Kembali Hidup Untuk Balas Dendam

Teka-Teki Masa Lalu yang Terungkap



Teka-Teki Masa Lalu yang Terungkap

0Ji Yan yang jelas sudah mabuk itu menjadi linglung ketika melihat foto di ponsel Bo Siqing.     

"Dari mana foto ini?" Ji Yan bertanya dengan mata merah.     

Bo Siqing mengerutkan alisnya, mengulurkan tangan hendak merebut ponselnya kembali.     

Namun Ji Yan mempertahankan ponsel itu mati-matian, "Foto ini dari mana?!"     

"Foto ini... Foto ini dipotret di rumahku, kenapa?" Yun Hua bertanya dengan kebingungan.     

Kedua tangan Ji Yan menggenggam erat ponsel, matanya menatap lekat foto itu, terus menatapnya. Setelah itu, sepertinya kepalanya pusing, tiba-tiba dia menggoyangkan kepalanya, "Aku, aku mabuk, ya?"     

"... Benar."     

"Oh." Ji Yan masih memegang erat ponsel Bo Siqing, "Kalau begitu... tunggu aku sadar kembali, baru lihat lagi. Kenapa aku... sepertinya melihat... mas kawin yang diberikan... diberikan Kakek Cen... pada Bibi Kecil..."     

Ji Yan memegang ponsel itu sambil bersandar di punggung kursi, lalu tertidur dengan bingung.     

Saat ini Yun Hua agak tidak dapat mengatur ekspresi wajahnya.     

Dia melirik Bo Siqing sekilas, kemudian mencoba mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel dalam genggaman Ji Yan.     

Tetapi Ji Yan menggenggamnya dengan sangat erat!     

Amat sangat erat!     

Yun Hua menariknya, tetapi dia bukan hanya tidak berhasil melakukannya, malah punggung tangannya ditampar secara refleks oleh Ji Yan. Punggung tangan Yun Hua yang putih dan halus itu pun menjadi merah karena pukulan itu.     

Yun Hua sangat tidak mampu berkata-kata.     

Bo Siqing mengerutkan alisnya, menarik tangan Yun Hua dan memeriksanya, "Tidak apa-apa?"     

Yun Hua tidak berdaya, "Memangnya bisa kenapa? Hanya saja kekuatan orang mabuk lumayan besar."     

Bo Siqing jelas menyadarinya juga, tidak boleh terlalu banyak berurusan dengan orang mabuk. Jadi dia memegang tangan Yun Hua dan meremas-remasnya.     

"Yang dikatakannya tadi, apa maksudnya?" Yun Hua tidak tahan untuk mulai menanyakannya.     

Bo Siqing jelas tidak tenang, dia menatap Yun Hua dan ragu-ragu sejenak, "Tidak bisa memastikan apa yang dikatakan orang mabuk. Tapi kita bisa menunggunya sadar baru menanyakannya."     

"Tapi aku... tidak bisa menunggu." Yun Hua merasakan semacam kegelisahaan, seakan-akan dia digantung, tidak bisa naik atau turun, sungguh sangat tidak nyaman.     

Bo Siqing mengulurkan tangannya dengan tidak berdaya dan meremas wajah Yun Hua, "Tetap harus menunggu. Toh sudah menunggu selama bertahun-tahun, menunggu sebentar lagi juga tidak masalah."     

Yun Hua menggembungkan pipinya, memang tidak masalah menunggu sebentar lagi...     

Di saat tidak ada petunjuk apa pun, jangankan menunggu sebentar, mau menunggu lebih lama lagi juga bisa. Tapi!     

Tapi jawabannya sudah ada di mulut...     

Semakin mendekati jawaban, maka akan semakin tegang, akan semakin tidak sabar. Perasaan semacam ini benar-benar menyiksa.     

Ji Yan diantar ke vila. Perilaku Ji Yan waktu mabuk tidak buruk.     

Dia hanya berbicara omong kosong sebentar di dalam mobil, kemudian tertidur.     

Sesampainya di vila, Bo Siqing membawanya ke kamar tamu, lalu meninggalkannya di sana. Pengurus rumah, Paman Lin, menyuruh pembantu untuk mencucikan kaki Ji Yan, juga membasuh tangan dan wajahnya.     

Selama proses itu, Ji Yan tidur pulas seperti babi mati.     

Waktu pembantu keluar, dia membawa juga ponsel yang awalnya terus dipegang Ji Yan di tangannya dan menyerahkannya pada Bo Siqing.     

Ji Yan yang sudah benar-benar terlelap secara alami akan melonggarkan tangannya.     

Bo Siqing menyalakan ponsel dan melihat foto itu.     

Yun Hua pun mendekat.     

Melihat sejenak foto itu, lalu memandang Bo Siqing.     

Dua pasang mata saling bertemu.     

"Tadi, Ji Yan bilang bahwa dia sepertinya melihat mas kawin yang diberikan Kakek Cen kepada Bibi Kecil..." Tenggorokan Yun Hua agak kering, "Apa maksudnya?"     

Bo Siqing bangkit dengan tidak berdaya dan menarik Yun Hua ke lantai atas.     

Di atap bangunan utama vila ada taman gantung. Bo Siqing membawa Yun Hua ke sana, berbaring di sebuah kursi rotan sambil menggenggam tangan Yun Hua lalu berbisik, "Artinya adalah, sisir itu mungkin adalah barang milik bibi kecilnya."     

Yun Hua benar-benar merasa otaknya kurang berfungsi.     

Sisir itu mungkin adalah barang milik bibi kecil Ji Yan.     

"Hm... Mengapa begitu?     

Sisir itu jelas-jelas adalah milik ibunya.     

Tapi apakah sisir itu sebenarnya milik ibunya atau bukan juga tidak bisa dipastikan. Bagaimanapun juga ingatan masa lalu ibunya hilang, dia hanya merasa bahwa sisir itu sangat familiar, dan dia juga sangat menyukainya... mungkin saja sisir itu adalah barang milik orang lain!     

Siapa tahu ibunya mendapatkan sisir itu hanya secara kebetulan saja.     

Tentu saja masih ada satu kemungkinan lagi, yaitu bahwa sisir itu adalah milik ibunya, sekaligus milik bibi kecil Ji Yan...     

Itu berarti, ibunya, Jiang Huanqing, adalah bibi kecil Ji Yan.     

Yun Hua merasa otaknya kacau, dia sama sekali tidak bisa tenang.     

Ini... agak terlalu luar biasa.     

"Aku..." Yun Hua menggigit bibirnya, tidak tahu harus mengatakan apa.     

Hatinya sangat kacau.     

Mereka berdua berbaring di kursi rotan. Bo Siqing memeluknya dari belakang dan merengkuhnya dalam pelukan, "Jangan terlalu banyak berpikir, pada akhirnya semua akan baik-baik saja. Kalau itu benar, tidak ada yang buruk. Kalau tidak benar, juga tidak ada apa pun yang perlu disesalkan."     

Kata-kata itu sedikit pun tidak dapat menenangkan hati Yun Hua yang bergejolak.     

Yun Hua masih agak panik.     

Dia pun meraih tangan Bo Siqing, membawanya ke bibirnya dan menggigitnya.     

"Aku masih... sangat..."     

Tubuhnya yang semula miring dan dipeluk oleh Bo Siqing dari belakang itu tiba-tiba berbalik dan menghadap pria itu.     

Malam sejuk bagaikan air, cahaya bulan bersinar terang.     

Dalam jarak yang begitu dekat, Yun Hua dapat melihat wajahnya.     

Suasana hatinya yang tadi masih bergejolak itu tiba-tiba menjadi tenang di momen ketika dia melihat wajahnya dalam jarak yang begitu dekat.     

Nafas mereka berdua pun menyatu.     

Ujung hidung Bo Siqing menyentuh ujung hidungnya.     

"Jangan dipikirkan lagi, berbaringlah sebentar." Suara Bo Siqing sangat rendah dan lirih, membawa tekstur yang tidak bisa diabaikan, begitu enak didengar dan memabukkan.     

"Baiklah." Suara Yun Hua juga sangat lirih.     

Dia meletakkan tangannya di dada Bo Siqing, merasakan dadanya yang kokoh dan detak jantungnya yang kuat.     

Tangan Bo Siqing melingkari pinggang Yun Hua.     

Dia tahu maksudnya.     

Ada hal-hal yang pada akhirnya akan baik-baik saja, tidak ada gunanya terlalu dipikirkan. Toh jawabannya akan terungkap setelah Ji Yan bangun. Daripada melewatkan semalaman dengan cemas, lebih baik memakai cara yang berbeda dan membuat malam ini menjadi lebih indah.     

"Huahua, aku sangat menyukaimu." Suara Bo Siqing semakin dalam dan parau.     

Yun Hua mengakui bahwa sorot mata dan suara Bo Siqing membuatnya benar-benar tidak tahan.     

"Seberapa suka?" Dia menggigit bibirnya dengan lemah, matanya penuh kegembiraan.     

"Sangat sangat suka."     

"..." Yun Hua sama sekali tidak dapat menahan senyuman di bibirnya.     

"Rasa suka yang belum pernah ada, semakin lama semakin suka." Suara Bo Siqing semakin rendah dan serak.     

Kegembiraan di hatinya hampir meluap.     

Tangan Yun Hua mengetuk lembut jakun pria itu, "Bo Siqing, aku juga sangat menyukaimu, rasa suka yang belum pernah ada, semakin lama semakin suka."     

Bo Siqing meraih tangan Yun Hua dengan tidak berdaya, "Jangan sembarangan sentuh, geli."     

Yun Hua mendengus tertawa, lalu mengetuk lagi jakunnya, "Di sini geli?"     

"Di mana pun yang kamu sentuh geli."     

Dia memegang tangan Yun Hua dan meletakkannya di bibirnya, lalu mengecup lembut ujung jarinya, punggung tangannya.     

Bibirnya sangat lembut.     

Membawa sedikit kesejukan.     

Kalau dicium, pasti rasanya sangat enak.     

Tapi...     

Lebih baik jangan.     

Keintiman semacam ini, mungkin masih bisa terus ditolerir apabila terus menahannya. Namun begitu lepas, takutnya tidak akan bisa dikendalikan lagi.     

"Bo Siqing, apakah kamu... akan pergi lagi?" Yun Hua juga tidak tahu ada apa dengan dirinya, tiba-tiba memikirkan pertanyaan ini.     

Seakan-akan intuisinya mengerti.     

Sorot mata Bo Siqing membeku selama sedetik, "Tahun ini perusahaan akan menyeleksi sekelompok orang untuk membentuk tim pengumpulan dan analisa flora dan fauna liar yang lebih komprehensif. Aku harus mengajari mereka pengetahuan bertahan hidup di alam liar, bisa dibilang aku berperan sebagai instruktur..."     

Yun Hua langsung menghela napas lega, "Hanya mengajar orang lain, itu tidak apa-apa."     

"Ya." Bo Siqing mengangguk, "Seleksi dan pelatihan, seluruh prosesnya membutuhkan kira-kira tiga bulan."     

"Jadi?" Yun Hua menatapnya.     

"Jadi setelah ini, mungkin aku akan lebih sibuk." Bo Siqing mengecup ujung jari Yun Hua lagi, "Pada periode seleksi dan pelatihan, aku adalah penanggung jawab utama, mungkin tidak bisa bersantai-santai."     

Yun Hua menggigit bibirnya, "Oh."     

"Begitu ada waktu luang, aku akan keluar menemuimu." Bo Siqing berkata dengan merendahkan suaranya.     

Yun Hua menarik napas dalam, "Baiklah, kebetulan aku juga lebih sibuk."     

Bo Siqing tidak berdaya, "Kamu lebih sibuk dariku. Oh ya, orang yang kucarikan untukmu besok akan datang kemari bersama Yaoyao."     

"Ha?" Yun Hua agak ragu-ragu, "Kamu benar-benar mencarinya?"     

"Tentu saja." Bo Siqing mengaitkan bibirnya, "Dengan adanya mereka baru aku tenang."     

"Oh." Yun Hua mengangguk-anggukkan kepala dan tidak mengatakan apa-apa.     

"Biarkan aku memelukmu sebentar?" Bo Siqing berkata dengan lirih.     

Sebelum Yun Hua berbicara, tangan Bo Siqing yang melingkari pinggangnya sudah dengan kuat menariknya ke dalam pelukan.     

Wajah Yun Hua menempel erat di dada Bo Siqing.     

Yun Hua ragu-ragu sejenak, lalu mengulurkan tangan dan merangkul pinggangnya, dengan santai merangkul pria itu dalam pelukannya.     

Cahaya bulan yang jernih, hatinya tenang.     

.....     

Pagi-pagi sekali, Yun Hua dan Bo Siqing sudah kembali dari lari beberapa kilometer di hutan di luar, tapi Ji Yan belum juga bangun.     

Setelah mereka berdua mandi, berganti pakaian dan turun untuk sarapan, barulah Ji Yan turun dari lantai atas sambil menggosok matanya yang merah.     

Melihat Bo Siqing dan Yun Hua, dia pun menyapa mereka, "Pagi. Aduh kepalaku, mau meledak."     

Yun Hua tidak bisa menahan senyumnya, "Siapa suruh tadi malam kamu minum begitu banyak."     

"Apakah aku terlalu banyak minum? Tidak juga." Ji Yan menggosok-gosok matanya, "Paman Lin, bantu carikan aku satu set pakaian, aku mau mandi."     

"Sudah disiapkan, Tuan Muda Ji." Paman Lin tersenyum, "Di dalam lemari pakaian di kamar Anda, mungkin Anda belum melihatnya."     

"Baiklah kalau begitu, aku akan mandi."     

Ketika Ji Yan selesai mandi dan turun, Bo Siqing dan Yun Hua yang ada di sofa sedang menatapnya.     

Ji Yan berjalan ke meja makan sambil menoleh dengan aneh, "Ada apa dengan kalian berdua? Ekspresi dan sorot mata kalian sangat sinkron."     

Bo Siqing dan Yun Hua sama-sama tidak berbicara.     

Ji Yan bergegas berkata lagi, "Hei hei hei, jangan begitu. Menatapku dengan sorot mata menyeramkan itu, aku akan ketakutan."     

Yun Hua menggigit bibirnya, "Ji... Guru Ji, sarapanlah dulu, setelah itu baru bicara."     

Ji Yan memutuskan untuk tidak makan.     

Dia yang semula berjalan menuju ke meja makan pun langsung membelokkan arahnya, berbalik dan berjalan ke arah Bo Siqing dan Yun Hua.     

Dia menatap mereka berdua dengan wajah curiga, "Kalau kalian tidak bicara, maka aku tidak makan. Ada apa sebenarnya? Ekspresi kalian berdua ini tidak wajar."     

Yun Hua menatap Ji Yan dan menelan ludah tanpa bisa ditahan, "Guru Ji, kamu makan dulu saja. Aku takut kalau nanti... kamu melewatkan sarapan. Orang yang mabuk sebaiknya makan sesuatu."     

Mata Ji Yan memicing, "Jangan cemas, bicaralah, ada apa sebenarnya?"     

"Kamu sarapan dulu." Bo Siqing bicara.     

Pandangan Ji Yan langsung mengarah kepada Bo Siqing, "Tuan Muda Kedua Bo, kamu juga suka membuat orang tegang?"     

"Bukan begitu, kamu sarapan dulu, aku akan menyusun kata-kata." Ujar Bo Siqing.     

"Apa kamu masih perlu menyusun kata-kata?" Suara Ji Yan tiba-tiba meninggi, sorot matanya berubah, "Sial, jangan katakan kepadaku kalau terjadi masalah besar lagi? Bahkan kamu pun perlu menyusun kata-kata, kalau begitu... apa yang sebenarnya terjadi? Apakah di ibu kota sana... tidak, tidak, seharusnya tidak..."     

Yun Hua benar-benar tidak bisa apa-apa terhadap Ji Yan.     

Dia langsung berkata, "Baiklah, baiklah, ya sudah kalau tidak mau makan. Guru Ji, berapa banyak yang kamu ingat dari peristiwa tadi malam?"     

"Peristiwa tadi malam?" Ji Yan mengernyit, dia menatap Yun Hua cukup lama baru berkata, "Apa yang terjadi tadi malam?"     

Yun Hua benar-benar tidak mampu berkata-kata.     

Dia sudah tegang setengah mati!     

Tetapi Ji Yan masih belum sadar dari mabuknya...     

Astaga.     

Yun Hua cepat-cepat berkata, "Tadi malam makan bersama Tetua Li."     

"Oh... Oh. Makan. Ada apa?" Ji Yan masih tampak bingung, sama sekali tidak mengerti ada masalah apa.     

Yun Hua benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.     

"Tadi malam makan, kamu minum alkohol, kemudian, apa kamu masih ingat bagaimana kamu meninggalkan restoran?" Yun Hua bertanya dengan sabar.     

Ji Yan menggaruk kepalanya, "Bukankah kalian yang membawaku pulang?"     

"Kamu ingat?"     

"Sobat Yun Hua, bagaimana dengan IQ-mu? Setelah berpacaran kamu tidak menginginkan IQ-mu lagi?" Ji Yan memutar bola matanya, "Apa masih perlu diingat? Melihat kalian berdua di sini, aku juga di sini, apa masih ada yang tidak dimengerti?"     

Yun Hua, "..."     

Dia benar-benar ingin memukul seseorang.     

Bo Siqing menarik Yun Hua untuk duduk, lalu memandang Ji Yan, "Biar kuperlihatkan sebuah foto kepadamu."     

"Foto?" Ji Yan agak bingung.     

Bo Siqing mengeluarkan ponselnya, membuka album foto, lalu setelah ragu-ragu sejenak menekan gambar beberapa foto di depan.     

Itu adalah foto lainnya dari Jiang Huanqing, ibu Yun Hua. Dua buah foto wajah samping dengan kepala tertunduk ketika umurnya sekitar sepuluh tahun, juga sebuah foto wajah depan dengan empat gadis lainnya ketika dia berumur 14-15 tahun.     

Ji Yan mengambil ponsel dengan curiga dan melihat foto itu.     

"Ini siapa?" Ji Yan melihat sambil menekan tombol kiri kanan, melihat foto selanjutnya, "Bukankah ini Kak Qing? Ini foto Kak Qing umur berapa? Kelihatannya benar-benar muda."     

"Tunggu." Yun Hua tiba-tiba bicara.     

Ji Yan mengangkat kepala dan memandangnya, "Ada apa lagi?"     

Yun Hua menggigit bibirnya, lalu setelah ragu-ragu sesaat dia pun bertanya, "Ji Yan, tadi malam aku mendengar kamu mengatakan tentang bibi kecilmu. Umur berapa bibi kecilmu hilang?"     

"Umur sembilan tahun, belum berulang tahun ke sepuluh." Ji Yan berkata, "Kenapa?"     

"Kamu pasti belum pernah bertemu bibi kecilmu. Tapi apa di rumahmu tidak ada foto bibi kecilmu?" Tanya Yun Hua lagi.     

Ji Yan mengangkat bahu, "Ada foto Bibi Kecil berumur seratus hari, satu tahun, lalu ada foto saat Bibi Kecil mulai bisa berjalan... Kemudian, sepertinya ada foto Bibi waktu kecil digendong oleh Kakek Kedua... Foto lainnya tidak ada."     

Alis Yun Hua berkerut.     

Ji Yan menatap Yun Hua dengan agak heran, "Ada apa? Tiba-tiba begitu tertarik dengan bibi kecilku?"     

Yun Hua tidak berbicara, tetapi memandang Bo Siqing.     

Tanpa perlu dia berbicara banyak, Bo Siqing sudah mengerti maksudnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.