The Eyes are Opened

Hubungan Yang Nggak Bisa Dipertahankan (Part 02)



Hubungan Yang Nggak Bisa Dipertahankan (Part 02)

0Nggak pernah kebayang jika rasa sakit dari sebuah arti perpisahan itu begitu sangat menyakitkan dan terasa seperti menyayat hati. Memang saat berpacaran dengan Dito, Tuhan seakan sudah tidak merestui hubungan kami dari awal. Aku sudah merasakan dan mendapatkan tanda-tanda jika kami bukanlah pasangan yang ditakdirkan bersama. Aku hanya selalu mengulur waktuku sendiri untuk merasakan semua ini. Namun di sisi lain saat aku mulai memikirkan dengan kepala dingin, apa yang aku alami saat ini merupakan sebuah anugerah tersendiri. Dimana aku sudah terlepas dari hubungan yang toxic ini. Tak ada lagi orang yang terlalu possessive kepadaku, yang membuatku tak enak hati jika sedang keluar sama teman-teman kuliahku. Namun di sisi lain juga aku merasa kesepian. Aku tahu jika ini hanya kesepian yang sesaat, tapi baru satu hari saja hubungan ini berakhir, terasa sudah satu bulan lamanya. Beberapa kali aku berpikir kenapa aku sangat susah untuk melepaskan Dito meskipun aku selalu di perlakukan kasar, di selingkuhi, bahkan di caci maki. Namun berkali-kali pula setiap ia meminta maaf aku selalu memaafkannya dengan setulus hati. Terasa aku ini bodoh sekali dalam percintaanku kali ini. Aku benar-benar sudah di butakan oleh yang namanya CINTA, hingga menutup segala hal yang jelek dari pasanganku saat itu.     

Kini aku mulai memahami jika apa yang selama ini aku lihat, baik itu Tuhan kasih aku penglihatan secara langsung, ataupun dari dalam mimpi, itu adalah salah satu tanda-Nya jika aku harus mengakhiri hubunganku dengan Dito, agar aku tidak mengalami sakit hati yang begitu dalam kedepannya. Dan dari itu semua, tepat siang kemarin, aku luapkan semua persaanku di depan kak Wulan.     

[Drrrrttt! DDrrrrrttt!]     

"Ya hallo?"     

["Aku sudah di depan."]     

"Ya tunggu bentar. Aku bukain pintu." Jawabku mengakhiri panggilan pagi itu.     

Baru saja aku menerima panggilan telepon dari Dito. Tepat pukul 09.00 WIB ia menghampiriku di kos-an. Seperti apa yang ia ucapkan minggu lalu, jika ia ingin menemuiku hari sabtu. Aku langsung keluar kamar dan membukakan pintu gerbang untuknya. Terlihat Dito yang sedang menunggu di dalam mobil sambil asik bermain game di ponselnya. Aku melihatnya dari jauh, terdiam dan tak bergeming sama sekali sampai ia menyadari jika aku sudah berada di depannya.     

("Wajahnya sama, ponsel yang aku lihat juga sama. Meskipun baju yang ia kenakan tidak sama dengan yang kemarin, bisa aja dia bawa baju ganti atau memang dia pulang ke rumahnya dan baru hari ini dia kembali ke sini. Namun... Apa aku yakin buat mengungkapkan semua perasaanku kepadanya hari ini juga? Apa aku sanggup untuk bisa tegar mengucapka jika kita lebih baik mengakhiri hubungan ini? Ya Tuhaaannn.. kuatkan hatiku... Jika memang ini yang terbaik buat mengakhiri semua ini, lancarkanlah Tuhan...") Gumamku sambil berdoa di dalam hati.     

Tepat baru saja aku selesai berucap di dalam hati, Dito langsung melirik ke arahku dan dengan cepat pula ia menutup ponselnya, lalu bergegas keluar dari mobil. Tak pula dengan tas dan laptop yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Ia hanya melihatku dari dalam mobil dan langsung masuk ke dalam ruang tamu kos-an begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata ataupun tersenyum kepadaku seperti dulu. Akupun hanya mengikutinya dari belakang sambil tak lupa menutup gerbang kos-an agar tidak ada orang lain yang masuk ke dalam kos.     

"Sudah makan ta?" Tanyaku sambil duduk di bangku depannya.     

"Belum. Kamu sudah makan ta nik?"     

"belum juga. Mau beli sarapan dulu? Di depan ada orang jualan bubur ayam, nasi pecel, nasi kuning."     

"Ya boleh deh."     

"Ya udah, tunggu sebentar. Aku mau ganti baju dulu ya. Kamu tunggu di sini." Ucapku yang langsung beranjak dari tempat duduk dan naik ke atas untuk mengganti baju tidurku.     

"Ndra. Pacarmu datang ya?" Bisik kak Wulan.     

"He'e kak."     

"Ya udah. Selesaikan baik-baik. Jangan di ulur-ulur lagi kalau aku bilang, nanti malah semakin rumit saat kamu ingin lepas dari dia." Ucapnya lirih sambil menepuk pundakku. Aku hanya membalasnya dengan menganggukkan kepala lalu langsung masuk ke dalam kamar.     

"Kak aku pergi beli makan dulu ya..." Ucapku berpamitan dengan kak Wulan yang sedang asik mengerjakan tugasnya di meja makan setelah mengganti bajuku.     

"Ya. Hati-hati." Jawab kak Wulan sambil melambaikan tangannya kepadaku.     

Pagi menjelang siang, saat itu aku mengajak keluar Dito untuk membeli makan di sekitar kosan dengan jalan kaki. Kami menyusuri satu tempat makan ke tempat makan lainnya yang sesuai dengan keinginan Dito pagi itu. Hingga akhirnya kami memutuskan makan di warung biru yang ada di gang belakang. Selama menunggu makanan yang kami pesan datang, kami tak banyak berbicara satu dengan yang lain. Kami saling diam satu sama lain. Dito yang sibuk dengan ponselnya dan tak memperhatikanku sama sekali. Sedangkan aku terus memperhatikan setiap gerak geriknya, wajahnya yang terlihat selalu bersih, pakaiannya yang selalu rapi dan wangi, semua yang menempel di tubuhnya aku perhatikan baik-baik.     

"Kenapa?" Tanyanya saat ia melihatku sedang memperhatikannya sedari tadi.     

"Ah, nggak apa kok. Emang nggak boleh aku lihatin?"     

"Ya boleh-boleh aja kok. Tapi tumben banget kamu jadi pendiam gini? Biasanya kamu cerewet banget."     

"Ya lagi malas ngomong aja."     

"Permisi... Tadi pesan nasi campur telur dadar kornet satu, sama sayur asem bandengnya satu ya?" Ucap seorang pelayan yang sedang mengantarkan makanan di meja kami saat itu.     

"Ah, iya benar mas." Jawabku menerima dua piring makanan penuh yang hendak kami makan.     

"Kamu mau kemana aja hari ini?" Tanyaku memecah keheningan kami sedari tadi.     

"Uhmm... Nggak kemana-mana juga. Cuman ke kos-anmu aja. Kenapa? Kamu mau jalan-jalan keluar ta?"     

"Nggak. Aku nanti sore ada ibadah doa bersama." Jawabku. Lalu keheningan kembali lagi sembari kami menghabiskan makanan kami.     

"Mas sudah!" Ujar Dito saat melihat kami sudah selesai makan.     

Ia langsung mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya dan membayarkan semua makanan dan minuman yang kami beli saat itu. Lalu setelah ia membayar semuanya, kamipun langsung meninggalkan warung biru dan berjalan kembali ke kos-an. Kami masih terus saling membungkam mulut kami masing-masing. Sesekali Dito membuka ponselnya dan mengetik sesuatu di sana sambil terlihat sesekali ia tersenyum saat membaca pesan yang ia terima.     

"Kamu lagi chattingan sama siapa sih?! Kok dari tadi kelihatannya lebih sibuk sama ponsel dari pada sibuk ketemuan sama aku." Ucapku dengan nada ketus tanpa melihat wajahnya.     

"Apa sih nik! Orang ini chattingan sama client kok! Ada beberapa clientnya mamiku mau sewa tempat buat acara lamarannya sampai nanti pernikahannya." Terangnya.     

"Ohh... gitu. Kamu kemarin kemana? Kok aku telepon beberapa kali nggak di angkat."     

"Ohh... itu... Aku kemarin... ya di rumah. Ponselku lobat jadi nggak tahu kalau ada panggilan masuk." Ucapnya terdengar ada kebohongan.     

"Masa sih? Kok tumben ponselmu di charge kok kamu nggak lihat ponsel sama sekali. Apalagi kamu lagi di rumah. Emang kamu lagi ngapain seharian sampai-sampai nggak balas pesanku ataupun telepon aku kembali."     

"Ya maaf nikk.."     

"Apa kamu kemarin lagi keluar ta? Sama seseorang gitu?" Tanyaku memancing kebenaran yang aku lihat kemarin.     

"Nggak kok. Beneran nik aku di rumah. Lagi nggak perhatian aja sama ponsel. Apalagi lagi aku charge." Ucapnya yang terus menyangkal.     

"Uhmmm.. kita ngobrol di dalam mobil mu aja gimana? Di dalam ruang tamu kos-an lagi ada tamu dari anak kos lain." Ucapku yang baru saja membuka gerbang kos dan melihat seorang pria sedang duduk di ruang tamu.     

"Oh, ya udah kalau gitu." Jawabnya yang langsung membuka kunci pintu mobilnya yang terparkir di seberang kosku.     

Kami berdiam diri sejenak di dalam mobil yang terlihat gelap dari luar, dan sesekali petugas keamanan komplek berkeliling memastikan tidak ada orang yang bertindak mencurigakan. Lalu akhirnya Dito memutuskan untuk membawa ku berkeliling kompleks dengan mobilnya sambil menghabiskan waktu bersama. Kami masih tak bergeming satu sama lain selama kami memutari komplek sudah sebanyak tiga kali. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk berhenti di depan rumah kosong dan teduh di bawah pohon. Ia mematikan mesin mobilnya agar tidak terlihat mencurigakan, lalu ia menatap wajahku cukup lama seakan ia hendak melakukan sesuatu kepadaku. Jantungku seketika itu juga berdegup kencang. Tak biasanya aku merasakan hal seperti ini saat bersama dengan Dito. Perlahan tangan kirinya menyentuh tangan kananku, lalu ia menyentuh paha kananku dan mengelusnya dengan lembut. Suasana di dalam mobil menjadi terasa lebih panas dan bergairah. Semakin lama pula wajahnya menjadi semakin dekat dengan wajahku hingga tinggal satu centi dari hidungku. Nafasnya yang hangat terasa berhembus di pipiku semakin lama semakin cepat. Aroma tubuhnyapun tercium begitu lekat di hidungku hingga kulit kami menjadi saling bersentuhan satu sama lain. Bibirnya menyentuh di ujung bibirku, perlahan demi perlahan hingga akhirnya bibir kami saling bertemu. Terasa lembut dan hangat saat pertama kali merasakan bibirnya yang mulai menghisap semua bibirku ke dalam mulutnya. Yap. Kami berciuman di dalam mobil siang itu. Sesekali ia meraba punggungku dengan lembut dan memelukku dengan sangat erat. Terasa nafasnya yang semakin lama semakin cepat, dan lebih bergairah dari pada sebelumnya. Hingga ketika tangan Dito mulai meraba buah dadaku, aku langsung terkejut dan seketika mendorongnya kebelakang. Iapun terkejut melihatku seperti itu dan ekspresinya pun langsung berubah seakan tak suka dengan apa yang barusan aku lakukan kepadanya.     

"Kenapa?" Tanyanya sambil mengernyitkan kedua alisnya.     

"Nggak. Kita sudah aja." Ucapku sambil memalingkan muka seakan sudah enggan dengan Dito.     

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Dito langsung menyalakan mesin mobilnya dan langsung berjalan menuju ke kos-anku. Aku paham dengan ekspresi Dito saat itu, namun aku nggak bisa meneruskan semuanya. Apalagi aku teringat dengan apa yang aku lihat kemarin. setibanya di depan kos ku, Dito menanyakan kembali alasanku mendorongnya saat kami sedang berciuman, dan aku akhirnya menceritakan semua yang sudah aku lihat kemarin.     

"Dit, lebih baik hubungan kita, kita akhiri sampai di sini aja." Ucapku baru sepatah kata. Terlihat dari ekspresi Dito yang terkejut mendegar hal itu keluar dari mulutku secara langsung hingga ia membuka matanya lebar-lebar.     

"Hah? Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba? Kamu nggak lagi bercanda kan nik? Aku ke sini ini kangen kamu lho nik. Bukan mau dengar ucapanmu kaya gini." Ucapnya sambil memegang kedua tanganku untuk meyakinkanku.     

"Iya. Kamu nggak salah dengar kok. Aku… ingin kita putus."     

"Kenapa? Apa salah ku ke kamu nik? Apa jangan-jangan di sini kamu sudah punya yang lain ya?!"     

"Nggak. Aku rasa, kamu yang sudah memiliki yang lain selain aku. Aku… aku… nggak sengaja lihat kamu di mall kemarin bersama cewe lain. Aku mancoba meyakinkan diriku jika itu bukan kamu. Tapi… yang aku lihat, itu beneran kamu Dit. Aku menghubungimu, tapi kamu nggak mengangkat teleponku sama sekali. Pesanku pun nggak ada yang kamu balas."     

"Lho? Aku sama cewek lain di mall? Eh, paling kamu salah lihat nik. Lagian kan aku sudah bilang aku lagi ada ketemu client kemarin."     

"Katanya kamu lagi di rumah, ponselmu lagi di charge sampai-sampai kamu nggak perhatian sama sekali dengan ponselmu. Kok sekarang bilangnya kamu ketemu client? Jadi benar kamu kemarin ada di Surabaya, tapi ketemu yang lain?"     

"Nggak. Nggak nik. Eh, iya salah maksudku, kemarin memang di rumah, tapi pas pagi ya aku ada ketemu client bentar." Ucapnya yang terbata-bata seakan kebingungan untuk menutup semua kebohongannya.     

"Iya sudsh kalau gitu Dit. Terima kasih atas segala kejujuranmu dan kebohonganmu selama ini. Aku mungkin saat ini nggak bisa terima dengan apa yang sudah terjadi pada kita. Padahal banyak aku menaruh harapan kepadamu, aku juga ingin hidup berdampingan denganmu sampai tua nanti. Tapi memang kita tidak berjodoh dan kini aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini." Ucapku sambil menahan ajr mata yang mulai mengalir perlahan di pipiku.     

Dengan cepat aku langsung keluar dari mobil Dito dan berlari menuju ke pintu gerbang kos-an tanpa berpaling kembali melihat Dito yang masih kebingungan dan terlihat tak terima dengan keputusanku. Ia langsung mengejarku masuk ke dalam kos-an dan menarik tanganku ke ruang tamu. Mendudukkan ku di bangku dan ia terus menatapku dengan tatapan yang kecewa dan tak terima.     

"Apa lagi? Bukannya kamu harusnya pulang?" Tanyaku lirih.     

"Nggak. Aku nggak mau kita putus. Aku sayang sama kamu nik." Ucapnya dengan nada memelas.     

"Nggak bisa Dit. Kita sudah putus. Aku juga sudah nggak mau sama cowok yang tukang selingkuh. Aku tahu ini berat buatku, maupun buatmu, tapi ini juga terbaik buat hubungan kita. Sudah, lepaskan aku Dit."     

"Nggak nik. Aku sudah terlanjur sayang sama kamu nik. Aku nggak mau kita putus. Aku minta maaf kalau aku banyak salah sama kamu. Tapi kalau putus, jangan nik. Aku nggak bisa kehilangan kamu." Ucapnya sekali lagi sambil berlutut dan terus memohon kepadaku, meskipun kami beberapa kali di lihat oleh anak-anak kos yang lalu lalang keluar masuk kosa-an, namun Dito tetap tidak mau beranjak dari posisinya dan terus berlutut sampai aku memaafkannya.     

"Sudahlah Dit! Aku sudah kesal sama kamu! Aku marah sama kamu! Dan aku juga sudah benci sama kamu! Aku capek Dit, capek! Tiap kita bertengkar selalu saja aku yang salah, selalu saja aku yang juga mengalah, dan yang paling utama kamu selalu memaki aku bahkan mengatain aku dengan kaat-kata yang kasar keluar dari mulut manismu itu! Aku capek Dit! Capek!" Ucapku dengan mengeluarkan semua amarahku pada Dito, hingga akhirnya air mataku tak terbendung lagi.     

Disaat aku sedang menangis dan Dito hanya terdiam membisu tanoa mengucapkan selatah katapun kepadaku, bahkan meminta maaf dan mengakui jika ia telah berselingkuhpun juga tidak, kak Dita dan ko Kevin tiba-tiba sudah berada di depan kos-an ku. Aku lupa jika aku sedari tadi tak membawa ponselku selama aku dengan Dito. Akupun langsung bergegas menghapus air mataku dan berlari menghampiri kak Dita yang sudah berdiri di depan pintu kos-an.     

"Kakakku datang." Ucapku pada Dito sambil berjalan ke arah gerbang kos-an dan membukakan pintu setelah menghapus semua air mataku dan mencoba untuk bersikap tenang di hadapan mereka berdua.     

"Kamu itu dari mana aja sih?! Kok dari tadi aku hubungi nggak bisa terus! Di telepon juga nggak di angkat lagi!"     

"Aku di kos kok dari tadi. Cuman ponselku nggak aku bawa, aku taruh di kamar." Ucapku sambil terus melihat ke bawah.     

Aku sama sekali nggak berani melihat kak Dita ataupun ko Kevin sama sekali. Namun siapa sangka ko Kevin yang dari tadi berdiri di belakang kak Dita sudah memahami gelagatku dan melihat raut mukaku yang tidak seperti biasanya, di tambah ko Kevin saat ia datang di depan kos ku, ia memperhatikan mobil sedan hitam yang terparkir di seberang kos ku dari tadi. Kak Dita yang terlihat kesal dengaku pun langsung di gandeng oleh ko Kevin sebagai kode jika aku sedang tidak baik-baik aja. Dengan cepat ko Kevin mengajakku masuk ke dalam mobilnya yang berada di sebelah kiri rumah kos ku. Kami bertiga masuk ke dalam mobil dan aku membiarkan sesaat Dito sendirian di ruang tamu kos-an.     

"Apa sih beb?" Tanya kak Dita yang masih belum bisa melihat situasi ku saat itu.     

("Udah jangan marah-marah dulu sama Andra. Tuh kamu nggak lihat hidung sama mata ya merah, abis nangis dia. Lagian mobil hitam itu kan mobilnya Dito.") Bisik ko Kevin pada kak Dita yang duduk di sebelahnya.     

Satu menit sudah di dalam mobil kak Dita dan Ko Kevin terdiam sesaat, seakan memberikanku ruang untuk bernafas dan berpikir dengan jernih sebelum aku mengucapakan ataupun menceritakan apa yang sudah terjadi kepadaku. Perlahan kak Dita langsung memegang kedua tanganku dan mengusap-usapnya seakan berkata jika ia kakak yang sangat peduli kepadaku, ia juga percaya kepadaku, dan ia juga sangat menyayangiku.     

"Aku barusan putus kak sama Dito." Ucapku lirih.     

"Kok bisa? Kenapa kalian putus?" Tanya kak Dita perlahan, ia terlihat takut menanyakan hal itu kepadaku, apalagi jika sampai aku merasa tersinggung dan menangis lagi.     

"Aku kemarin sama anak kos pergi ke mall, dan melihat Dito di sana sama cewek lain. Tadi aku minta penjelasan dari Dito, tapi dia ngga mau ngaku. Minta maaf pun nggak."     

Kak Dita hanya terdiam seakan ia merasa bersalah kepadaku jika sebelumnya ia sudah mengetahui segala kebenaran itu dan tak berani memberi tahukan semuanya kepadaku. Kak Dita dan ko Kevin hanya saling bertatapan satu sama lain, lalu tak lama ko Kevin keluar dari mobil dan masuk ke dalam kos ku untuk menemui Dito yang masih duduk terdiam sendirian di ruang tamu.     

"Kenapa kakak diam aja? Apa ada yang salah?" Tanyaku.     

"Nggak kok." Jawab kak Dita yang langsung memalingkan wajahnya.     

"Kakak ada yang di tutup-tutupin dari Andra ya?"     

"Nggak kok."     

"Udah lah kak. Kalau iya bilang aja iya. Nggak usah pakai malinging muka kaya gitu, Andra kenal kakak kaya gimana kalau sudah kepepet kaya gini. Emang ada apa sih kak?"     

"Ya sebenarnya… kakak sudah tahu kalau… Dito jalan sama cewek lain. Itupun juga nggak sengaja lihatnya. Beneran deh!"     

Aku terdiam mendengar apa yang kak Dita ucapkan barusan, seakan semua dudah tahu, hanya aku yang baru di beri tahu terakhir. Perasaanku semakin bercampur aduk, seakan ingin marah, namun nggak bisa, akhirnya aku menangis di dalam mobil ko Kevin sekencang mungkin, melampiaskan semua yang ada di dalam hatiku saat itu. Kak Dita langsung keluar dari mobil dan masuk, duduk di bangku belakang, tepat di sebelahku. Ia memelukku dengan erat tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia hanya memelukku sambil menepuk lembut punggungku. Aku terus menangis tersedu-sedu hingga akhirnya ko Kevin datang menghampiri kami bersamaan dengan Dito yang juga keluar dari kos-anku dan langsung menaiki mobilnya tanpa mengucapkan apapun kepadaku. Ia langsung menyalakan mesin mobilnya lalu menghilang begitu saja di persimpangan jalan. Aku terus melihatny dari dalam mobil tanpa bisa mengucapakan apapun.     

Aku menangis cukup lama di mobil ko Kevin sampai menghabiskan hampir setenagh tissue ko Kevin untuk mmebersihkan air mataku dan ingus yang terus keluar. 30 menit sudsh berlalu, akhirnya aku mulai tenang dan tangisanku pun berhenti. Di sata itu aku baru menyadari jika gerbang kosku belum aku kunci, akupun bergegas keluar mobil, namun ko Kevin menghentikanku saat itu juga.     

"Sudah aku kunci kok pintu kosmu, jadi aman. Kamu juga nggak bakalan kena omel anak kos atau ibu kos kalau lupa kunci pingu kosmu. Ini kuncinya." Ucap ko Kevin sambil memberikan satu gantungan kunci penuh ke tanganku yang masih membawa segumpalan tissue yang basah.     

"Dekk.. kakak minta maaf kalau kakak nggak bisa cerita semua itu sama kamu. Kakak tahu, seharusnya kakak langsung mengatakan apa yang kakak lihat saat itu, tetapi… kakak juga khawatir jika kakak cerita apa yang kakak lihat, kamu tidak percaya dan malah membenci kakak. Oleh karena itu baik kakak maupun ko Kevin memang berniat tidak memberi tahumu sampai kamu menemukan kebenarannya sendiri. Kami sangat sayang sama kamu, dan kami juga nggak ingin kamu terluka lebih dalam dek. Jadi lepaskan semua hal yang bersangkutan dengan Dito. Biarkan Tuhan yang membalas sakit hatimu." Ucap kak Dita dengan lembut kepadaku.     

Aku terdiam sesaat dan merenungkan apa yang baru saja kak Dita ucapkan. Memang ada benarnya apa yang kak Dita lakukan saat itu, jika seandainya kak Dita memberi tahuku apa yang terjadi pada hubunganku dengan Dito yang sudah tidak setia kepadaku, mungkin aku akan memusuhi kakak dengan alasan kakak ikut campur dan menghasutku yang tidak-tidak pada hubunganku saat itu. Mungkin jika itu benar-benar terjadi, aku tidak akan bertemu dengan kak Dita saat ini dan terus berada di dalam kubangan kebodohan dan cinta buta yang di buat oleh Dito selama ini. Tak terasa juga hari sudah berlalu dengan cepat, langit yang tadinya masih berwarna biru cerah di temani dengan awan putih yang bergumpal-gumpal, serta pancaran sinar matahari yang sangat terik, kini berubah menjadi langit senja yang indah. Perpaduan waran violet, merah muda dan jingga yang berpadu menyatu membuat langit sore ini terasa berbeda dari pada biasanya. Ko Kevinpun langsung mengajakku untuk membeli makan di lular sembari membuatku merasa lebih bahagia hari ini setelah banyak hal yang baru saja terjadi begitu dengan cepat di dalam hidupku dan membuatku berganti status. Dimana sebelumnya aku dalam hubungan berpacaran dengan seseorang, kini aku sudah berstatus single.     

"Udah yuk. Nggak usah di pikirin lagi. Ow ya, kamu sudah mandi belum Ndra? Kalau belum mandi, mandi-mandi o dulu terus ayo makan enak malam ini. Aku yang bayar. Gimana?" Ucap ko Kevin memberi tawaran kepadaku.     

"Iya ko. Aku mau. Bentar ya aku mandi dulu." Ucapku yang langsung turun dari mobilnya dan bergegas masuk ke dalam kos.     

Tak sampai 30 menit, aku sudah selesai bersiap-siap dan langsung masuk ke dalam mobil silver yang masih terparkir di depan kos ku. Malam itu aku akhirnya mulai dapat tersenyum kembali setelah mengalami hal yang menyakitkan dalam hidupku, serta memulai dengan hidup yang baru.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.