The Eyes are Opened

5 Bersaudara (Part 03)



5 Bersaudara (Part 03)

0Malam itu aku keluar rumah bersama dengan mama. Malam yang dingin dan sunyi tanpa ada satu orang pun yang keluar dari rumahnya. Ya terang saja jika memang sangat sepi, saat aku bersama mama keluar rumah pergi menuju rumah tante Nunuk, jam sudah menunjukkan pukul 20.15 WIB. Sudah banyak warga di perumahanku yang enggan untuk keluar rumah meskipun hanya untuk berbincang dengan warga lainnya. Hanya suara kentongan tukang bakso dan penjual tahu tek yang meramaikan malam yang sunyi ini. Kami pergi ke rumah tante Nunuk dengan berjalan kaki sembari menikmati dinginnya angin malam yang bertiup dengan sepoi-sepoi.     

"Dingin banget ya Ndra malam ini." Ucap mama sembari menutup mantelnya rapat-rapat.     

"Iya. Apa mau hujan ya? Tumben banget sedingin ini. Kaya lagi di puncak aja ya ma hawanya." Timpalku.     

"Iya sih.. Tapi tumben banget lhoo.. Ow ya, tadi kamu sudah ijin ke papa kan?"     

"Sudah kok. Papa cuman mengangguk aja sambil nonton bola."     

"Ow ya ma, apa mama pernah di ganggu makhluk halus?" Tanyaku penasaran.     

"Pernah sih, tapi sudah lama. Di rumahnya bu Tejo ini di lantai duanya ada hantu perempuan berambut panjang, pakai baju merah. Sering ganggu juga kata     

"Iya, pembantunya bu Tejo yang cerita. Makanya banyak pembantunya yang nggak pernah kerasan tinggal di sana karena ada pengganggunya." Jelas mama.     

"Ihhh serem juga ya rumah bu Tejo, apa lagi mereka tinggal hidup berdua aja, anak-anaknya kan sudah pada nikah semua ya ma? Rumah sebesar ini ya pasti lah ada aja yang nyangkut." Ucapku.     

"Eh, mama juga pernah lho di ganggu di gang ini. Waktu itu sudah maghrib, mama baru saja dari rumah Oma Yeni untuk antar titipan dari gereja. Nah, di pohon besar ini ada yang siul-siulin mama, mama cari-cari sumber suaranya nggak ketemu. Mama tolah toleh nggak ada orang sama sekali di jalanan. Saat mama menoleh ke atass... "     

"Ahhh.. sudah ma! Nggak usah di lanjutin lagi. Andra tahu kok siapa itu." Ucapku memutus cerita mama. Tepat di saat yang sama waktu mama sedang bercerita tadi aku melihat ada seorang perempuan menggunakan baju berwarna putih sedang duduk di dahan pohon mangga yang sangat besar. Dengan kaki yang terayun-ayun dan tak terlihat bagian tubuhnya hingga kepala membuatku bergidik merinding karena tahu jika sosok itu adalah si mbak kunkun. Aku menarik tangan mama sambil berjalan lebih cepat agar cepat sampai di rumah tante Nunuk yang tinggal lima rumah lagi jauhnya.     

Malam itu memang terasa sangat kuat hawa negative di sekelilingku dan sepanjang aku berjalan bersama mama aku merasakan banyak sekali sepasang mata yang mengawasi dan memperhatikanku entah dari mana. Semakin lama aku berjalan, semakin membuat bulu kuduku berdiri. AKu mengingat-ingat hari apa malam ini. Kenapa banyak sekali makhluk halus yang berani menampakkan diri pada manusia seperti malam ini. Aku mengambil ponselku dari kantong celanaku dan membuka kalender. Aku sempat kaget melihat kalender di layar ponselku, dan akhirnya aku mengetahui kenapa 'mereka' banyak yang keluar malam ini. Ternyata malam ini merupakan malam Jumat Kliwon, dimana kebanyakan orang jawa kuno mempercayai jika malam Jumat Kliwon merupakan waktu dimana para makhluk halus menampakkan diri mereka.     

"Ma, di sebelah mana rumah tante Nunuk?" Tanyaku sambil terus berjalan dan melihat ke kiri dan kekanan karena merasa rumah tante Nunuk masih jauh.     

"Itu di depan sana. Tinggal beberapa rumah lagi kok.."     

"Ohhh iya. Di kompleks sini lebih sepi dari pada komplek rumah kita ya ma? Apalagi banyak banget rumah kosongnya, gede-gede pula." Ucapku sambil melihat ke arah rumah kosong yang sangat angker, entah sudah berapa lama rumah itu tak di huni namun yang aku lihat sekolah aura beberapa rumah di komplek ini sangat suram meskipun ada yang berpenghuni. Banyak sekali pohon mangga yang sudah besar dan tua, tanaman pagar bambu kuning yang berjejer dan menjulang tinggi tertata rapi di depan beberapa pagar rumah di kompleks ini, dan ada pula yang memiliki pohon kamboja yang tumbuh subur dan berbunga lebat menghiasi beberapa pekarangan rumah di komplek ini.     

"Pantas di sini banyak makhluk halus yang muncul, lah habitatnya di sini bagus sekali sih! Nggak rumah, nggak tanaman, dan lingkungannya mendukung banget buat mereka menetap untuk tinggal." Gumamku sambil berjalan di sebelah mama.     

"Ndra, ini lho rumahnya tante Nunuk." Ucap mama sambil menunjuk ke arah sebuah rumah berwarna cat putih.     

"Kok jelek sih ma?" Ucapku menilai rumah tante Nunuk seakan rumah tak layak huni.     

"Ya namanya aja ngontrak Ndra.. ya mana mau orang ngontrak memperbaiki rumah sebesar ini.. Orang ngontrak itu terkadang nggak peduli luarnya rumah seperti apa.. Asal nggak bocor dan banjir dan yang terpenting dapat di tinggali dalam jangka waktu yang cukup lama." Jawab mama.     

"Yaa... tapi kan bisa lah bersihin halamannya, ngecat tembok rumahnya.. Kaya gini ya angker lah rumahnya.. Kaya rumah kosong nggak ada penghuninya kalau malam gini." Ucapku mengomentari rumah tante Nunuk.     

Rumah sederhana yang memiliki cat berwarna putih dan beberapa bagian tembok rumah telah mengelupas, disertai dengan halaman depan yang luas di tumbuhi semak belukar dimana-mana membuatku bergidik melihat ataupun tinggal di rumah seperti itu. Belum lagi pagar yang bercat putih dan biru muda yang sudah memiliki karat di beberapa bagiannya menambahkan rumah ini sudah tak layak di huni manusia. Entah apa pertimbangan tante Nunuk menyewa rumah yang sudah tua ini, jika memang harga sewanya lebih murah dari pada yang lainnya ya menurutku tentu saja. Rumah ini sudah sangat tua untuk di huni kembali. Paling tidak jika ingin di huni harus mengalami pembangunan ulang. Aku melihat sekeliling rumah tante Nunuk yang di tumbuhi beberapa pohon besar, yaitu pohon keres yang tumbuh subur dan lebat di halaman depan rumahnya. Dan terdapat beberapa pagar bambu kuning yang berjejer di dekat pilar pagar menghiasi serta menutupi kekurangan rumah ini. Namun ada satu hal yang sangat mengganjal dari rumah tante Nunuk, rumah ini memiliki aura negative yang sangat kuat. Suram dan angker. Enggan rasanya melangkahkan kaki ke dalam rumah ini. Seakan ingin pulang ke rumah dan tidur di kasur yang empuk dan hangat dari pada berurusan dengan makhluk-makhluk astral yang gentayangan tak tahu arahnya.     

Mama mencoba mengetuk pagar rumah tante Nunuk yang telah tertutup dan terkunci. Hingga tak lama kemudian terdengar suara pintu yang terbuka dan seorang pria muda keluar dari pintu tersebut. Pria itu terlihat muda dengan postur tubuhny ayang tinggi jangkung, alis yang tebal, dan kulit sawo matang. Ia menghampiri kami dan menyapa kami dengan ramah di sertai senyumannya yang manis.     

"Malam tante.. mau ketemu sama mama ya?" Tanya pria itu. Senyumannya sangat manis saat aku memperhatikannya dan membuat menarik hatiku. Namun aku masih belum ada pikiran benar-benar menyukainya karena aku baru saja melihatnya malam itu. Tak kusangka jika anak-anak dari tante Nunuk sangat cantik dan tampan-tampan semua.     

"Oh iya. Mamamu ada? Ini kamu anaknya mbak Nunuk yang ke berapa ya?" Tanya mama sambil melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah tante Nunuk.     

"Saya Leo tante, anaknya yang pertama." Jelasnya sambil membukakan pintu rumahnya dan mempersilahkan kami masuk ke dalam rumahnya.     

Aku mengikuti mama dari belakang sembari melihat-lihat sekeliling rumah kontrakan tante Nunuk. Tak banyak perabotan rumah tangga yang terisi di dalam rumah, hanya satu meja makan dan disebelahnya meja kecil untuk dapur, dan terdapat beberapa kursi plastik yang tak banyak jumlahnya mengisi rumah itu. Tak ada kursi tamu maupun meja tamu di rumah itu, hanya sebuah karpet usang yang terbentang di tengah-tengah ruang keluarga. Suara riuh anak tante Nunuk yang paling kecil meramaikan seisi rumah dan membuat rumah menjadi hidup. Tak lama kami berdiri di depan daun pintu rumah, tante Nunuk mendatangi kami dengan menggunakan daster batik berwarna coklat dari dalam dapur, sambil membawa beberapa piring yang berisi penuh makanan menyambut kami sambil menaruhnya di meja makan yang terletak tak jauh dari kami berdiri. Di iringi anak perempuannya yang lain keluar dari dapur dengan membawa bakul berisi nasi yang sedang mengepul karena baru selesai masak.     

'Ehhh.. ce Dona! Maaf ce tadi nggak bisa bukain pintu, lagi masak soalnya.. anak-anak belum pada makan.. Hehehehe.. maaf ya ce.." Ucapnya sambil berjalan mendekati kami.     

"Hahahaha.. nggak apa mbak. Saya juga kesini yang jadi ngeganggu kalian makan malam. Ow ya ini saya tadi kesini mau incipin ke mbak Nunuk kerupuk khas Bangka mbak." Ucap mama sambil memberikan kantong plastik yang berisi kerupuk ke tante Nunuk.     

"Aduuuhh.. kok malah repot-repot sih ce..". Ucap tante Nunuk malu-malu sambil menerima kantung plastik yang di berikan mama.     

"Siiinn.. ini ada kerupuk dari tante Dona, tolong masukin ke toples dulu ya nak.. Ow ya sini sekalian sama Doni kenalan sama tante Dona dan anaknya." Ujar tante Nunuk sambil memanggil anaknya yang ketiga dan keempat.     

Disaat aku berkenalan dengan anak dari tante Nunuk yang ketiga bernama Sinta, aku dapat mengetahui jika Sinta sering kali ia di rasuki oleh makhluk halus. Seperti di dalam raganya ada lubang yang besar dan kosong dan tubuhnya menjadi sangat rentan sekali dengan hal-hal tersebut. Berbeda lagi dengan adiknya yang keempat bernama Doni. Anak laki-laki yang baru duduk di bangku SMP ini memiliki jiwa yang sangat kuat, dan aura yang ia miliki juga terdapat warna putih di sekitar kepalanya.     

"Sangat kontras sekali keluarga ini, sampai-sampai dari yang memiliki kelebihan special hingga yang berkebutuhan khusus ada dalam satu keluarga yang sederhana ini." Gumamku dalam hati.     

Ketika mama sedang asik berbincang dengan tante Nunuk, tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka.     

[Krrriieett]     

Terlihat sosok pria yang lebih tua dan semuruan dengan tante Nunuk memasuki rumah. Dengan menggunakan jaket biru dongker yang sudah usang, dan celana kain panjang berwarna hitam yang mulai pudar warna hitamnya, serta sepatu pantoefel tua.     

"Ah, kamu sudah pulang? Apa hari ini berjalan lancar kerjaanmu?" Ucap tante Nunuk pada pria tersebut.     

"Iya, aku sudah selesai kerja lebih cepat hari ini, karena minggu depan sudah mulai hari raya Idul Fitri jadi seluruh kegiatan produksi dibatasi dari jumlah yang biasanya. Ow ya, ini siapa ma?" Jelas pria tersebut sambil menunjuk ke arah mama.     

"Oh iya, ini kenalkan teman gereja ku, namanya Dona. Ce Dona ini tinggal di kompleks perumahan ini di blok sebelah dan ini anaknya Dyandra. Ternyata sepantaran dengan Sinta. Dan ini suami saya ce, namanya Robi. Dia kerja di prabrik makanan di jalan Demak itu lho ce. Bagian gudang produksi. Biasanya selalu dapat shift malam atau nggak menggantikkan anak buahnya di shift malam dan sering pulangnya pagi. Makanya saya tadi tanya tumben sudah pulang am segini. Hehehe.. Maklum ce, suami saya sangat jarang sekali bisa main sama anak-anaknya." Terang tante Nunuk.     

Setelah mendengar penjelasan dari tante Nunuk, om Robi segera memasuki kamar yang berada di di depan ruangan tamu dan tak lama ia keluar sambil membawa handuk yang di kalungkan di pundaknya sambil melangkah ke kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Saat itu rumah tante Nunuk masih ramai dengan suara kelima anak-anaknya yang bermain bersama sambil menyantap makan malam mereka. Namun tiba-tiba...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.