The Eyes are Opened

Hubungan Yang Nggak Bisa Dipertahankan



Hubungan Yang Nggak Bisa Dipertahankan

0["You light me up inside    

Like the 4th of July    

Whenever you're around    

I always seem to smile    

And people ask me how    

Well you're the reason why    

I'm dancing in the mirror    

And singing in the shower    

La-da-dee, la-da-da, la-da-da    

Singing in the shower    

La-da-dee, la-da-da, la-da-da    

Singing in the shower"]    

Lagu favoritku terputar dengan kencang dari speaker laptopku, matahari juga bersinar dengan terik menyinari setiap sudut yang ada di permukaan bumi ini. aku menari sambil mengikuti lirik lagu yang sedang ku dengarkan itu dengan semangat. Terlihat dari celah pintu kamarku yang terbuka sedikit, beberapa anak kos pagi itu sudah terlihat sibuk dengan apa yang akan mereka lakukan hari ini. Terlihat kak Intan yang sudah sibuk di depan laptop mininya dengan tumpukan tugas yang harus ia kerjakan. Eva, Winda, dan Selina pun juga sudah bersiap untuk pergi ke kampus bersama. Ce Vio yang sudah berdandan cantik serta mengenakan jas labnyapun siap ke kampus. Anak-anak kos belakang juga sudah banyak yang keluar kos sedari tadi. Hanya aku yang masih santai di dalam kamar, mendengarkan musik, dan juga membaca novel yang membuatku ketagihan untuk membacanya terus tanpa henti.    

[Tok! Tok! Tok!]    

"Ndra..." panggil kak Wulan dari depan kamarku.    

"Ya kak!" Jawabku yang langsung beranjak dari tempat tidur dan langsung membukakan pintu.    

"Ada apa kak?" Tanyaku.    

"Kamu nggak ada kuliah ta? Kok kelihatan santai banget?"    

"Iya hari ini nggak ada kuliah. Hehehehe... Semester ini semua jadwal kuliahku aku fullin selama empat hari, jadi hari jumat aku libur. Hehehehe..."    

"Ohh... Makanya kok kamu belakangan ini sering pullang kuliah malam-malam."    

"Ya begitulah. Ada apa emangnya kak?"    

"Kamu mau nemenin aku nggak ke mall? Aku mau cari baju baru nih. Soalnya kan aku pindah ke sini nggak bawa baju banyak. Hehehehe.. Kalau kak Intan lagi nggak bisa di ganggu. Tugasnya banyak, terus harus kumpul sore ini katanya. Gimana?"    

"Yuk gas lah kak. Aku mandi-mandi dulu yaa..."    

"Iihhh... belum mandi jam segini? Udah jam sembilan lho!"    

"Ya abisnya kan hari ini nggak ada rencana buat keluar kos-an. Jadi ya malas mandi aku. Hehehehe..."    

"Ya sudahlah. Aku tunggu di kamar ya!"    

"Oke kak." Jawabku yang langsung mengambil handuk yang tergantung di gantungan handuk depan kamar semabri membawa sekeranjang alat mandi ku.    

Tepat pukul 09.55 WIB aku selesai siap-siap dan langsung menghampiri ke kamar ka Wulan yang terlihat terbuka pintunya setengah.    

"Kaaaakkkk!! Aku sudah siap!!" Teriakku dari ruang makan saat sedang berjalan menuju ke kamar kak Wulan.    

"Iya Ndra! Bentar ya! Aku ya lagi ganti baju ini!" Balasnya.    

"Naik motorku ya Ndra. Kamu punya helm kan?" Tanya kak Wulan sembari mengenakan helm yang ada di kedua tangannya.    

"Punya kok kak. Ini helm ku."    

"Ya udah kalau gitu. Yuk. Taaann... kami berangkat dulu yaa... Kamu mau nitip apa nih nanti?"    

"Ah, kalian sudah mau berangkat? Oke deh. Aahhh... benernya aku juga pengen ikut lhoo..." Ucap kak Intan dari dalam kamarnya yang terlihat suntuk di tengah-tengah tumpukan kertas yang berhamburan di mana-mana.    

"Ya ampun Taannn... mbok ya di tata dulu gitu lho tugasmu itu... Malah berantakan gitu gimana kamu nggak kelihatan suntuk. Ya kalau kamu mau ikut, yuk lah ikut. Nanti kita bertiga naik taksi atau naik anjem aja. Gimana?"    

"Nggak bisa Laannn... tugasku ini masih belum selesai dan nanti jam tiga sore sudah harus kumpul ke bu Endah e... Huuaaaa... Ya apa Laannn…"    

"Ya udah kalau gitu. Kerjain! Kok tanya aku gimana sih Tan. Hahahaha… Kirain sudah selesai, kalau sudah selesai ya mending kumpulin sekarang, aku tungguin. Lah kalau belum ya kami berangkat aja dulu."    

"Aku juga maunya juga gitu, tapi apa daya, semalam aku ketiduran. Hiks. Kamu perginya nanti aja nggak bisa ta Lan?"    

"Mana bisa Tan. Aku nanti malam ada kelas masalah e. Kalau nggak ada kelas kaya anak satu ini ya nggak masalah."    

"Lho?! Anak ini libur toh hari ini? Enak kali kau Ndra? Mau tukeran nggak sama aku?"    

"Hahahahaha... makasi deh kak. Hahahahaha... "    

"Idiiihhh... begaya betul nih anak. Ya udah deh berangkat aja kalian. Hati-hati ya! Jangan sampai hilang sama mamakmu ya nak!" Gurau kak Intan melihatku dengan kak Wulan bak ibu dan anak. Kami pun langsung melenggangkan kaki menuruni anak tangga kos dan langsung saja keluar di tengah teriknya matahari meskipun saat itu masih jam 10 pagi.    

Jalan raya yang padat dengan kendaraan yang berlalu lalang, klakson mobil ataupun sepeda motor yang terdengar riuh di sepanjang jalan yang padat, di tambah panasnya terik matahari pagi ini membuatku yang baru keluar rumah saja sudah berkeringat kepanasan. Apalagi di tambah lampu merah di tiap perempatan dengan durasi 60 sampai ada yang 90 menit di setiap titik, seakan terasa di panggang di tengah jalan. Namun semua itu akhirnya di bayar sudah saat pertama kali aku masuk ke dalam mall terbesar di Surabaya. Dari pintu masuk terlihat begitu ramai oleh pengunjung yang berlalu lalang di sana. Baik tua, maupun muda hingga anak kecilpun terlihat bahagia berada di dalam sana. Hawa dingin dari pendingin ruangan yang sejuk membuatku seketika terasa begitu segar, di tambah kak Wulan membelikanku minuman es teh yang segar dan dingin di stand pojok dekat pintu masuk.    

"Lho Ndra, kamu nggak di samperin pacarmu hari ini?" Tanya kak Wulan tiba-tiba saat sedang menghabiskan es tehnya.    

"Hah? Uhm... iya besok katanya mau ke sini." Jawabku.    

"Ohh... Kirain tiap hari kamu ketemuan sama pacarmu.."    

"Nggak kak. Aku sama pacarku jarang banget ketemuan. Yahhh... namanya aja LDR. Jadi ketemuannya ya... kalau nggak satu bulan sekali ya sesempetnya." Ucapku dengan santai.    

"Awas lho kalau jarang ketemuan gitu patut di curigai juga."    

"Hahahaha... Aku nggak terlalu suka curiga-curiga gitu sama pacar. Aku percaya aja. Malah kalau di curigai akunya bisa-bisa di bohongi terus. Nggak mau lah kak. Emang kenapa? Keliahatan banget ya?"    

"Uhmmm.. gimana ya... Ya aku cuman kasih tahu kamu aja. Soalnya aku sering banget dan sudah pengalaman pacaran LDR kaya kamu gini. Dan ujung-ujungnya aku yang di tinggal cowokku yang dulu sama cewek lain di kota rantau yang ia kunjungi. Ya sama, kaya kamu. Aku itu nggak suka curiga sama cowok. Tapi malah kaya gitu balasannya. Ya sudah. Makanya kalau sekarang aku pacaran nggak mau LDR-an lagi. Kalau sudah siap pacaran ya sekalian aja nikah." Terang kak Wulan.    

"Lha terus sekarang sudah punya pacar lagi kak?"    

"Nggak. Aku masih nggak mau pacaran dulu. Tunggu selesai kuliahku aja. Kalau memang Tuhan dekatkan jodohku juga aku pengennya langsung nikah. Nggak mau pacaran lama-lama. Kalau nanti sudah di lamar barulah aku harus sudah selesai S2ku ini." Terangnya sambil berjalan memasuki toko baju muslim yang terlihat bagus-bagus setiap koleksinya.    

Warna-warna nude dan pastel membuatku tertarik untuk melihat satu persatu koleksi yang ada di toko ini.    

"Waahhh... bagus-bagus juga ya baju-bajunya." Ucapku dengan nada kagum dan tak lepas mataku melihat setiap detil baju yang ada di sana.    

"Ndra! Sini deh!" Panggil kak Wulan yang sudah berada di ruang ganti.    

"Gimana Ndra? Bagus nggak?"    

Aku hanya terpukau melihat kak Wulan yang sedang mengenakan baju gamis panjang dengan warna pastel pink dan ungu yang bertumpuk satu sama lain. Baik dari segi potongan kain yang assimetris pada baju tersebut membuat kesan kak Wulan mengenakan dress yang terlihat elegan. Meski tak banyak detail baju yang diperlihatkan pada baju tersebut. Aku hanya mengangguk dan mengulurkan kedua ibu jariku pada kak Wulan. Terlihat pula ekspresinya yang terlihat sangat menyukai dengan penilaianku, ia langsung masuk kembali ke dalam bilik ruang ganti dan langsung mencoba baju yang lainnya.    

Hampir 30 menit aku menunggu kak Wulan memilih baju yang ia inginkan, aku asik melihat-lihat baju di toko lain. Tepat saat aku sedang melihat baju kaos dengan gambar sablon teddy bear besar di bagian depan, di sebelahku ada seorang perempuan yang terlihat lebih muda dari aku. Perempuan itu memiliki postur yang lebih tinggi dari aku, kulit yang putih bersih, dan rambut yang berwarna kuning pirang. Namun saat aku melirik ke arah wajah perempuan itu, ia terlihat norak dengan makeup yang cukup tebal bagi anak seusia dia. Gaya pakaiannya juga terlalu terbuka, ia mengenakan kaos ucansee hitam dengan hotpant jeans dengan aksesoris rantai-rantai yang menjuntai di pinggir celananya. Ditambah sepatu high heels setinggi 10 cm menambah kesan dewasa tersendiri pada perempuan itu. Aku hanya terdiam dan tak memperdulikan perempuan tersebut. Namun siapa sangka jika perempuan yang ada di sampingku itu merupakan selingkuhan Dito yang tanpa sengaja bertemu denganku siang itu.    

"Ndra!" Panggil kak Wulan yang sudah selesai berbelanja, akupun langsung menghampirinya yang sudah menunggu di depan toko baju yang ia datangi tadi.    

"Gimana kak sudah beli?" Tanyaku.    

"Ini sudah kok. Kamu nggak beli apa-apa Ndra?" Tanya kak Wulan yang langsung mengajakku untuk berkeliling mall siang itu.    

"Nggak kak. Hehehe... Kalau aku beli baju, uang sakuku bisa langsung habis. Mending tunggu papaku yang belikan aja nanti. Hahahahaha..."    

"Oohhh… gitu… Ow ya, kamu sudah lapar belum Ndra? Yuk kita beli makan yuk."    

"Iya lapar sih kak. Boleh lah. Mau makan di mana?" Tanyaku sambil terus melihat ke kanan dan ke kiri.    

"Gimana kalau makan di foodcourt aja? Pilihannya lebih banyak dan harganya juga nggak terlalu mahal."    

"Boleh tuh kak. Yuk lah!" Ucapku dengan semangat langsung mengajak kak Wulan menaiki tiap lantai menggunakan eskalator hingga ke lantai paling atas, dimana tenan-tenan makanan banyak berjejer menunggu pembeli datang.    

Di saat aku sedang berjalan menuju ke lantai food court, tepat di lantai empat, aku melihat perempuan itu sedang berjalan dari satu toko ke toko yang lain. Tanpa sengaja jug amataku terus memperhatikan perempuan tersebut yang melenggangkan kakinya bak model berjalan ke arah seorang pria muda yang sedang duduk di sebuah cafe yang tak jauh dari toko baju di sana.    

("Kok dari gayanya aku kenal sih cowwok itu? Kaya gayanya Dito.") Gumamku dalam hati sambil terus memperhatikan perempuan itu yang langsung duduk di hadapannya.    

Namun saat itu aku benar-benar tidak tahu jika itu benar-benar Dito yang sedang berjalan dengan cewek lain, karena terakhir Dito menghubungiku pagi tadi sedang berada di penginapan maminya.    

"Ndra! Dyandra!" Panggil kak Wulan.    

"Hah? Apa kak?"    

"Kamu ini dari tadi lagi perhatiin apa sih?"    

"Nggak kak. Hehehehe... Cuman lihat ada cewek yang norak gitu gayanya. Jadi menarik di mata. terus cowoknya juga mirip kaya cowokku aja. Hehehe.."    

"Ooohh... Eh, kamu mau makan apa nih? Ini kita sudah di foodcourt." Ucap kak Wulan sambil melihat satu persatu tenan makanan yang ada di sana.    

"Uhhmmm.. aku makan itu aja deh. Ayam goreng. Kalau kakak makan apa?"    

"Boleh deh. Sama'an aja. Ya udah lah sana antri dulu." Ucap kak Wulan sambil mengajakku mengantri yang sudah cukup panjang.    

Setelah mengantri cukup lama, sekitar 20 menit, akhirnya kami berdua mendapatkan makanan yang kami pesan dan kami langsung duduk pada bangku yang tak jauh dari stand makanan yang kami pesan.    

"Ow ya Ndra." Ucap sepatah kata dari kak Wulan saat kami sedang makan.    

"Apa kak?"    

"Yang kemarin malam itu, akhirnya siapa yang nyari'in kamu?" Tanya kak Wulan tiba-tiba.    

"Nggak tahu. Sampai sekarang juga aku masih bingung siapa yang manggil aku. Aku sampai tanya ke teman-temanku juga mereka bilangnya nggak ke kosku ataupun manggil aku kok kemarin. Kenapa kak?"    

"Kamu mau tahu sesuatu nggak?" Ucap kak Wulan dengan suara lirih.    

"Apa itu kak?" Tanyaku yang semakin penasaran saat melihat ekpresi kak Wulan yang telihat serius, namun setengah khawatir untuk mengatakan kepadaku.    

"Tapi kamu jangan takut ya setelah aku cerita ini. Takutnya, setelah aku cerita kamu malah nggak beranilah, takutlah, atau malah pindah kos-an lagi." Ucapnya dengan hati-hati.    

"Emang ada apa kak?" Tanyaku lagi dengan ekspresi yang semakin penasaran.    

"Uhmmm.. Kemarin malam sewaktu kamu ada yang manggil itu beneran kamu di panggil, tapi bukan sama manusia."    

"Hah? Serius? Terus siapa yang manggil aku kak?"    

"Si mbak K itu. 'Dia' penghuni kos-an kita. Nggak jahat sih... Tapi terkadang si mbak K itu usil. Apalagi sama orang-orang baru. Memang nggak pernah nampakin diri sih. Tapi seringkalinya usilnya itu bikin orang jantungan."    

"Hah? Masa sih kak? Emang ada mbak K itu di kos-an? Kok kakak tahu?"    

"Iya, soalnya aku bisa lihat 'mereka'. Makanya aku mau kasih tahu ini malam itu, tapi nggak berani cerita ke kamu. Tapi Aku rasa kamu bisa ngerasain kehadiran 'mereka' ya?"    

"Iya sih kak. Tapi kalau itu aku nggak tahu sama sekali." Ucapku.    

"Yaahhh… pokoknya yang kemarin itu yang manggil-manggil kamu itu bukan manusia. Dia cuman usil dan pengen kenalan sama kamu. Uhmmm.. kalau aku lihat kamu itu menarik buat 'mereka' makanya 'penghuni' di kos-an berani usilin kamu. 'Dia' juga sering banget nongkrong di balkon. Jadi kalau pas kamu lagi di balkon terus ada hawa-hawa dingin yang buat kamu merinding, ya itu. 'Dia' lagi di sana." Ucap kak Wulan sambil menghabiskan sisa makanannya.    

"Lah aku sebelum itu pernah di ganggu pas tidur. Tepat jam tiga pagi kak, punggungku ada yang nyolek sampai tiga kali. Terus pas kebangun, selimutku kebuka, padahal nggak ada orang sama sekali di dalam kamarku, apalagi kipas anginku nggak mungkin nerbangin selimutku. Aku lho sampe lihat ke bawah tempat tidurku nggak ada apa-apa di sana. Itu apa ya kak? Aku sampe nggak bisa tidur malam itu sampe jam lima pagi baru bisa tidur." Ucapku.    

"Uhhmmm… bisa jadi ya si mbak itu…"    

Aku terdiam cukup lama, dengan pikiran yang penuh dengan berbagai pertanyaan kepada kak Wulan yang bisa tahu hal-hal yang menurutku tak masuk akal dan banyak hal yang bebau mistis ini, namun aku nggak berani sama sekali menanyakan hak itu. Aku nggak mau jika nantinya kak Wulan tersinggung dengan pertanyaanku. Menurutku juga ini merupakan suatu hal yang sensitif dan personal banget. Sampai saat aku melihat ke arah toilet food court dimana terlihat banyak orang yang berlalu lalang keluar masuk ke sana. Di saat itu juga aku baru melihat Dito baru saja membasuh tangannya di wastafel dekat pintu masuk ke toilet. Aku memperhatikan baik-baik kemana ia akan pergi duduk. Namun sayang, aku terhalang dengan seorang pria yang memiliki tubuh yang besar dan tambun tepat di depannya, sehingga aku tak dapat melihat dengan jelas siapa yang duduk dengannya saat itu. Aku mencoba menengok ke kanan dan ke kiri, namun tetap saja tubuh pria yang sejajar denganku itu benar-benar menghalangi pandanganku saat itu.    

Aku mengambil ponselku yang aku taruh di tas, dan langsung saja mengirim pesan ke Dito untuk memastikan apakah cowok yang aku lihat itu benar-benar dia.    

14.10 PM [" Beeeebbb… kamu lagi ngapain?"]    

"Kenapa Ndra?" Tanya kak Wulan.    

"Ah, nggak apa kok kak, cuman tadi aku sekilas lihat orang yang mirip banget sama pacarku. Tapi rasanya bukan. Soalnya aku chat orang itu nggak lihat ponselnya sama sekali.    

"Coba kamu telepon. Kalau dia memang pacarmu pasti akan angkat teleponmu." Ucap kak Wulan.    

Akhirnya aku mengikuti ucapan kak Wulan dan langsung menghubungi Dito saat itu juga, namun apa yang aku dapat hasilnya nihil. Dito siang itu tak juga mengangkat teleponku hingga tiga kali. Semua panggilan yang aku lakukan siang itu berdering tidak aktif. Perasaanku semakin tidak nyaman, seakan ada sesuatu yang mengusikku, namun aku nggak tahu sama sekali itu apa. Lalu wajahmu mulai terlihat gelisah dan seperti orang kebingungan. Kak Wulanpun tak berani melakukan banyak hal, dan membiarkanku untuk menyelsaikan masalahku sendiri. Hingga ketika kak Wulan memegang tangan kiriku, saat ia hendak mencoba menangkanku, di saat itu juga tangan kiriku terasa ada seperti listrik yang mengalir, lalu aku mendapatkan penglihatan tentang pacarku saat itu juga.    

Seperti sedang melihat televisi secara langsung, aku berada di tempat yang sama. Yap. Aku masih di dalam foodcourt yang sama bersama kak Wulan. Namun, yang membuatku tersadar, jika yang aku lihat saat ini berbeda dengan kenyataan, dimana terlihat semua orang yang ada di sekitarku terdiam membatu. Tak ada yang bergerak sekalipun, hanya aku yang terlihat dapat bergerak dengan bebas. Aku langsung bangkit dari tempat dudukku dengan perlahan, melihat kak Wulan yang masih memegang tanganku dengan tatapan khawatir. Lalu aku berjalan menuju ke bangku dimana orang yang mirip dengan Dito duduk. Aku sangat terkejut saat melihat apa yang ada di depan mataku saat itu juga.    

"Ini benar-benar Dito." Ucapku lirih sambih terus menatap ke orang yang duduk dengan tatapan tersenyum itu.    

Aku menoleh ke arah kiri, dan melihat siapa yang duduk di seberang Dito saat itu juga.    

"I-inikan… cewek yang tadi aku lihat di toko baju itu? Cewek norak itu kan?" Ucapku sambil terus memperhatikan baik-baik wajah cewek yang duduk sambil memegang cermin kecil di tangan kanannya.    

Aku melangkah ke belekangan beberapa langkah, tak bisa mengatakan apapun saat itu juga, hanya bisa mengingat ekspresi yang Dito tunjukkan kepadaku. Dan ketika aku melangkah satu langkah ke belakang, seketika saja semua orang bergerak seperti sedia kala, namun yang membuatku semakin bingung ialah mereka tidak dapat melihatku sama sekali. Di saat yang bersamaan, aku melihat Dito yang menggenggam kedua tangan perempuan itu dengan tatapan yang terlihat mereka saling suka satu sama lain. Sedangkan tubuhku terasa tertarik ke belakang dan aku saat itu juga sudah kembali duduk di hadapan kak Wulan.    

("Apa yang baru saja aku lihat tadi ya? Kok bisa?") Gumamku dalam hati.    

"Kenapa Ndra?" Tanyak kak Wulan.    

"Eehh… Itu kak, umm… Nggak apa. Hehehehe…" Ucapku gugup tak berani mengungkapkan apa yang baru saja aku lihat. Aku nggak mau kak Wulan takut denganku ataupun merasa aku aneh.    

Namun siang itu kak Wulan langsung mengajakku pergi dari foodcourt saat itu juga setelah melihat kami sudah selesai dengan makan siang kami saat itu. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, kami langsung melenggangkan kaki keluar mall dan kembali ke kos-an.    

Jujur, saat selama perjalanan dari keluar mall sampai tiba di depan rumah kos, aku lebih banyak diam dan terus teringat akan hal yang baru saja aku alami ini. Ini kedua kalinya aku mengalami hal seperti ini. Seperti sedang menonton televisi sebsar dan terlihat nyata di depan mataku sendiri. Aku terdiam seperti orang linglung yang nggak memiliki tujuan dan arah pandangan hidup, sampai-sampai saat membuka pintu gerbangpun, aku salah mengambil kunci yang seharusnya kunci untuk pintu gerbang, namun aku membukanya dengan kunci kamarku.    

"Ndra!" Bentak kak Wulan yang melihatku ada yang nggaka beres saat itu, dan langsungs mengambil alih kunci yang aku pegang dan membukanya sendiri.    

"Ah, sori kak kalau akua bukan lama. Dari tadi nggak bisa terus gemboknya." Ucapku.    

"Bukan nggak bisa gemboknya sayaaanng… Tapi kamunya terus ngelamun sampai-sampai kunci yang kamu pakai itu kunci kamarmu sendiri. Nih!" Tunjuk kak Wulan kepadaku kunci yang salah aku masukkan. Aku hanya tersenyum mali melihat apa yang barusan aku lakukan, dan segera membantu kak Wulan membawakan semua barang belanjaan yang ia beli ke lantai atas.    

"Wweeee… cece abis shopping nih! Sama pacar cece ya?" Ucap Winda yang selalu rebahan di sofa dengan celana pendeknya dan juga tanktop hitam.    

"Nggak Win. Sama kak Wulan. Tuh orangnya barusan naik." Ucapku yang sudah menaruh semua belanjaan di sebelah kamar kak Wulan.    

"Naik apa kakak belanja itu? Di mall kah?"    

"Iya Win. Di mall sini lho. Tadi naik motor lahh… kalau naik anjem sayang uangnya bisa buat beli makan."    

"Aahhh… iya juga sih, kakak kan punya motor ya di sini."    

"Kau lagi ngapain di sini Win?" Tanyak kak Wulan yang melihat Winda yang tengah asik menikmati tidurnya di sofa yang terlihat tanyaman untuk di tempati.    

"Mau tidurlah lah kak."    

"Kau ngapain tidur di sini? Tidur di kamarmu sana lho! mana enak juga tidur di situ?" Ujar kak Wulan yang sudah memasukkan semua barang belanjaannya ke dalam kamar.    

"Di kamarku panas kali kak. Makanya aku buka kamarku lebar-lebar dan aku tidur di sini. Di sini lebih dingin e dari kamarku." Ucapnya dengan santai.    

"Ya sudah kalau kau mau tidur, aku mau masuk ke kamar dulu ya… Ndraaa… kamu ada di kamar kah?"    

"Iya kak. Ini lagi ganti baju."    

"Nanti kalau sudah selesai, ke kamar ku ya?" Ucap kak Wulan dari balik pintu kamarku.    

"Iya kak." Jawabku singkat.    

5 menit setelah aku selesai gangi baju, akupun langsung menghampiri kamar kak Wulan yang terlihat sedang terbuka sedikit pintunya, lalu aku langsung masuk ke dalam kamarnya sambil melihat kak Wulan yang sedang merapikan dan memilah baju yang baru saja ia beli tadi.    

"Kenapa kak?" Tanyaku saat memasukkan setengah badanku ke dalam kamarnya.    

"Sini Ndra. Masuk'o terus tolong tutup pintunya." Ucapnya yang terus fokus melepas semua label baju yang masih tergantung.    

"Ada apa kak?" Tanyaku sekali lagi.    

"Kamu nggak apa?" Tanyanya dengan santai.    

"Nggak tahu kak." Jawabku sambil melihat ke arah luar jendela kamar.    

"Hmmm… sek yaa… tak rapikan ini dulu." Ucap kak Wulan yang langsung bergegas meneyelesaikan semua label baju yang belum terlepas. Tangan sigapnya langsung memilah baju yang sudah terlepas labelnya dan yang belum, sembari memasukkan kembali ke tas belanjanya kembali agar tidak berantakan.    

Tak membutuhkan waktu yang lama saat aku menunggu kak Wulan merapikan semua bajunya, lalu ia menaruh di pojokan tempat tidurnya dan langsung duduk bersila menghampiriku. Ia menatapku dengan dalam, dengan matanya yang terlihat berwarna coklat gelap, bulu matanya yang masih terlihat di lapisi maskara hitam, serta pupil yang terlihat bergerak membesar dan mengecil.    

"Ndra, apa yang kamu lihat saat kita tadi lagi di mall?" Ucapnya spontan kepadaku tanpa menunjukkan ekspresi apapun.    

Aku menceritakan semua yang aku alami selama aku di mall bersama kak Wulan siang tadi dan dengan seksama kak Wulan mendengarkan ceritaku sampai selesai. Sontakpun air mata mengalir perlahan membasahi pipiku. Aku mengusap sekali air mataku, namun tak kunjung henti, malahan setiap kali aku mengingat hal itu, tangisanku semakin kencang. Aku menangis tersedu-sedu di hadapak kak Wulan yang terus menggenggam kedua tanganku hingga akhirnya memelukku dengan hangat. Lalu setelah 30 menit aku menangis tersedu-sedu tanpa henti, akhirnya kak Wulan memberi tahuku segalanya tentang dirinya dan apa yang selama ini aku alami hari itu juga.    

Tapi siapa sangka kenyataan yang baru aku tahu tentang kak Wulan membuatku semakin takjub dan juga bisa lebih dekat dengannya, apalagi aku memiliki kemampuan yang mirip dengannya.    

Rahasia apa yang di ceritakan kak Wulan kepada Dyandra ya?    


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.