BOSSY BOSS

Chapter 51 - Reuni



Chapter 51 - Reuni

0Besoknya di waktu pagi, berita hilangnya Daisy yang dikenal istri Zen, seorang miliarder tersebar di berbagai penjuru kota. Orang terdekat seperti Weiske, Ibu Daisy, mau pun Neva tentu cemas dan merasa sedih. Polisi juga sudah mengerahkan segala usaha mereka agar segera menemukan Daisy.     

Berbeda dengan Zen, ia langsung mencari tahu kediaman Alvon. Zen sendiri memang tidak bisa langsung menuduh Alvon yang menculiknya, tapi ia perlu membuktikannya sendiri. Maka saat Zen menemukan tempat di mana Alvon tinggal, tanpa kesabaran dan tamu yang tak terhormat, Zen mengetuk-ngetuk pintu rumah Alvon dengan kasar dan cepat.     

Terbukalah pintu rumah Alvon yang mana di buka oleh Alvon sendiri dengan penampilan telanjang dada dan celana training panjang yang memperlihatkan bahwa Alvon baru saja bangun dari tidurnya.     

"Di mana Daisy?" tanya Zen langsung dan mendorong tubuh Alvon kencang.     

"Woa ... woa ... tunggu, apa maksud lo datang-datang begini dan nanya Daisy sama gue? Ada apa sama Daisy?" Alvon langsung membelalak ketika Zen tak menjawab pertanyaannya.     

"Di mana dia?" sekali lagi Zen bertanya dengan penekanan di setiap kata-katanya.     

Alvon berdecak dan bertolak pinggang. "Dengar ya, Zen ... gue emang baru aja ketemuan sama dia nggak sengaja, tapi kalau lo tanya keberadaan Daisy sama gue, lo salah besar! Lagian ada apa sih, ini?"     

Rasa penasaran menyelimuti tubuh Alvon hingga ia mendengar berita hilangnya Daisy di televisi yang memang sedari tadi menyala. Alvon membalikkan tubuhnya dan mendengarkan secara jelas. Lalu setelah itu Alvon kembali menatap Zen yang masih diam dengan api yang masih menyala di air mukanya.     

"Lo nuduh gue, oke. Nggak masalah. Silakan nguntit gue sampai lo nemuin dia!" kata Alvon yang mulai sadar dengan maksud dengan kedatangan Zen.     

"Gue tahu lo di balik ini semua, Von. Gue bakal buktiin kalau lo adalah orang yang menculiknya!" Zen berlalu setelah mengatakan kalimat ancaman itu dan mengemudi entah ke mana mobilnya membawanya.     

Berulang kali Zen menekan-nekan nomor Daisy yang di luar kepalanya itu, namun tetap tak ada hasil. Baru saja Daisy meminta ia untuk pulang, sekarang Zen benar-benar pulang ke apartemennya, namun tanpa kehadiran Daisy di sana.     

Zen bahkan memeriksa seluruh laporan dari berbagai orang mau pun instansi yang membantunya mencari Daisy, tapi hasilnya nihil. Tidak ada perkembangan sama sekali.     

Sekarang rasanya benar-benar nyata hampa di apartemen ini, di mana Daisy tidak ada di dalamnya. Seperti setengah jiwanya menghilang dan meninggalkan kenangan. Zen harus tetap bertindak, tapi tidak ada lagi hal yang bisa ia lakukan selain menunggu laporan dan melacak juga mencari tahu tentang Alvon.     

Tiada hari tanpa bir dan alkohol. Zen hanya mencoba mengurangi memakai wanita malam. Ia berniat berhenti, untuk menghargai Daisy sebagai istri yang selalu setia padanya bagaimana pun perilaku buruk Zen.     

***     

Sebulan berlalu.     

Rasa kosong yang menerpa kehidupan Zen kembali lagi di mana saat ia belum bertemu Daisy sama sekali.     

Laporan menunjukkan bahwa ada yang melihat Jeep hitam, namun saat diikuti ternyata hanya orang biasa yang tidak memiliki korelasi apa-apa.     

Harapan Zen hampir musnah. Jika Daisy tidak juga ditemukan, Zen yakin kelak ia akan menemukannya tanpa terduga. Jika polisi menghentikan pencarian ini pun, Zen tahu bahwa ia tidak akan berhenti.     

Seperti akan mati saja, Zen lebih banyak diam. Ia tetap menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya. Tidak peduli sampai larut, asal ketika ia merasa lelah, ia langsung tidur tanpa memikirkan Daisy.     

"Zen, ayo ikut gue," Dito sahabat Zen datang ke kantor.     

"Ke mana?"     

"Gue tahu ini konyol, tapi sebaiknya lo ikut reunian SMA."     

Zen tidak menjawab. Ia memikirkan ajakan Dito yang memang ia tahu maksud Dito adalah untuk menghiburnya. Namun jika diingat-ingat lagi, Zen bukanlah tipikal yang ikut-ikutan hal semacam reuni itu. Sayangnya ia memang butuh sesuatu untuk membunuh rasa khawatirnya.     

"Bagian mananya yang konyol?" tanya Zen kemudian.     

Dito mengedikkan bahunya dan menjawab, "karena lo selalu bilang hal-hal yang berbau reuni itu konyol, Zen."     

"Oke, gue ikut. Gue matiin laptop dulu," kata Zen kemudian.     

Reuni SMA tidak pernah terpikirkan Zen akan seramai ini. Apalagi reuni itu di adakan di sebuah villa salah satu pemilik teman SMA-nya. Villa yang besar dengan beberapa kamar yang berjajar rapi.     

Kedua tangannya di dalam saku celanannya. Ia menatap sekeliling dengan kaku dan tak melangkah sedikit pun. "Ayo, Zen. Apa yang lo tunggu?" Dito bersuara     

Zen mengedipkan matanya berkali-kali dan ia melangkah maju bersama Dito. Di bagian momen inilah dirinya merasa ditelanjangi, ketika ia dan Dito berjalaj, semua mata memandang mereka.     

Dulu, Zen dan Dito memang populer di kalangan SMA. Banyak yang ingin menjadi kekasihnya namun sayangnya tidak semudah itu. Kini, kelihatan sekali aura pesona mereka masih terpancar di hadapan teman SMA-nya.     

"Wah, wah, duo king datang!" teriak Adit, salah satu teman yang dulu cukup dekat dengan Zen dan Dito.     

"Apaan sih lo, Dit. Dia tuh king-nya," cibir Dito menunjuk Zen.     

Zen hanya diam dan mengulum senyumnya. Mereka pum berjabatan tangan dan duduk di taman yang dikelilingi kursi mau pun bangku-bangku panjang.     

Anehnya, suasana reuni yang Zen nikmati terkesan benar-benar natural. Sekali pun tidak ada yang menyinggungnya mengenai Daisy yang menghilang dan belum ditemukan. Entah itu akal-akalan Dito untuk tidak menyinggung mengenai Daisy di hadapannya, atau mereka memang sudah dewasa dan tidak ingin mengurusi urusan orang.     

"Kita nggak pulang, Dit?" tanya Zen berbisik.     

Tiba-tiba Dito menepuk dahinya, seakan lupa memberitahu Zen tentang sesuatu. "Gue lupa, kita menginap, Zen. Tiga hari tiga malam. Demi mempererat tali silahturahmi," jawab Dito.     

"Gue nggak bawa pakaian ganti. Masa gue pakai kemeja terus?"     

"Beli aja. Deket sini ada supermarket lengkap dengan pakaian-pakaiannya."     

"Ya udah, ayo," ajak Zen.     

"Nggak. Lo sama Rosi aja, tuh. Dia mau pergi juga kok, ke supermarket. Katanya ada yang harus dibeli dan kebetulan semua pada sibuk, jadi dia mau pergi sendiri rencananya. Rosi!" ujar Dito menjelaskan dan memanggil Rosi sekalian.     

Zen memejamkan matanya menahan malu karena Dito memberi ide tanpa menunggu persetujuan Zen.     

"Apa?" tanya Rosi mendekat.     

"Ini ... Zen kan, nggak bawa pakaian. Lo pergi sama dia sekalian aja biar dia bisa beli pakaian darurat di supermarket. Nggak apa kan, Zen?"     

"Hmm ... ya, nggak apa," jawab Zen sekenanya. Ia seperti dijebak oleh keadaan tanpa sengaja.     

Rosi hanya diam dan tak melihat Zen. Namun ia membalas ucapan Dito. Mereka pun akhirnya pergi dengan mobil dalam keadaan keduanya diam saja.     

Saat tiba di supermarket, Rosi menatap Zen. "Nanti kita ketemu di pintu keluar aja. Saya belanja yang diperlukan, kamu bisa pilih pakaian. Ada di lantai tiga," katanya menginfokan. Seketika Zen terdiam dan merasa dejavu dengan cara Rosi berbicara yang mirip sekali dengan Zen.     

Rosi langsung melengos dan Zen pun menuju lantai tiga untuk memilih-milih pakaian. Setelah ia merasa sudah cukup membeli pakaian yang layak, Zen pun membayarnya dan turun untuk memastikan apakah Rosi sudah selesai dan malah menunggunya, atau sebaliknya.     

Ternyata Rosi sudah selesai dan menunggunya. Sayangnya ia sedang dikelilingi beberapa laki-laki berhidung belang yang seperti sedang menggodanya. Zen menghela nafasnya dan mendekati mereka. Ia harus setidaknya bersandiwara dan melakukan sesuatu.     

"Apa yang kalian lakukan pada istri saya?" tanya Zen dengan nada mencekam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.