The Eyes are Opened

Petaka Tour ke Jogja(Part 05)



Petaka Tour ke Jogja(Part 05)

1Malam semakin larut, udara dingin pun menerpa kami sehingga kami mulai merasa kedinginan. Aku sesekali melihat arah jarum jam pada arloji yang mengikat di pergelangan tangan kiriku. Saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Beberapa pesan dari panitia maupun dosen masuk ke dalam group chat untuk memperingatkan kami yang masih di luar untuk tidak pulang ke hotel terlalu larut malam. Akupun dengan cepat mengajak teman-temanku kembali ke hotel saat itu juga di tambah semakin malam, semakin banyak arwah-arwah gentayangan yang berlalu lalang di depanku. Aku berusaha sedemikian rupa agar 'mereka' tidak menganggapku. Apalagi aku memiliki energi yang sensitif terhadap 'mereka' jika 'mereka' mendekatiku.     

"Eh, ayo balik yuk. Sudah malam nih. Tuh becak-becak juga sudah mulai tinggal sedikit. Nanti kalau kita kemalaman malah nggak bisa pulang lagi gara-gara nggak ada becak lagi buat balik ke hotel." Ucapku pada ketiga temanku yang masih asik mengobrol dan menghabiskan jagung bakarnya.     

"Oh iya. Sudah jam sebelas malam ini Mel! Yok lah pulang." Ucap Nadia yang dengan cepat menghabiskan jagung bakarnya dan teh hangat yang sudah menjadi dingin.     

"Iya nih Mel... Aku juga sudah mulai ngantuk lhooo..." Pungkas Cherryl yang sudah menghabiskan jagung dan tehnya bersamaan denganku.     

"Iya-iya... Bentar kalau gitu. Aku habisin dulu ini. Punyaku masih banyak tahu! Kalian ini kelaparan atau gimana sih? Kok cepat banget abisnya." Ujar Mella sambil mengomel di setiap suapan jagung yang masuk ke dalam mulutnya yang terbuka lebar saat itu.     

"Heh! Bukan kami yang kecepetan makan jagungnya tahu! Lu nya aja yang nggak di makan dari tadi! Makanya sampe sekarang masih banyak! Lu kekenyangan kan? Iya kan? Makanya nggak lu makan dari tadi!" Tukas Nadia yang terlihat gemas dengan sikap Mella jika sudah kenyang selalu nggak bisa berhenti untuk makan.     

Mella pun hanya tersenyum malu setelah mendengar sindiran Nadia yang selalu frontal di depannya. Sampai-sampai Mella mulai perlahan menyodorkan jagung bakarnya ke Nadia untuk membantu menghabiskannya. Namun saat itu juga Nadia langsung menolak tawaran Mella tersebut.     

"Apa nih?! Lu mau aku yang habisin?! Kagak Mell! Makan tuh jagung lu! Habisin! Jangan dikit-dikit selalu lu kasih ke gue laahh... Kebiasaan deh lu itu! Kalau sudah kenyang ya sudah. Jangan sok kuat tuh perut! Sekarang aja lu paksa-paksa gue buat ngabisin!" Ucap Nadia dengan kesal.     

"Ayolaahhh... Naaddd... Bantuin napaa... Separoh dehh.. yaaa..." Ucap Mella merayu.     

"Haaammmmpphhh....." Nadia menarik nafas panjang sambil terus mengomel pelan dan langsung meraih piring Mella yang masih terlihat utuh di depannya. Tanpa basa basi ia hampir menghabiskan jagung bakar milik Mella yang sudah dingin tersebut.     

Mella tampak senang melihat sahabatnya masih mau membantunya untuk hal sepele seperti ini dan melihat piring jagungnya yang sudah tinggal beberapa sendok, Mella langsung mengambilnya dari Nadia dan ikut serta menghabiskan sisa jagung bakarnya dengan mulut yang sangat penuh dan terburu-buru.     

"Woi! Jangan kaya gitu makannya! Nanti perutmu bisa sakit kalau makanjagung bakar terlalu cepat!" Ucap Cherryl yang duduk di sebelah kiri Mella.     

Mendengar hal tersebut, Mella langsung berhenti mengunyah dan langsung menyambar gelas tehnya yang sudah dingin itu. Ia meneguk teh tersebut hingga hampir setengah gelas, dan berusaha menghabiskan sisa jagung bakar yang masih ada di dalam mulutnya. Sembari menunggu Mella menghabiskan jagung bakarnya, aku langsung beranjak dari tempat dudukku dan mencari tukang becak yang masih mau mengantarkan kami kembali ke hotel. Satu demi satu tkang becak yang sedang mangkal disana aku tanyai, dan hampir kebanyakan mereka sudah tak mau ngantarkan kami karena hari sudah larut bagi mereka. Hingga akhirnya tinggal satu becak yang terbilang lebih besar dari pada becak yang lain mau menerima tawaran dariku.     

"Paakk.. permisi, bisa nggak antarkan saya dan teman-teman saya ke hotel Kedaton Jogjakarta?"     

"Hmm... berapa orang?"     

"Emapt orang pak. Itu teman-teman saya duduk di sana." Ucapku sambil menunjuk ketiga temanku yang masih menungguku mendapatkan tukang becak.     

"Ya sudah deh. Ayo cepat. Tapi duduknya kalian maju mundur ya. Nanti ini bangkunya saya majukan sedikit biar bisa duduk." Jawab bapak tersebut dengan dingin.     

Mendengar hal itu, akupun tersenyum kecil dan langsung berlari ke arah mereka. Mengajak mereka untuk langsung menghampiri tungak becak yang mengenakan topi caping besar dengan kaos biru di seberang jalan.     

"Eh, aku sama Mella duduknya di depan, Andra sama Cherryl duduk di belakang ya!" Tukas Nadia.     

"Wah nggak cukup Nad. Gimana kamu sama Cherryl aja yang duduk di belakang, nanti Andra sama aku kalian pangku? Aku sama Andra kan kecil." Pungkas Mella.     

"Ah nggak mau! Pantatmu itu tajam Mell... udah gitu aja sesuai apa yang aku bilang. Ayo cepetan Ndra kamu naik duluan sana!"     

Akhirnya kami berempat naik kedalam becak yang cukup lebar dari pada becak-becak yang membawa kami sebelumnya menuju ke hotel yang kami tempati. Melewati jalan raya yang sudah mulai sepi. Hanya beberapa kendaraan bermotor yang berlalu lalang. Tukang becak yang membawa kami pun mengayuh dengan sekuat tenaga, terlihat dari ekspresinya saat membawa kami menuju ke hotel dan hembusan nafasnya yang sampai terdengar olehku. Sepanjang perjalanan aku hanya melihat ke arah kanan. Melihat toko-toko yang sudah tertutup rapat dan terlihat beberapa pedagang angkringan yang masih menerima pelanggan di tengah malam saat itu. Semakin malam, angkringan pinggir jalan dekat jalan Malioboro semakin ramai. Aku tak begitu memperhatikan suasana malam itu, mataku terasa sangat berat di sepanjang jalan. Apalagi angin malam berhembus sepoi-sepoi membuatku menjadi semakin mengantuk.     

"Ndra! Andra!" Teriak Melly.     

"Hah?" Jawabku setengah sadar,     

"Jangan tidur woii!! Bentar lagi nyampek ini kita." Ucapnya.     

"Nggak tidur kok." Jawabku lagi.     

"Apanya. Udah pokoknya jangan tidur duluan. Nanti susah kita kalau kamu tidur di sini." Tukasnya.     

Malam itu aku berusaha sedemikian rupa agar kedua mataku ini selalu terjaga agar aku tak menyusahkan ketiga temanku jika aku tertidur di atas becak yang aku naiki. Beberapa kali mataku hendak terpejam, aku mencubit lengan dan pipiku agar terbuka kembali. Dan ketika kami sedang melewati makam pahlawan yang dekat dengan hotel kami, di situ aku melihat penampakan seorang perempuan yang sedang duduk di atas dahan pohon beringin besar sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya. Tidak hanya itu saja, di bawah pohon beringin itu nampak sosok wanita dan pria dengan pakaian jaman dahulu. Perempuannya mengenakan dress putih dengan motif bunga-bunga di ujung roknya, sambil membawa payung berwarna merah darah. Lalu di sebelahnya sosok pria mengenakan pakaian tentara sambil mematung di sebelahnya dengan kepala miring ke kiri, dan beberapa bercak darah di bajunya. Seketika itu pula mataku langsung terbuka lebar, dan aku tak berani menatap terus ke arah kanan. Aku mengalihkan pandanganku pada punggung Nadia yang ada di depanku sambil terus berdoa dalam hati.     

Badanku bergetar terasa lebih dingin, bulu kuduku juga seketika berdiri dari leher hingga ujung kaki. Sesekali aku menggosokkan kedua tanganku agar tubuhku terasa lebih hangat dan rileks namun aku tahu aku masih merasa ketakutan saat melihat sosok tadi. Aku melihat ke arah jam tanganku dan sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam saat kami tiba di depan hotel.     

Aku menghembuskan nafas panjang yang menandakan aku lebih tenang untuk saat ini.     

"Eh ayo-ayo kita buruan masuk ke kamar. Ini becaknya sudah aku bayar." Ucap Nadia yang langsung memasukkan dompetnya ke dalam tas.     

"Besok aja kalian bayarnya. Aku sudah ngantuk banget dan kalau bisa uang pas ya. Ini kita berempat bayar dua puluh ribu peranak. Becak yang pas buat berangkat sama yang pulang ini." Ucapnya lagi saat kami menaiki anak tangga menuju ke kamar.     

"Ih, gue kok merinding sih Nad." Ucap Mella yang menggosokkan tangannya ke leher saat kami baru saja melewati lobby lantai dua.     

"Kenapa lu?" Tanya Nadia.     

"Nggak tahu, merinding aja pas lewat lobby lantai dua tadi. Kaya ada yang merhatiin tahu nggak."     

"Halah! Halusinasi lu aja kali.... Udah yuk buruna." Ujar Nadia yang langsung berjalan lebih cepat dari pada kami.     

Mendengar apa yang di ucapkan Mella saat berjalan melewati lobby lantai dua, saat itu juga aku merasakan hal yang sama. Bulu kuduku berdiri sampai membuatku merinding. Hawa dingin langsung menyeruak di seluruh lobby seakan ada angin masuk dengan sangat kencang disana. Padahal tak ada jendela yang terbuka malam itu. Saat aku hendak masuk ke dalam kamar, tiba-tiba aku mendengar suara deburan ombak dengan lembut berderu, terdengar sangat dekat sampai aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku melihat lukisan di dinding tengah lobby lantai dua, yakni foto Nyai Pantai Selatan dengan mengendarai kudanya di tengah laut terlihat hidup malam itu. Akupun tanpa pikir panjang langsung berlari masuk ke dalam kamar dan langsung menutup pintu kamar maupun jendela kamar dengan rapat-rapat.     

Aku melihat ke tiga temanku yang sudah bersiap untuk tidur malam itu juga. Nadia yang sedang merapikan tempat tidurnya, sedangkan Mella yang baru saja membersihkan wajahnya dan sedang mengenakan krim malam. Lalu Cherryl yang sudah tak tahan dengan rasa kantuknya langsung tidur begitu saja lengkap dengan baju yang ia kenakan. Aku masuk perlahan ke dalam kamar dan dengan cepat mengganti semua baju yang aku kenakan dengan baju tidur yang aku taruh di atas koper. Tak lupa menggosok gigi dan mencuci mukaku sebelum tidur.     

"Heh! Cher! Ayo ganti bajumu dulu!" Teriak Mella yang hendak membaringkan tubuhnya ke tempat tidur.     

"Uhhhmmm... aku sudah ngatuk banget lhhoo... Besok aja gantinya." Ucap Cherryl bermalas-malasan.     

"Duuhhh.. Yo ojok nggilani talahh!! Bajumu itukan bau jalan raya, bau jagung bakar. Ayo ganti apa aku yang nyeret kamu buat ganti baju!" Ucap Mella yang terlihat perhatian kepada Cherryl meskipun ia terus mengomel.     

Akhirnya Cheryl beranjak dari tempat tidurnya dan langsung menyambar baju yang sudah ia siapkan juga di atas tas tarvel bagnya. Ia berjalan dengan sempoyongan menuju ke kamar mandi setelah aku baru saja selesai menyikat gigiku dan cuci muka.     

"Mana nih anak kok nggak keluar-keluar." Ucap Mella yang masih belum tidur menunggu Cherryl.     

Aku yang saat itu sudah sangat lelahpun langsung bangkit dari tempat tidurku dan membuka pintu kamar mandi yang tidak di kunci sama Cherryl. Terlihat Cherryl yang tengah duduk di atas toilet duduk sambil membungkukkan badannya. Dimana baju tidurnya sudah terpakai seluruhnya saat itu. Aku yang mengetahuinya langsung masuk dan membangunkan Cherryl yang tertidur di kamar mandi. Nadia dan Mella yang saat itu juga mendengarkan suaraku membangunkan Cherrylpun langsung berlari untuk melihatnya sendiri. Mereka tertawa namun dengan cepat mereka membantuku untuk memopong Cherryl yang benar-benar sudah nggak sadarkan diri.     

"Waaahhh... gila nih anak berat banget! Dah lain kali kalau keluar malam nggak lagi-lagi keluar sampe larut malam sama nih anak deh. Ngerepotin kalau kaya gini jadinya." Ucap Mella yang mengomel.     

"Hahahahaha... salah lu juga sih Mel. Ngapain juga lu suruh nih anak buat ganti baju padahal lu tahu nih anak sudah langsung tebal gitu waktu lihat tempat tidur." Balas Nadia.     

"Ya kan jorok Nad. Masa iya bajunya bau, belum cuci muka ataupun sikat gigi langsung tidur? Jorok tahu!"     

"Hahahahaha... Dasar anak perfectsionis." Timpal Nadia sambil membaringkan Cherryl di tempat tidurnya.     

Setelah semuanya selesai barulah kami baru bisa tidur tepat pukul setengah satu malam. Namun malam itu aku tak dapat tidur dengan tenang. Beberapa menit aku selalu terjaga dan memperhatikan sekitarku. Lampu kamar di redupkan dan diganti menggunakan lampu tidur yang ada di atas meja nakas yang terletak di antara tempat tidur kami berempat. Beberapa kali aku terbangun dan mencoba untuk tidur kembali sampai akhirnya aku tertidur pulas setelah lewat jam tiga pagi.     

"Ndra. Ndra. Bangun Ndra." Terdengar suara Cherryl yang membangunkanku sambil menggoyang-goyangkan lenganku.     

Mataku terpejam dan sangat berat untuk ku buka. Aku menggosok kedua mataku dan akhirnya dengan perlahan aku melihat Cherryl yang baru saja selesai mandi. Aku terpeanjat dan langsung duduk di sebelahnya.     

"Hah? Sudah jam berapa sekarang?" Tanyaku dengan panik.     

"Sudah jam setengah tujuh Ndra." Jawab Cherryl dengans antai.     

"Ayo lho Ndra cepetan bangun kalau bisa nggak usah mandi deh. Nanti keburu telat. Tadi sudah di info di grup sama pake toa kalau kita ada breakfast di rumah makan gudeg pagi ini dan harus kumpul jam tujuh lho!" Ucap Mella yang sedang merapikan rambutnya.     

Mendengar hal tersebut aku langsung lompat dari tempat tidur dan langsung melepas semua bajuku di luar kamar mandi. Semua anak terkejut denga tingkahku yang terburu-buru namun mencoba mengabaikanku karena mereka sendiri belum selesai bersiap-siap.     

"Kenapa nggaka da yang abngun aku sih!" Teriakku dari dalam kamar mandi.     

"Kami sudah bangunin kamu dari jam enam tadi Ndra. tapi kamu nggak bangun-bangun! Malah Cherryl sudah bangun lebih pagi dari kami. Jam berapa kau bangun Cher?" Tanya Nadia.     

"Jam tujuh."     

Mendengar hal tersebut aku dengan cepat membilas sekaligus menggosok seluruh badanku menggunakan sabun, menyikat gigiku dengan cepat, serta menggosok rambutku di bawah pancuran air shower yang terus mengalir. Hanya 10 menit aku sudah selesai mandi dan dengan cepat pula aku langsung mengambil baju yang ada di koper dan bersiap-siap selagi anak-anak yang lain menuruni anak tangga menuju ke lobby.     

"Ndra. Kamu gimana? Kamu aku tungguin di kamar atau aku tungguin kamu di lobby?" Tanay Cherryl.     

"Tungguin aku di kamar Cher. bentar kok. Ini juga mau selesai. Kamu tahu sendiri kan kalau aku nggak pake make up-make up segala."     

"Oke."     

Baru saja Cherryl duduk di pinggir tempat tidur yang masih berantakan, aku langsung menyudahi siap-siapku dalam waktu tujuh menit. Setelah itu aku langsung menutup semua jendela kamar, dan pintu kamar kami. Lalu berlari menuju ke lobby utama dimana semua anak sudah berkumpul dan sedang menunggu bus kami datang menjemput.     

10 menit berlalu, bus kamipun akhirnya datang satu persatu sampai akhirnya semua bus parkir di depan pintu hotel. Kami yang sudah siap bersama para dosen dan panitia pun langsung memberikan arahan untuk segera masuk ke dalam hotel. Karena panitia sudah memesan tempat makan dengan janji jam setengah delapan tiba di sana. Dengan sigap kami semua langsung berlarian menuju ke dalam bus dan langsung menempati tempat duduk yang ada. Aku dan Cherryl memutuskan untuk mengambil tempat duduk di depan dekat dengan pintu masuk agar kami lebih mudah saat masuk maupun keluar dari bus. Semua anak berebutan tempat duduk hingga pak Budi selaku pengurus bus kami sempat berteriak untuk menenangkan para anak perempuan yang berebut dengan anak laki-laki.     

Setelah tenang, dan kami semua memperoleh tempat duduk, bus perlahan mulai berjalan meninggalan hotel satu persatu. Jalanan sempit dan kecil membuat bus yang kami tumpangi berjalan lebih lambat dan sangat hati-hati apalagi saat ini jam-jam sibuk di Jogja.     

"Mike! Coba hubungi Bu Sriharti yang punya depot untuk menunggu kedatangan kami. Bilang kami sedang terkena macet!" Perintah pak Budi pada Mike yang duduk di bagian belakang bus.     

"Baik pak!" Jawab Mike dengan lantang.     

Setelah Bu Sriharti di hubungi oleh Mike dan beliau tidak mempermasalahkan keterlambatan kami, pak Budi pun langsung duduk dengan tenang di depan persis di sebelah tempat dudukku. 25 menit perjalanan dari hotel menuju rumah makan gudeg Bu Sriharti, dan saat itu tepat pukul 07.45 WIB. Kami langsung di sambut oleh Bu Srihati sendiri di depan pintu dan langsung mengarahkan kami ke tempat duduk yang sudah di sediakan. Rumah makan yang sangat mungil namun sangat sejuk saat pertama kali masuk di dalamnya. Makanan yang di sajikan sudah tertata rapi di atas gentong-gentong yang terbuat dari tanah merah, dan di panaskan di atas tungku batu bara yang terus menyala dan di jaga kehangatan tiap makanan yang ada. Hanya makanan seperti gorengan dan jajanan pasar yang di taruh terpisah dari tungku api.     

"Waahh... lihat makanannya, kelihatan enak semua nih." Ucap salah satu anak yang berdiri di belakangku sambil menunggu antrian untuk mengambil makanan.     

"Adduuhhh... nggak ada menu lainnya ta? Aku nggak bisa makanan yang banyak pedes-pedesnya gini... Perutku nggak bisa terima makanan pedes. Bisa-bisa maagku kambuh lagi nanti." Ucap anak lainnya yang berada di depanku.     

"Coba kamu bilang ke bu Ayu deh Tan. Sapa tahu kamu ada makanan penggantinya." Ucap temannya yang ada di depannya.     

Aku hanya memandangi gentong-gentong yang berisi penuh dengan makanan yang terus menerus mengeluarkan asap panas. Tercium aroma yang menggugah selera saat aku mulai mendekati gentong-gentong tersebut. Perlahan demi perlahan akhirnya aku tiba di gentong pertama yang berisi dengan nasi yang selalu di tutup dengan daun pisang di atasnya. Aku mengambil nasi putih yang pulen dan mengepul uap panas saat aku mengaduknya dengan hati-hati secukupnya. Lalu aku berpindah pada gentong yang kedua, berisikan sayur lodeh tewel khas Jogja, terlihat sangat coklat dan kental. Lalu di gentong yang ke tiga terlihat lodeh krecek sapi yang menggugah selera. Tahu dan bumbu merah serta cabai utuh mempercantik tampilan lodeh tersebut. Aku mengambil satu persatu isi dari tiap gentong tersebut sampai akhirnya aku tiba di gentong paling akhir. Dimana terdapat ayam ungkep yang masih utuh tiap daging yang ada di dalamnya, padahal sudah beberapa anak mengambil ayam ungkep ini dan aku sempat berekspetasi banyak daging ayam yang sudah hancur. Namun nyatanya masih banyak yang utuh dan ukuran tiap potong ayam termasuk besar-besar. Dengan wajah yang terlihat sangat bahagia aku langsung mencari tempat duduk yang nyaman untuk aku dapat makan gudeg pagi ini.     

Aku melihat ke sekelilingku sudah hampir penuh semua bangku-bangku kosong dengan tanda yang terpampang di atasnya. Yang menandakan bangku tersebut sudah di pesan oleh anak lain. Aku berjalan melewati beberapa meja menuju ke depan resto tersebut masih belum mendapatkan tempat duduk. Sampai akhirnya, Bu Sriharti sendiri yang memanggilku untuk memberikanku tempat duduk dekat taman bunga miliknya di samping rumah makan ini. Aku terlihat senang saat beliau sangat ramah menjamu tamunya. Melihat ada tiga bangku kosong di meja itu, aku langsung memanggil Cherryl, Nadia dan Mella untuk duduk bersama denganku.     

"Weee... kok pintar sekali anak satu ini pilih tempat duduk ya..." Puji Mella sambil tersenyum lebar kepadaku.     

"Bukan aku yang cari tadi. Ibu yang punya rumah makan ini yang nunjukin. Mungkin tadi lihat aku kebingungan mau duduk dimana kali. Makanya beliau ajak aku ke sini." Ucapku sambil terus tersenyum.     

"Nih anak senyam senyum dari tadi aku tahu kenapa." Celetuk Nadia kepadaku.     

"Kenapa?" Tanyaku.     

"Iyalah. Lihat tuh piringnya penuh, ambil lauknya gede-gede semua lagi. Terus dapat tempat duduk viewnya bagus lagi. Ada taman bunganya, ada pemandangan gunungnya.. Kurang apa coba nih anak senyam senyum kaya gitu."     

Aku hanya tertawa simpul membenarkan apa yang di ucapkan Nadia kepadaku. Kamipun langsung menyantap makan pagi kami dengan sangat lahap. Dan memang benar masakan di rumah makan Bu Sriharti ini memang sangat enak dan cocok untuk lidah orang Jawa Timur yang tidak suka masakan yang terlalu manis.     

Setelah makan pagi kami selesai, perut kami terasa kenyang, Mella beranjak dari tempat duduknya dan menahan kami untuk ikut pergi dari bangku tersebut. Mella khawatir jika nanti bangku tersebut akan di tempati oleh anak-anak lainnya. Ia berjalan memasuki rumah makan yang masih penuh sesak dengan anak-anak yang terus mengantri dan mengambil makanan yang ada di sana. Lalu Mella berjalan menuju ke tempat minuman serta jajanan pasar yang masih utuh bahkan belum banyak orang yang mengambilnya. Ia mengambil beberapa macam jajanan pasar untuk kami serta mengambil minuman dingin yang sudah di taruh di dalam gelas yang di seal. Dengan cepat Mella berjalan kearah kami sambil terlihat di wajahnya jika ia berhasil mengambil makanan yang enak lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.