. Melipat selimut besarku yang hangat dan lembut di atas kasurku dan berlari menuruni anak tangga menuju meja makan.     

"Pagi sayang..". Ucap papa yang telah menungguku di meja makan, di temani dengan secangkir kopi hitam pekat yang masih panas dan beberapa lembar koran yang terbuka lebar di depan wajahnya.     

"Tumben papa masih di rumah jam segini? kok nggak ke kantor?". Tanyaku dengan setengah masih sadar.     

"Kamu masih tidur atau sudah bangun?".     

"Andra sudah bangun kok pa". Ucapku dengan nada malas.     

"Coba ingat-ingat hari ini hari apa?".     

"Hahh??? Ehmm.. hari ini harii.. sabtu kan? terus??".Ucapku sambil menatap papa tanpa merasa ada hal yang aneh.     

"Ya terus kalau hari sabtu masa iya papa masih kerja Andra?! Gimana kamu ini ih! APa karena kemarin kepalamu kebentur ya? sampai kaya orang linglung begitu?".     

"Aahhhh.. iya ya.. ini hari sabtu kan papa libur kerja.. Andra sampai lupa.. hehehehe...". Ucapku yang tersipu malu.     

"Udah makan sana! Mama sampai buatkan kamu semur daging pagi-pagi".     

"Huwaaa... heeemm.. baunyaaa.. wangi biji palanya... wangi kuah kaldu sapinya... Aaahhh.. jadi tambah lapar.. makan dulu ya pa..". Sembari mengambil nasi yang ada di dalam penanak nasi.     

"Naakk.. abis kamu makan langsung mandi lalu temenin mama ke rumahnya Budhe Wati ya.. mama mau kasih kue kering..". Ucap mama yang sedang membungkus kue pesanan Budhe kedalam kardus.     

"He'em.. Ow ya pa-ma, kemarin yang gendong Andra siapa? kok bangun-bangun sudah di kasur?". Tanyaku     

"Kamu tuh ya! sudah papa bangunin lho padahal, tapi malah ngigau. Yang bilangnya pergilah, jangan dekat-dekat lah! emangnya kamu mimpi apa sih sampai segitunya? secapek itu ya kamu sampai ngigau kaya gitu? Hahahaha...". Ucap papa yang langsung menaruk korannya.     

"Hah?? masa Andra ngigau kaya gitu? papa nagrang deh!".     

"Hahahahaha.. ini anak di bilangin nggak percaya.. hahahahaha... terus kemarin emang kenapa kamu kok bisa sampe malam banget? Ada kejadian apa di sekolah semalam?". Tanya papa lagi.     

Aku menceritakan keseluruhan kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah selama gladi kotor, dan beruntung mama papaku tidak marah ataupun terlalu khawatir padaku yang telah mengalami hal tersebut, malah menyuruhku untuk lebih banyak berdoa dansering mengasah kemampuan yang aku miliki ini. Kejadian semalam merupakan sebuah pengalaman yang baru untukku dan sejak malam itu seluruh indraku menjadi lebih sensitif. Akupun sering bermimpi kejadian-kejadian yang menurutku sangat aneh dan kejadian dari dalam mimpiku sering terjadi di kehidupan nyataku. Terkadang hal itu membuatku takut, namun terkadang juga membuatku lebih waspada dan berhati-hati. Tapi sering kali aku merasa beruntung dengan apa yang aku miliki.     

Siang itu aku pun ikut mama ke rumah Budhe Wati yang rumahnya berada di pinggiran kota. Saat telah tiba di rumah Budhe, saat itu aku tengah melamun sembari menunggu pintu gerbang dibuka tiba-tiba aku seperti melihat ada seekor kucing hitam yang tiba-tiba menyebrang di jalanan yang sedang padat kendaraan sehingga ia tertabrak truk tanpa muatan dan membuat kucing tersebut mati di tengah jalan. Melihat hal tersebut membuatku tersadar pada lamunanku dan seketika suasana di tengah jalan menjadi sangat ramai dan di waktu yang bersamaan, terdengar suara pintu gerbang Budhe terbuka. Saat aku melihat seorang pria yang membukakan pintu, aku merasa orang yang berdiri dihadapanku dengan badan yang besar, berkulit sawo matang, mata yang lebar, dan memiliki kumis yang tebal menghiasi wajahnya yang tegas serasa tak asing buatku. Entah dimana dan kapan aku melihatnya, tapi saat itu aku tak dapat memastikannya kapan aku pernah melihat orang ini dan siapa dia. Ehmm.. ini seperti de javu.. tapi aneh sekali, benar-benar seperti pernah bertemu sebelumnya. Tanpa sadar aku terus melihat pria tersebut hingga memasuki rumah Budhe Wati.     

"Donaaaa!! Sini!!". Teriak Budhe dari meja makan yang terdapat di bagian belakang rumahnya yang sangat besar.     

"Adduuuhhh makasi banget lho ya.. sudah repot-repot antar siang-siang pula..".     

"Oh.. nggak apa mbak.. kebetulan Dyandra ada di rumah, jadi sekalian aku ajak kesini.. Ini mbak kuenya yang aku janjikan kemarin..". Ucap mamaku sembari mengeluarkan beberapa toples kue dari kardus yang kami bawa.     

"Waahhh.. Dyandra juga sudah besar banget ya sekarang.. Eh, tahun depan sudah mau masuk SMA kan ya?"     

"Iya Budhe.. hehehe.. Budhe, kak Nilam kemana?"     

"Oh Nilam ada di atas, ada di kamarnya.. gih sana temuin kakakmu. Pasti senang anaknya kamu datang".     

"Oke Budhe.. Andra naik dulu ya..".     

Saat aku pergi menuju kamar kak Nilam ang terdapat di lantai 2, aku merasakan aura yang tak asing bagiku, entah itu 'mereka' berada di mana, namun aura 'mereka' tidak terlalu kuat untuk dapat mengganggu. Aku terus melangkah menaiki anak tangga yang melingkar di tengah-tengah bangunan yang sangat besar dan luas. Rumah Budhe memang sangat besar dan luas, sehingga rumah yang hanya dihuni 3 orang dan 2 orang assiten rumah tangga menjadi terasa sangat sepi sekali. Di saat aku sedang melihat-lihat ornamen dan lukisan yang terdapat di lantai 2, aku sangat tertarik dengan salah satu lukisan dimana lukisan tersebut dangan kental dengan tradisi Bali. Yap. Lukisan tersebut merupakan lukisan tarian barong Bali. Tapi entah kenapa aku merasakan ada kekuatan spiritual yang terkandung di dalam lukisan tersebut. Saat aku melihat detil lukisan itu, bulu kuduku seketika berdiri dan aku merasa merinding. Aku mengusap-usap pundakku yang merinding dan aku terkejut melihat mata lukisan barong menyala merah seakan-akan hidup dan beberapa mata para penari bergerak ke kiri dan ke kanan. Mengetahui hal tersebut aku langsung berlari dan menuju ke kamar kak Nilam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.