The Eyes are Opened

Holiday : "Rumah Belanda" (Part 04)



Holiday : "Rumah Belanda" (Part 04)

0Hari Rabu, pkl. 06.45 WIB     

"Hiyaaaaa... [Byuuurrr!!!]"     

"Aaaahhh.. ceceeee...!!"     

"Hahahahahahaha..."     

"Aaahhh.. segarnyaaa.. Airnya juga hangat sekaliii.. Aku kira bakal dingin banget. Apalagi cuacanya di sini sangat dingin." Ucapku saat menepi ke pinggir kolam.     

Ketiga sepupuku sangat senang dan menikmati berenang bersama mama papanya. Akupun langsung melanjutkan berenang kembali ke kolam yang lebih dalam beberapa kali putaran.     

Saat itu suasana di kolam renang luamayn ramai dengan pengunjung yang lain. Beberapa orang yang membawa anaknya lebih banyak bermain di bagian kolam anak, dan sebagian lainnya berenang di kolam yang lebih dalam. Ada juga orang-orang yang hanya bersantai dipinggiran kolam sambil menikmati pemandangan pagi hari. Akupun terus berenang hingga tiga kali putaran, dan ketika aku hendak menepi untuk beristirahat, di tengah-tengah kolam aku melihat ada seorang perempuan yang sedang berenang mengenakan gaun putih panjang, seperti baju tidur berenang ke arahku. Wajahnya tertutup dengan rambut pirangnya yang panjang sehingga aku tak dapat melihatnya dengan jelas. Perempuan itu semakin dekat dan semakin dekat. Akupun langsung berpindah haluan dan langsung mengangkat kepalaku dari air. Namun yang membuatku semakin heran, saat aku melihat dari luar air, sosok perempuan itu tak terlihat sama sekali.     

"Hah? Perasaan tadi ada orang deh di depan sana, masih pakai baju pula. Harusnya kan kelihatan kalau dari atas air gini? Tapi kok ini nggak kelihatan sama sekali ya? Kolam ini juga nggak dalam banget kok. Cuman dua meteran." Ucapku lirih sambil melihat ke kanan dan ke kiri.     

Rasa penasaran yang timbul semakin besar, namun aku juga tak ingin memperdulikan hal seperti itu, apalagi orang yang nggak aku kenal. Akhirnya aku melanjutkan renangku kembali hingga ke tepian tangga kolam renang. Ketika aku sudah hampir dekat dengan tepian kolam, tiba-tiba aku merasa ada orang yang menarik kaki kiriku ke belakang sehingga aku tak dapat berenang maju. Aku langsung panik di dalam kolam renang dan menikukkan badanku untuk melihat ke belakang. Saat aku melihat ke belakang, aku tak melihat siapapun atau aku tak melihat ada orang yang menarik pergelangan kaki kiriku. Aku berusaha dengan kekuatanku untuk terus maju menuju ke tepian anak tangga kolam renang lalu langsung naik dan duduk di atas tepian kolam renang sambil mengurut pergelangan kakiku yang terasa sangat nyeri saat di gerakkan.     

"Kenapa Ndra?" Tanya Om Andre yang menghampiriku saat melihatku mengurut kaki di atas tepian kolam.     

"Kaki Andra kram om." Jawabku.     

"Lurusin kakinya. Jangan di tekuk gitu! Nanti malah kram!" Ujar om Andre yang langsung mengambil alih sambil mengurut kakiku yang sakit.     

"Kamu tadi kan sudah pemanasan, kok masih kram sih kakimu? Apa kamu tadi nggak pemanasan dengan benar ya?"     

"Nggak kok om. Aku pemanasan dengan benar tadi.."     

"Ya kalau sudah dengan benar, harusnya nggak sampai kram kaya gini... Lihat nih sampai biru gitu pergelangan kakimu. Apa kamu tadi abis jatuh ta?" Tanya om Andre dengan ekpresi yang keheranan.     

"Nggak tuh om. Andra nggak ada jatuh sama sekali di daerah kolam renang."     

"Ya sudah kamu duduk aja di bangku sana. Terus lurusin dulu kakinya. Jangan di tekuk! Bisakan jalan pelan-pelan?"     

"He'em." Jawabku sambil menganggukkan kepala.     

"Kenapa ko?" Tanya tante Intan saat menghampiri om Andre.     

"Itu kaki Andra kram sampai memar. Kamu bawa balsem nggak buat memar?"     

"Oh ada. Tapi di kamar."     

"Ya sudah kamu bantu obati Andra ya Nik, aku akan jagain anak-anak yang masih mau berenang." Ucap Om Andre yang langsung kembali ke dalam kolam renang.     

"Ya." Jawab tante Intan yang langsung menghampiriku.     

"Ndraaa.. kamu nggak apa kakinya? Masih sakit?"     

"Ini sudah enakan te, setelah di pijat sama om Andre."     

"Oke. Kamu duduk aja di sini ya.. Tante ambilin teh hangat buat kamu." Ucap tante Intan sambil lalu berjalan menuju ke cafetaria.     

Ketika aku sedang asik memperhatikan pemandangan gunung dari tempat dudukku dan memperhatikan adik sepupuku dari kejauhan, tiba-tiba aku melihat sosok perempuan itu mengeluarkan kepalanya dari dalam kolam renang. Aku sempat terkejut melihat sosok perempuan itu yang terus memperhatikanku dari dalam kolam renang. Apalagi perempuan itu hanya memperlihatkan kepalanya hingga sampai matanya saja.     

"Kok perempuan itu ada di sana? Perasaan tadi nggak ada orang deh." Gumamku.     

"Tapi perempuan itu lihat ke siapa ya? Ngelihatnya kok gitu banget? Aneh. Jadi merinding deh."     

"Hayo! Lagi ngapain kok malah ngelamun! Pagi-pagi sudah ngelamun nih anak!"     

"Nggak.. Andra nggak melamun kok tan... Andra tadi lihat ada perempuan di situ." Ucapku sambil menunjuk ke arah tengah-tengah kolam renang.     

"Hah? Mana? Itu ibu-ibu itu yang pakai baju renang merah muda itu?"     

"Hah? Bukan... Itu lho cewek yang kelihatan cuman kepalanya di tengah-tengah kolaaammm... Yang rambutnya pirang itu lho taann.. masa nggak ngelihat sih?"     

"Mana sih Ndra? Kok tante nggak ngelihat apa yang kamu maksud sih! Kamu nggak lagi ngigau kan?"     

"Ya nggak lah te.. Mana ada ngigau pagi-pagi ituuu... Itu lhoooo orangnya masih di tengah-tee... Lho? Kok nggak ada?" Ujarku sambil langsung berdiri melihat ke arah kolam renang.     

"Tuh kan. Emang nggak adaaa... kamu ini kecape'an mungkin sampai ngomong sembarangan... Udah nih minum dulu, lalu kita langsung balik ke kamar ya." Ujar tante Intan sambil memberikan segelas teh hangat padaku.     

Akupun langsung meminumnya dan menuruti apa yang di katakan tante Intan sambil mataku melihat ke kanan dan ke kiri seperti orang yang sedang takut akan sesuatu. Aku dengan cepat mengenakan handuk kimonoku dan mengambil kaca mata renang yang ada sampingku, lalu aku berjalan mengikui tante dari belakang sambil tertatih-tatih. Perasaanku menjadi tak nyaman, seperti ada orang yang memperhatikanku dari belakang. Akupun menoleh ke belakan untuk memastikannya. Dan benar saja, sosok perempuan itu masih saja melihatiku dengan tatapan yang tajam serta dingin dari dalam air. Akupun berjalan lebih cepat mengejar tante Intan yang telah mendahuluiku di depan.     

"Teeee...tungguuu..." Teriakku sambil berusaha untuk berjalan lebih cepat.     

"Iya.. Ayooo..." Jawab tante Intan yang berdiri di depan pintu lorong.     

Sambil menahan rasa sakit yang ada di pergelangan kakiku, aku terus berjalan hingga tiba di depan anak tangga menuju ke kamar.     

"Ayo Ndra.. pelan-pelan aja jalannya.. Kan kakimu sakit.. Kokjalanmu cepat banget to?"     

"Iya te.. nggak apa.. biar cepat sampai di kamar dan cepat di obati." Tukasku.     

"Adduuuhh..ngapain cepat-cepat juga.. Nanti kakimu malah bengkak kalau jalanmu kaya gini. Sini pegangan tante." Ujarnya sambil mengulurkan tangan kanannya.     

Langkah demi langkah aku perhatikan setiap kakiku berpijak pada anak tangga agar tak terkilir. Hingga tepat aku berdiri di tengah-tengah anak tangga, kurang 10 anak tangga lagi aku tiba di lantai dua, kakiku seketika tak dapat di gerakkan. Seakan kram lagi, namun aku nggak merasakan sakit kram pada kakiku.     

"Ayo Ndra. Kok kamu malah diam aja sih?"     

"Ini kakiku nggak bisa di gerakin te. Kaku."     

"Hah?! Kok bisa sih? Adduuhhh tante gak bawa ponsel lagi. Kamu beneran nggak bisa angkat kakimu sama sekali? Masa iya kram lagi?"     

"He'e." Jawabku sambil menahan rasa panas yang tiba-tiba aku rasakan di pergelangan kakiku.     

"Ayo sini tante bopong." Ujar tante Intan yang langsung merangkulkan tangan kiriku ke pundaknya.     

Perlahan namun pasti aku dibopong oleh tante Intan, semakin lama bukannya aku semakin dapat berjalan, melainkan tubuhku terasa semakin berat. Seperti ada orang yang menarikku ke bawah, tante Intanpun kesusahan saat membopongku ke atas, padahal sudah tinggal tiga langkah lagi kami tiba di lantai dua.     

"Ndra! Kamu kok tambah berat? Jangan gantung dong kakinya!" Ujar tante Intan yang bersusah payah mengangkatku naik ke atas.     

"Maaf te.. Ini kakiku kerasa kram lagi dan kaku." Jawabku menutupi apa yang aku rasakan saat itu.     

Entah kenapa saat itu aku merasa seperti ada orang yang memegang pergelangan kaki kiriku, dan membuatku kesulitan saat menggerakkannya. Aku terus merusaha menarik kakiku untuk naik ke atas, namun sangat berat dan bahkan aku hampir ketarik dan membuatku hilang keseimbangan sampai terjatuh beberapa anak tangga.     

"Aaaahhh!!!" Teriakku dan teriak tante Intan bersamaan hingga membuat beberapa tamu penginapan dan staff penginapan terkejut mendengarnya dan beberapa orang dengan cepat langsung menghampiri kami.     

"Bu, kenapa bu?" Ujar seorang pria tua yang berdiri di belakangku.     

"Keponakan saya terpeleset pak." Jawab tante Intan.     

Dengan cepat orang-orang yang berkumpul di dekat kami langsung membantuku. Seorang pria dengan tubuh yang tinggi dan kekar langsung menggendongku dan membawaku ke kamar di temani tante Intan yang terlihat sangat khawatir dan sedikit pucat.     

Sekujur tubuhku terasa sangat lemas hingga sangat berat untuk menggerakkan jari saja tak memiliki energi. Aku terus di gendong hingga aku di baringkan di kamar, beberapa orang masih berkerumun di depan kamarku untuk menyaksikan apa yang terjadi padaku. Salah satu staff penginapanpun dengan cepat memberikanku teh hangat yang baru saja dibuatnya, agar tubuhku terasa hangat dan energiku kembali lagi. Namun saat aku meminum teh yang baru saja di berikan, aku langsung memuntahkan semua teh dan makanan yang aku minum hari ini. Tante Intan yang duduk di sandingku langsung terkejut dan dengan cepat mencari kain ataupun handuk untuk membersihkan bekas muntahanku. Staff penginapan yang masih di dalam kamarku saat itu pun langsung berlari ke kamar mandi untuk mengambil handuk yang ada di sana dan dengan cepat pula memberikannya ke tante Intan. Sebagian orang langsung mengambilkan air hangat untuk membersihkan tubuhku yang terkena muntahan. Aku merasa semakin lemas seakan energiku tersedot keluar. Seorang ibu-ibu tua yang mengenakan pakaian kebaya sederhana menghampiriku dengan perlahan. Aku menatapnya sekilas sebelum kesadaranku hilang, ibu itu berjalan menghampiriku dengan tatapan yang dingin, dan di belakangnya di ikuti oleh sosok perempuan yang terus aku lihat di dekat kolam renang. Ibu itu membawa sebuah gelas yang terbuat dari tembikar dan memberikannya kepadaku. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, ibu itu hanya menyodorkan tangannya yang sudah renta kepadaku. Tetapi yang membuatku menjadi sangat aneh, kehadiran ibu itu tak di sadari dengan salah satu orang yang ada di kamarku. Merek terlihat sangat sibuk untuk membersihkan bekas muntahanku dan sebagian orang yang lain sibuk membaluriku dengan minyak angin dan memijatku. Lama aku menatap sekelilingku dan melihat ibu itu sebelum aku menerima minuman yang ia berikan kepadaku.     

"Minumlah... Nanti kau akan sehat kembali." Ucap ibu itu dengan suara yang sangat lembut dan senyuman yang sangat manis tersirat di wajahnya. Perasaan aneh dan dingin saat pertama kali melihat ibu itu, namun saat beliau tersenyum seakan ada aura positif yang beliau bawa hingga membuatku terasa lebih baik dari pada sebelumnya, bukan hanya itu saja, sosok perempuan bule yang aku lihat juga sudah tak terlihat lagi di belakan ibu itu. Aku menerima air yang diberikan beliau tanpa mengetahui apa isi dari air tersebut. Seperti di hipnotis, aku langsung meneguk semua air yang ada di dalam gelas tembikar tersebut hingga habis. Terasa pahit dan aneh saat aku meneguk semuanya, namun dalam seketika itu pula aku sekujur tubuku terasa lebih tenang dan nyaman serta lebih rileks. Sakit pada pergelangan kakiku juga perlahan menghilang, dan di saat-saat itu aku terlelap hingga tak sadarkan diri beberapa jam setelah itu.     

"Maaaa... Lihat ini deh.." Ujar Karin pada maminya yang sedang menjahit baju seragam milik adiknya.     

"Kenapa?"     

"Ini lho ma Dyandra lagi jalan-jalan sama tante omnya ke puncak.." Jawab Karin sambil terus memandangi foto yang ada di ponselnya.     

"Hmmm.. ya terus kenapa? Kamu juga mau pergi ke puncak?"     

"Iya."     

"Ya sudah yuk besok kita jalan-jalan ke puncak." Ujar tante Hetty sambil tersenyum ke arah anaknya yang tengah duduk di sofa depan televisi.     

"Kenapa Rin? Kok masih manyun gitu? Nggak senang mami ajak kamu ke puncak? Tapi kita nggak bisa menginap nggak apa ya?"     

"Uhmmm.. nggak apa kok."     

"Terus kalau nggak ada apa-apa, kenapa mukanya anak mami yang cantik satu ini di tekuk terus kaya gini siiihh... Sini cerita sama mami kalau kamu ada ueng-uneg.." Ucap Tante Hetty yang menghampiri Karin dan duduk di sebelahnya.     

"Uhmmm... Aku cuman iri sama Dyandra mi.. Kelihatannya Dyandra enak banget gitu.. Bisa liburan di ajak dari keluarga papanya.. Hampir tiap tahun kalau liburan sekolah juga selalu ke rumah emaknya.. Lah Aku? Sudah papi di ambil wanita lain, keluarga papi juga nggak ada yang peduli sama keluarga kita. Apalagi emak kalau sama aku nggak di anggap sama sekali. Aku juga pengen kaya Dyandra mi..."     

"Hmmm... Ya mami ngerti Rin... tapi kamu juga harus mengerti kondisimu.. Kamupun saat ini juga sudah enak lho! Meskipun papimu sudah meninggalkan kita, tapi mami percaya suatu hari nanti semua kutuk yang di buat wanita itu akan berbalik kepadanya dan papimu akan kembali ke keluarga kita. Lagian keluarga papimu juga masih menghidupi dan mencukupi semua kebutuhanmu. Kamu mau apa aja mereka masih mau membelikannya."     

"Iya aku tahu mii.. tapi aku juga pengen bisa liburan bareng sama keluarganya emak. Di ajak jalan-jalan pas liburan kaya gini aja nggak. Padahal mereka semua lho berkecukupan. Kalau liburan selalu pergi ke rumahnya mak Lim! Tahun lalu aja Dyandra di ajak emaknya liburan ke Bali. Aku liburan ke sana aja cuman dulu waktu masih kecil! "     

"Ya kalau gitu kamu belajar di sekolah yang sungguh-ssungguh, kamu harus lebih aktif selama di sekolah, nanti kamu bisa dapat beasiswa dari sekolah buat nanti kamu kuliah. Mami percaya suatu hari nanti kamu bisa pergi kemanapun kamu mau dan kamu akan berhasil mencapai semua mimpi-mimpimu. Oke? Kalau gitu besok mau nggak pergi sama mami ke puncak meskipun cuman jalan-jalan biasa lalu kita pulang sorenya.."     

"Iya mi.. mau.." Jawab Karin dengan senyum kecil yang nampak di wajahnya.     

Tante Hetty langsung memberikan pelukan kepada Karin agar ia tak merasa sedih dengan kondisinya yang sekarang, namun siapa sangka jika rasa iri itu akan bertambah semakin besar dan Karin menjadikanku sebagai saingannya, bukan lagi sahabatnya.     

Di sisi lain...     

Pkl. 13.20 WIB.     

Selama tiga jam setelah kejadian pagi itu, aku tertidur sangat pulas. Aku terbangun dan melihat aku masih di dalam kamar yang sama dan aku mencium aroma minyak angin yang sangat kuat di dekat hidung dan dadaku yang terasa panas di kulit. Entah kenapa saat itu aku tak banyak mengingat apa yang telah terjadi padaku, aku hanya mengingat kakiku kram saat berenang, namun setelah itu aku tak mengingat apapun. Aku membuka selimutku dan melihat kakiku di perban bagian pergelangan kaki. Ketika aku mau turun dari tempat tidur hendak ke toilet, rasa nyeri yang tajam terasa di pergelangan kakiku dan dengan seketika aku berteriak dengan kencang hingga membuat Om Andre dan tante Intan berlari menghampiriku.     

"Ndra! Duuuhh.. kamu itu kalau sudah bangun panggil tante dong harusnya! Kamu itu masih belum bisa jalan!" Ujar tante Intan yang langsung dengan cepat mengangkat tubuhku dan membawanya ke atas tempat tidur kembali.     

"Andra mau ke toilet te.." Ucapku sambil merintih kesakitan menahan rasa sakit pada pergelangan kakiku.     

"Yayaya ayo tante sama Om papah kamu ke toilet."     

Setelah aku selesai dari toilet, tante dan Om Andre langsung memapahku kembali ke tempat tidur dan nggak mengijinkanku untuk turun dari tempat tidur beberapa saat. Namun aku waktu itu sangat penasaran dengan perban yang ada di pergelangan kakiku. Jika aku hanya kram saja namun kenapa pergelangan kakiku terasa sangat sakit dan sampai harus di perban? Akupun memberanikan diri bertanya ke tante setelah Om Andre keluar kamar.     

"Te.."     

"Hmmm..."     

"Ini pergelangan kakiku kenapa kok di perban??"     

"Iya tante juga nggak paham sih.. Tadi pergelangan kakimu sempat bengkak, lalu sama pemilik penginapan di kasih obat-obatan tradisional buat mengurangi bengkaknya dan rasa nyeri. Makanya kamu nggak tante bolehin jalan kaki sendiri dulu, soalnya obatnya baru di tempel ke kakimu dua jam yang lalu saat kamu tidur. Nanti sore yang punya penginapan katanya sih mau ke sini lagi buat ganti perban obatnya sama ngelihat kondisi kakimu. Udah kamu jangan banyak gerak dulu aja deh... Tante sama Om dan anak-anak mau ke cafetaria dulu ya.. Anak-anak sudah pada lapar ini.. Ini tante sudah belikan kamu nasi bungkus, kamu makan dulu kalau lapar." Terang tante Intan sambil berjalan menuju ke pintu connecting door, lalu meninggalkan ku sendirian di kamar.     

Aku melirik ke meja nakass sebelah kiri tempat tidurku dan terlihat ada nasi bungkus dan sebotol air mineral yang sudah di sediakan tante buat ku makan. Akupun dengan perlahan dan hati-hati mengambil nasi itu dan langsung melahapnya hingga habis.     

"Waahhh.. kenyang banget rasanya.. nggak nyangka aja aku dari pagi belum makan sama sekali setelah berenang itu sampai siang ini. Kalau kaya gini sih.. nanti malam bisa-bisa nggak pengen makan lagi.. sudah kekenyangan kaya gini.." Gumamku.     

Selang beberapa menit setelah makan siang, aku mencium aroma obat-obatan yang sangat menyengat hingga tercium satu kamar, lalu aku mencoba mencium perban yang ada di kakiku, namun bau busuk yang kucium hingga aku tak dapat menahan bau itu.     

"Woeekk!! Iiihh.. kok bisa bau busuk banget sih! Paddahal kamarnya kecium bau herbal. Wooeekk!! Duuuhh mana nggak bisa kemana-mana lagi." Ujarku sambil mengambil botol minum di sebelah.     

[Tok!Tok!Tok!]     

Terdengar suara ketukan dari balik pintu kamarku. Akupun terkejut mendengar hal tersebut, namun karena kau tak dapat membuka pintu kamar sendiri, aku hanya bisa berteriak menjawab ketukan tersebut.     

"SIAPA??"     

"Permisi bu.. ini dari layanan kamar." Jawab suara dari balik pintu itu yang terdengar suara laki-laki.     

"SAYA NGGAK PESAN LAYANAN KAMAR!!! KAKI SAYA LAGI SAKIT JADI NGGA BISA BUKAKAN PINTUNYA!!" Teriakku sekencang-kencangnya berharap staff penginapan tersebut dapat mendengar suaraku.     

"Baik bu.. Terima kasih.. Maaf mengganggu waktunya.." Ucapnya yang terdengar sangat jelas dari balik pintu lalu meninggalkan depan kamarku.     

"Kok aneh sih? Ada layanan kamar siang-siang gini. Padahal aku nggak pesan apapun. Lagian tante juga nggak bilang kalau nanti ada layanan kamar datang." Gumamku sambil menikmati acara televisi.     

Tak berapa lama, terdengar suara ketukan pintu lagi di depan kamarku dan aku pun dengan sepontan berteriak menjawab ketokan pintu itu.     

"MAAF SAYA NGGAK MEMANGGIL LAYANAN KAMAR!! KAKI SAYA SAKIT DAN NGGAK BISA BERJALAN!!" Teriakku.     

"Permisi bu..." Terdengar suara perempuan dari balik pintu.     

"Lho suaranya kok bukan seperti yang tadi? Apa ini beda orang ya?" Gumamku.     

"Yaaaa..." Jawabku.     

"Ini saya Jeannette dari manager penginapan bersama dengan Ibu Alida ingin melihat kondisi kaki Bu Dyandra." Terangnya.     

"Ohhh.. iya.. Tapi saya nggak bisa membukakan pintu kamar, sedangkan tante dan om saya sedang keluar."     

"Ohhh.. begitu.. baiikk bu.. Kalau gitu apa boleh saya yang membukanya sendiri dengan kunci cadangan?"     

"Iya, silahkan." Jawabku dengan gugup.     

[Ceklek! Ceklek!]     

Terdengar suara kunci pintu yang terbuka, lalu suara kaki melangkah mulai terdengar memasuki kamarku.     

"Selamat siang Bu Dyandra.." Ucap dengan lembut suara yang sama yang kudengar dari balik pintu tadi. Terlihat di hadapanku seorang wanita muda dengan tingggi kurang lebih 160-an, menggunakan pakaian blazer biru langit dan blouse putih di dalamnya serta celana kain panjang yang senada dengan blazer yang ia kenakan berdiri tepat di sisi kanan tempat tidurku.     

"Siang Bu.." Jawabku yang masih gugup dan terkagum akan paras cantik manager penginapan itu.     

"Permisi Bu, ini di sebelah saya ada Oma Alida pemilik dari penginapan Haven ini ingin memeriksa kondisi kaki Bu Dyandra." Ucap manager sambil menunjukkan ke dua tangannya ke arah seorang wanita tua yang berdiri di belakangnya. Dan saat melihat wanita tua itu, seketika aku teringat kejadian sebelum aku tertidur pulas telah bertemu dengan wanita tua itu. Dan wanita itu pula yang telah memberikanku minuman dari dalam gelas tembikar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.