The Eyes are Opened

Kosan Rumah Tua (Part 02)



Kosan Rumah Tua (Part 02)

0[Tok-tok-tok-tok-tok]     

Terdengar suara ketukan di depan pintu kamarku di saat aku sedang merapikan kembali barang-barang yang belum sempat aku keluarkan. Ketukan itu terdengar samar, namun karena aku nggak terlalu yakin jika itu ketukan di depan kamarku, akupun membiarkannya sejenak. Hingga terdengar saura ketukan pintu kembali sambil memanggil namaku beberapa kali. Mendengar namaku di panggil, akupun langsung beranjak dan langsung membukakan pintu kamar kosku.     

"Oh Mbak Sri. Ada apa mbak?" Ucapku saat melihat Mbak Sri tengah berdiri di depan kamar sambil menaruh satu galon air mineral perisi di depan pintu kamarku.     

"Ini mbak, saya mau kasih air galonnya."     

"Oh, iya mbak. Makasi banyak ya mbak. Ow ya mbak, bisa minta nomor rekening ibu Yanti nggak? Buat bayar uang kos nanti bagaimana ya?"     

"Ohh... kalau buat bayar uang kosan nanti sama ibu di beri amplopan kok mbak. Nanti tiap bulan ibu atau saya yang memberikannya ke tiap anak kos."     

"Ohh... jadi bayarnya di amplop tersebut ya mbak?"     

"Iya mbak. Ada yang bisa saya bantu lagi nggak mbak Andra?"     

"Sudah mbak. Terima kasih." Ucapku sambil memasukkan galon air mineral ke dalam kamar.     

Aku langsung masuk ke dalam kamar, dan mbak Sri pun kembali mengerjakan pekerjaannya yang saat itu sedang membersihkan rumah kosan. Hair itu tepat aku sedang tidak ada jadwal perkuliahan, sehingga aku bisa beberes kamarku dan beristirahat dengan tenang. Namun siapa sangka tinggal di kamar baruku ini malah membuatku tidak dapat tenang sama sekali. Dimana jendela kamar yang menghadap ke dalam hall ruang tengah, membaut semua apapunyang di lakukan anak kosan terdengar begitu jelas. Anak-anak kosan yang tertawa tanpa filter, menyetel televisi dengan suara yang sangat keras beberapa kali menggangguku di kamar. Namun karena aku yang masih anak baru di sana, aku mencoba mengabaikan semua hal tersebut.     

Hingga tiga minggu telah berlalu, aku masih belum merasakan kenyamanan tinggal di sana. Yang aku kira di kosan ini lebih sepi dari pada kosan sebelumnya, ternyata aku salah perkiraan. Di dalam kosan ini lebih rame dan anak-anak yang tinggal di sini benar-benar layaknya tinggal di rumah sendiri. Berteriak saat memanggil anak yang lain, berlarian ke sana kemari hanya mengenakan handuk yang dililit di tubuh mereka setelah selesai mandi, bahkan membiarkan makan sisa di taruh di meja makan ataupun di tempat cucian piring. Hal ini membuatku risih dan tak nyaman saat pertama kali berada di sana. Apalagi mbak Sri yang tidak setiap hari naik ke atas kosan untuk membersihkan rumah kos. Meja makan kos yang ada di tengah hall terlihat banyak sampah sisa makanan yang hampir menjamur dan bahkan sudah banyak di hinggapi dengan lalat dan semut membuatku semakin jijik dan tak tahan dengan keadaannya. Di saat semua anak tidak ada yang keluar kamar, apalagi saat jam anak-anak di kosan sedang kuliah, dan aku tidak ada jadwal kuliah. Dengan inisiatifku, aku langsung membuang semua sampah yang ada di atas meja. Hingga membersihkan lantai di sekitar kamarku dengan sapu. Ke esokan harinya mbak Sri yang sedang membersihkan kosan pun hanya bisa ku beri tahu dengan kondisi kosan yang begitu kotor dan bau. Mbak Sri yang mendengarkan keluhan ku hanya bisa tersenyum dan mengiyakan saja setiap ucapanku.     

Lalu minggu depannya keadaan semakin menjadi parah, dimana mbak Sri yang tiba-tiba tidak naik ke atas kosan sama sekali selama dua minggu berturut-turut. Dari pagi sampai malam kosan menjadi sangat kotor dan bau, karena sampah kos yang sudah seminggu lalu tidak di ambil. Akupun yang tidak bisa dengan keadaan seperti itu pun hanya bisa melaporkannya ke ibu kos yang saat itu terlihat naik ke atas kos untuk memasak nasi di magic com kosan saat pagi hari. Ibu kos yang melihat hal tersebut langsung mengumpulkan kami semua di hall tengah kosan saat jam enam malam. Dengan cepat pun semua anak keluar dari kamar mereka dan mendengarkan peraturan yang di sampaikan ibu kos selama mbak Sri libur kerja. Semua anak hanya mengiyakan apa yang di sampaikan ibu kos saat itu dan langsung masuk ke dalam kamar masing-masing setelah ibu kos kembali turun ke rumahnya.     

"Eh, kamu anak baru ya? Namamu siapa?" Tanya seorang anak kos yang terlihat lebih tua dari pada aku.     

"Iya. Namaku Dyandra. Panggil aja Andra. Kalau namanya cece?"     

"Nama aku Puspita. Kamu dari Jawa ya?"     

"Iya ce. Emang cece asli mana?"     

"Aku asli Manado, tapi besar di Jakarta."     

"Ohh.. Pasti mama papa cece salah satu dari Manado ya?"     

"Iya, papa yang Manado. Mama asli Bandung. Kamu jurusan apa?"     

"Aku jurusan manajemen ce. Kalau cece?"     

"Aku farmasi. Wah ternyata banyak juga yang jurusan manajemen di sini ya? Di kamar ujung dekat tempat cucian piring itu ada Vero anak ekonomi juga. Udah angkatan akhir kaya aku sih. Terus di belakang itu ada Wenny yang juga anak ekonomi." Tukas ce Puspita.     

"Ya udah aku masuk ke kamar dulu ya." Ucapnya sambil masuk ke dalam kamar nomor 10 seberang dari kamarku.     

Aku yang belum makan malam saat itu, akhirnya langsung melangkahkan kakiku keluar kosan untuk mencari makanan yang terdekat disana. Suasana gelap tanpa ada lampu yang menyala saat aku menuruni anak tangga pun membuatku merinding sesaat. Aku berjalan dengan cepat dan langsung menyalakan lampu yang ada di ruang tamu agar tidak terlalu gelap. Lalu langsung meninggalkan kosan. Terlihat ada abang yang menjual nasi goreng keliling sedang berjalan di dekat kosan saat itu. Akupun langsung menghampirinya dan memutuskan untuk membeli nasi goreng untuk makan malamku. Di saat yang bersamaan, aku melihat Karin bersama pacarnya yang saat ini berjalan di depanku sambil bergandengan tangan. Ia terlihat melihat ke arahku, namun ia mengabaikanku begitu saja. Aku yang melihat hal tersebut pun enggan untuk menyapanya meskipun aku mengenalnya sudah lama. Namun siapa sangka tiba-tiba saja ia langsung membelokkan langkahnya menuju ke abang nasi goreng yang sedang aku beli. Ia langsung memesan dua porsi nasi goreng spesial dengan telur dan pedas sambil sesekali ia memperhatikanku. Dengan basa basi Karinpun akhirnya menyapaku saat ia juga sedang menunggu nasi gorengnya di buatkan.     

"Lho Ndra! Kamu ya disini to?" Ucapnya.     

"Ah iya. Ini pacarmu ta Rin?" Tanyaku sambil menunjuk ke arah pria yang berdiri di sampingnya sambil mengenakan kemeja biru muda dan celana safari hitam. Terlihat pria tersebut pria yang sudah kerja. Ia juga terlihat tidak terlalu perhatian dengan orang di sekitarnya dan terus sibuk dengan ponsel yang ada di genggamannya.     

"Iya Ndra. Eh ko, kenalin ini Dyandra, teman SMA ku dulu. Sekarang kami juga satu kampus." Terangnya pada pacarnya yang saat itu masih sibuk dengan ponselnya.     

"Hah? Apa nik?" Tanya pacaranya yang tidak perhatian.     

"Ini lho... Kenalin teman SMA ku. Dia juga satu kampus sama aku." Jelas Karin sekali lagi.     

"Ohh... Iya. Salam kenal. Namaku Calvin." Ucapnya sambil tersenyum kecut kepadaku.     

Terlihat memang pacar Karin yang saat ini lebih pendek dari kak Andrew, namun memang lebih tampan dan memiliki kulit yang lebih putih. Dari gaya, dan penampilannya seperti anal orang yang mampu. Tapi apalah arti penampilan yang bisa menipu. Aku hanya memperhatikan mereka dari kejauhan sembari menunggu nasi gorengku yang sudah di buat oleh abangnya. Gaya mesra dan manja yang di lihatkan Karin di depanku membuatku muak dan ingin rasanya cepat-cepat pergi dari sana. Namun karena aku sedang menunggu nasi gorengku, mau di kata apa. Aku harus melihat mereka yang seperti itu di pinggir jalan.     

"Ndra, pacarmu nggak ke sini?" Tanya Karin.     

"Hah? Dito ta? Nggak. Sibuk kali." Jawabku dingin.     

"Ohh.. Tumben banget. Biasanya kan kalian selalu ketemuan."     

"Nggak juga kok. Belakangan ini aku jarang banget ketemuan sama Dito. Kenapa emangnya?"     

"Ya nggak apa. Cuman tanya aja. Soal e aku sering banget lihat kamu sendirian dari pada ketemu Dito."     

("Dito itu siapa nik?") Bisik Calvin.     

("Dito itu pacarnya Dyandra. Mereka sudah pacaran sejak SMA.")     

("Ow ya? Wah lama juga ya mereka pacarannya? Yayayaya.. Sudah belum nasi gorengnya?")     

("Belum ko... Sabar to...")     

("Iya sudah laper soal e. Hehehehe...")     

"Neng, ini neng nasi gorengnya." Ucap abang nasi goreng menyerahkan nasi goreng ke arahku namun hampir saja Karin yang mengambil nasi goreng milikku. Untung saja abang nasi goreng ini langsung tanggap dengan siapa yang akan mengambil nasi goreng yang sudah ia siapkan.     

"Maaf mbak. Ini nasinya buat si eneng ini." Ujar abang nasi goreng sambil menyodorkan nasi goreng itu ke hadapanku.     

"Oh iya bang. Makasi ya. Berapa bang?" Tanyaku sambil mengambil kantong plastik nasi goreng itu dari tangan abangnya.     

"Sebelas ribu aja neng. Uang pas ya neng. Baru jalan soalnya."     

"Ini bang. Ada uang pas nih." Ucapku sambil menyerahkan uang satu lembar sepuluh ribuan, dan dua koin uang lima ratusan.     

"Terima kasih ya neng!"     

"Iya bang sama-sama. Ayo Rin, aku balik dulu ya!"     

"Oh iya Ndra. Kamu tinggal di kosan mana?"     

"Ini di depan ini kosanku sekarang." Ucapku sambil menujuk ke rumah besar yang ada di depan kami saat itu.     

"Ayo ko! Saya duluan ya ko!" Ucapku kepada Calvin pacar Karin yang terlihat terkesan dengan rumah kosan yang aku tempati terlihat sangat besar malam itu.     

Samapi hari itu aku masih saja belum merasakan keanehan apapun selama tinggal di kos tersebut. Meskipun beberapa kali aku mendengar dari teman kampusku yang bercerita jika ia melewati rumah kosku, ia merasa aneh dan bulu kudunya selalu berdiri. Namun aku masih saja belum mepercayai hal tersebut apalagi aku sampai detik ini tidak pernah melihat apapun di sana. Meskipun itu aku sedang di rumah kos sendirian di pagi sampai sore hari pun. Malam hari saat aku di kamar pun tidak pernah mengalami hal aneh. Aku juga beraktifitras seperti biasa selama tingal di kosan. Hingga akhirnya aku mulai merasakan keanehan di dalam kos tersebut saat aku sedang ingin masak mie instan di dapur. Pada saat itu hari sudah malam, tepat pukul 19.00 WIB. Saat itu kondisi di dalam kos sedang sepi, hampir tidak ada anak kos lain yang berlalu lalang seperti biasa. Suara anak-anak kos juga saat itu tidak terdengar satu pun di setiap kamar. Terlihat dari jendela kamar dan ventilasi setiap kamar gelap tak ada lampu yang menyala.     

"Lagi pada pergi semua ya?" Gumamku saat melihat ke kanan dan ke kiri.     

Akupun berjalan dengan santai ke dapur. Pintu yang menghubungkan ke rumah induk ibu kospun saat itu sedang di tutup, hanya ada dua anak di dalam kamar di kamar nomor 6. Di saat aku sedang menunggu mie yang aku rebus matang dengan sempurna, tiba-tiba dari belakang punggungku terasa lebih dingin dari pada biasanya. Padahal di dapur tidak ada kipas angin sama sekali. Hanya tumpukan kardus dan barang-barang bekas anak-anak kos yang tidak terpakai. Awalnya aku tidak menghiraukan hal tersebut. Aku terus mengaduk-aduk mie ku hingga akhirnya matang sesuai yang aku inginkan. Aku keluar dari dapur sejenak untuk membuang air rebusan mie instan tersebut ke tempat cucian piring. Lalu kembali lagi sambil menuangkan ke dalam piring yang sudah aku siapkan dengan bumbu mie instant tersebut. Di saat aku hendak beranjak dari dapur, tiba-tiba terdengar barang yang terjatuh di gudang belakang dapur. Akupun melihat ke sana sambil menyalakan senter ponsel yang aku bawa. Namun tidak ada yang terlihat barang yang jatuh di sana. Tetap sama, tumpukan kardus besar dan kecil serta beberapa container box yang tersusun rapi, serta beberapa kipas angin yang sudah tidak terpakai tergeletak di sana.     

"Nggak ada yang jatuh kok. Tapi kok tadi aku dengar ada barang yang jatuh ya?" Ucapku sambil melihat ke dalam gudang kecil tersebut. Di saat yang bersamaan, sebenarnya ada satu sosok yang sedang memperhatikanku sedari tadi. Namun aku tidak menyadarinya sama sekali. Karena ruangan gudang tersebut tertutup pintu dapur dan sangat gelap dengan barang-barang yang di tumpuk tinggi. Sedangkan memang lampu dapur yang menyala tidaklah terlalu terang, seterang lampu di sepanjang lorong kosan. Akupun langsung merapikan dan membersihkan kompor dan meja makan yang aku gunakan untuk meracik mie instantku sebelum aku kembali ke dalam kamar.     

"Eh, kamu tadi dengar ada barang yang jatuh nggak?" Tanya seorang anak perempuan yang mengenakan hijab keluar dari kamar nomor 6 bersama temannya yang memperhatikanku dari dalam kamar.     

"Iya aku tadi dengar. Tapi waktu aku periksa, aku nggak lihat apapun tuh di sana. Mungkin ada tikus di dalam gudang. Coba kamu kasih tahu ibu kos biar di bersihkan dan di kasih jebakan tikus gitu." Ucapku dengan santai.     

"Iya mungkin ya. Soalnya sering banget sih pas malam-malam dengar suara barang kaya jatuh gitu di gudang. Makanya aku sering pasang lagu kencang-kencang. Ow ya, nama kamu siapa? Kok aku belum pernah lihat kamu ya?"     

"Ah, iya. Aku anak baru di sini. Namaku Dyandra, panggil aja Andra. Kalau kamu?"     

"Aku Wenny. Ini temanku namanya Dian. Dia kamarnya nomor 7 itu. Kalau yang depan ini namanya Kak Shanti dan kak Dewi."     

"Ohh.. gitu. Salam kenal ya... Kalau gitu aku balik kamar dulu ya..."     

"Iya. Kamu yang tempati kamar nomor tiga itu ya?"     

"Iya. Kalau aku kasih tahu sih. Di sana ngga terlalu nyaman buat di tempati. Soalnya berisik banget. Apalagi jendela kamarmu hadap ke dalam ruangan kaya gini kan? Anak-anak kamar depan itu kalau bercanda nggak tahu diri soalnya. Pada suka teriak-teriak terus tinggalin sisa makanan di meja makan sampe busuk juga nggak di buang. Kalau nggak yang buang mbak Sri. Tapi kalau pas mbak Sri pulang ya sudah tuh di sana pasti bau busuk banget."     

"Hehehehehe.... Iya sih. Kemarin pas mbak Sri pulang emang kaya yang kamu bilang itu."     

"Iya. Ya sudah kalau gitu. Met makan ya..." Ucap Wenny sembari masuk kembali ke dalam kamarnya.     

"Ahhh.. berarti bukan perasaanku saja berarti... Anak belakang juga ngerasaain hal kaya gini. Mereka risih dengan tingkah laku anak-anak kos depan. Tapi mau gimana lagi. Kosan ini yang paling murah dan worth it yang aku temui e. Ya sudahlah. Tahan-tahanin aja dulu sampai nanti ada yang pindah, aku bakalan pindah kamar aja." Ucapku sambil masuk ke dalam kamarku.     

Selesai makan malam, aku langsung menghubungi Dito yang saat itu sedang mengirimiku pesan untuk menghubunginya lebih dulu. Akupun akhirnya menghubunginya dan kami mengobrol cukup lama malam itu. Hampir 4 jam kami terus berbicara meskipun aku maupun Dito sambil mengerjakan pekerjaan kami masing-masing. Sisa waktu malam kami, kami habiskan untuk video call-an sambil menunggu waktu tidurku. Malam semakin larut, hawa di dalam kamar saat itu terasa sangat panas sekali. Hingga aku memutar kipasku ke tombol paling kencangpun aku tak dapat merasakan dinginnya angin kipas yang aku bawa. Saat itu ada mbak Sri yang tengah duduk santai di kursi sofa kosan, akupun meminta ijin untuk menggunakan kipas angin yang ada di depan kamarku. Setelah mendapat ijin, akupun langsung memasang dua kipas angin tersebut di dalam kamar. Baru kerasa sedikit hawa dingin di dalam kamarku. Exhouse kamar kos kupun saat itu juga tidak bersahabat. Tidak ada perbedaan sama sekali malam itu. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengenakan baju tidur yang lebih dingin dan lebih tipis agar aku tidak merasa ke panasan semalaman.     

Pagi hari telah tiba, jam alarm ku berbunyi sangat kencang dan membuatku langsung terbangun di atas tempat tidur yang sudah basah dengan keringat. Baju yang aku kenakan juga hampir basah bagian punggungnya. Akupun langsung beranjak dari tempat tidur dan memutuskan untuk mengganti sprei dengan yang baru. Lalu bergegas mandi sebelum anak kos yang lain masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai, aku langsung bersiap-siap menuju ke kampus untuk mengikuti kelas yang di adakan pagi hari itu di lantai tiga. Dengan cepat aku langsung berlari menuruni anak tangga bersama dengan anak kos yang lain yang sedang mengeluarkan kendaraanya, sehingga aku tak perlu membuka dan mengunci pintu gerbang. Lalu setelah keluar rumah kosan, aku memutuskan untuk membeli sarapan yang di jual di dekat sana.     

"Bu, mau beli." Ucapku pada ibu yang jual nasi bungkus di dalam sebuah rumah.     

"Iya dek. Mau beli nasi apa?" Tanya ibu yang jual sambil menyiapkan kertas bungkus yang sudah terisi dengan nasi putih hangat di tangannya.     

"Ini bu. Nasi campur aja." Jawabku.     

"Lauknya apa dek?"     

"Launya telur ceplok sama perkedel aja bu. Ow ya tolong di kasih bumbu bali ya bu. Berapa bu?"     

"Sepuluh ribu aja dek."     

"Ini bu uangnya. Terima kasih bu." Ucapku sambil mengambil kantong nasi bungkusku serta memberikan uang sepuluh ribuan ke tangan kiri ibu tersebut. Setelah selesai, akupun langsung bergegas berjalan kembali ke kampus.     

Jam arlojiku sudah menujukkan pukul 07.10 WIB. Sedangkan kelas akan dimulai pukul 07.45 WIB. Masih ada sisa waktu sebelum kelas, aku memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu di gazebo yang saat itu masih terlihat sepi. Hampir tidak ada anak kampus yang duduk di sana selain aku sendirian. Meskipun demikian, suasana di kampus yang saat itu sudah menujukkan pukul 07.17 WIB itu masih sangat sepi. Hanya beberapa anak yang datang lebih pagi dan langsung berjalan menuju ke kelas mereka masing-masing. Ketika aku sudah hampir selesai makan, tiba-tiba Cherryl menepuk pundak belakangku hingga membuatku terkejut dan hampir saja sendok yang aku pegang saat itu hampir terjatuh ke tanah. Cherryl yang melihatku terkejut seperti itu pun langsung tertawa terbahak-bahak dan ia langsung meminta maaf setelah melihat aku hampir saja tidak bisa menghabiskan sarapanku jika sendokku terjatuh ke tanah. Cherryl langsung duduk di sebelahku sambil meneguk air yang ia bawa.     

"Kok tumben kamu datang lebih pagi Ndra?"     

"Iya. Dari pada nanti aku datang mepet, malah telat lagi. Apalagi cece-cece kosku yang baru ini orangnya banyak yang lelet kalau mandi. Nggak tahu ngapain aja kalau mandi selalu lama banget. Jadi kalau mau mandi itu cepat-cepatan. Kalau nggak ya bisa-bisa tunggu orang mandi hampir satu jam-an." Ucapku sambil membersihkan meja gazebo setelah aku selesai makan.     

"Wih! Gila banget ya Ndra. Masa mandi e selama itu?"     

"Iya Cher! Aku tuh pernah kena pas mau mandi sore. Aku kan mau pergi tuh sama kak Dita, janjiannya setelah maghrib jam enaman. Lah aku mau mandi dari jam setengah lima, ehhh... malah baru mandi jam setengah enam. Dari jam empat sore sampai jam lima sore itu ada satu cece yang mandinya saat itu lama bangettt... Nggak tahu tuh di dalam kamar mandi ngapain aja. Keluar-keluar dia bawa ember cucian. Abis gitu, kamar mandinya licin sabun tok, nggak di bilas kek apa kek. Terus air baknya juga hampir habis. Gila nggak orang kaya gitu?"     

"Ya nek kaya gitu kamu mandi e pas kamar mandi kosong."     

"Ya iya lah. Orang aku kalau cuci pakaian dalam aja pas aku nggak ada jadwal kuliah, dan aku sudah memastikan semua anak di kosan nggak ada yang mandi lagi. Itu kalau pagi. Tapi kalau kaya hari ini gitu, aku pasti cuci pakaian dalamku pas malam. Setelah semua orang sudah mandi. At least biar nggak ganggu yang lain saat mau buru-buru pakai kamar mandi kan?"     

"Iya bener se Ndra. Tapi kok baju dalammu nggak kamu cucikan ke mbak kosan aja?"     

"Nggak mau Cher. Nanti kalau ketukar atau tambah rusak gimana? Sayang kan?"     

"Udah yuk. Naik ke kelas." Ucapku sekali lagi sambil membawa semua barangku naik ke lantai tiga bersama Cherryl yang sudah berjalan di depan ku terlebih dahulu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.