BOSSY BOSS

Chapter 225 - Bathtub Talk



Chapter 225 - Bathtub Talk

0"Zen ... stop!" desis Aulin.     

"Kenapa? Apa kamu mulai terangsang?" goda Zen.     

Aulin tidak bisa menahan gejolak dalam dirinya. Ia ingin bercinta. Persetan dengan apapun! Batinnya. Sudah cukup Zen menggodanya.     

Bukan hal baru jika ada yang menggoda Aulin seperti Zen. Kehidupan di luar membuat dirinya bisa bebas melakukan hal-hal yang ia inginkan. Tidur dengan beberapa laki-laki lain yang merupakan temannya, sudah biasa baginya.     

Zen menatap Aulin dengan penuh keinginan berada di dalamnya. Tapi Aulin berusaha menahannya. Ia bahkan tidak bisa melakukannya di tempat umum seperti ini.     

"Apartemenku menunggumu, Aulin. Kamu tahu kan, seberapa kerasnya aku menahan diriku untuk nggak bercinta denganmu saat kamu mabuk?"     

Tawaran dan pengakuan Zen membuatnya dilema. Aulin benar-benar seperti mati kutu. Ia ingin, tapi ia juga gengsi. Sebab jika ia sampai bercinta dengan Zen, maka Zen adalah laki-laki pertama yang bercinta dengannya sejak di Indonesia.     

"Ayo, kita ke apartemenmu!" Tiba-tiba Aulin berdiri dan mendahului Zen menuju mobilnya. Ia tidak peduli dengan gengsi, ia harus memenuhi kebutuhannya. Ia butuh pelepasan.     

Seperti halnya kompetisi, Zen merasa menang. Ia pun ikut menyusul Aulin keluar kedai kopi.     

Hanya keheningan malam, deru mesin mobil dan di temani lampu-lampu malam yang menyala-nyala membuat keadaan panas cukup syahdu.     

Aulin tidak berbicara apa pun. Satu tangannya sudah siap-siap melepas kaitan kancing baju sifonnya. Ia sudah akan bersiap menyerang Zen saat nanti sampai apartemen.     

Dan benar, setelah Aulin masuk dan Zen mengunci pintu apartemennya, ia langsung bersikap agresif. Menyambar bibir Zen dengan liar dan dengan percaya diri melepas bajunya.     

Aulin sudah setengah telanjang. Ia membantu melepaskan jas dan kemeja Zen. Kemudian ia membiarkan Zen mengurus sisanya.     

Keduanya sama-sama bercinta dengan durasi yang lama. Berulang kali tanpa henti sebagaimana Zen membuat wanitanya lemas.     

Walau begitu, Aulin tak juga merasa lemas dan puas. Ia selalu ingin dan ingin lagi dari ini. Hingga Zen turun ke bagian bawahnya dan bermain di sana.     

Kedua tangan cantiknya menjambak rambut Zen, bahkan mendorongnya lebih dan lebih lagi.     

"Damn you, Zen! I ... I'm coming!" jerit Aulin.     

Tubuh yang penuh keringat itu disertai rambut panjangnya, membuat Aulin jadi tambah cantik di mata Zen. Keduanya sama-sama lelah dan tertidur dalam satu pelukan.     

Dentingan bel apartemen Zen berbunyi. Ia beranjak bangun dan melepas pelukan Aulin. Zen mengenakan celana panjangnya tanpa atasan lalu membuka pintu apartemennya.     

"Daisy?" kata Zen tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia menutup pintunya dan memilih berbicara di luar bersama Daisy.     

Tentu saja Daisy yang merasa aneh itu langsung menunjukkan wajah penasarannya. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa harus datang ke apartemen Zen tanpa direncanakan.     

"Ada apa? Kenapa nggak di dalam?" tanya Daisy.     

Zen tersudutkan. Ia sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan Daisy. Memangnya jawaban apa yang masuk akal untuk didengar oleh Daisy.     

"Zen?" panggil Daisy menyadarkannya.     

"Sebentar, aku harus mengambil sesuatu. Tunggu di sini."     

Zen kembali masuk ke dalam apartemennya dan meraih pakaiannya juga dompet, ponsel dan kunci mobil. Ia memeriksa Aulin yang ternyata masih tidur.     

Keadaan Zen benar-benar seperti hampir tertangkap basah oleh kekasihnya. Padahal Daisy hanya sebatas mantan istri yang keduanya masih saling memiliki perasaan.     

"Aku lapar, jadi ayo, sekalian cari sarapan," ajak Zen begitu ia keluar dari dalam.     

"Aku ke sini mau bertanya sesuatu, Zen. Bukan untuk sarapan. Jadi sebaiknya kita bicara di dalam.     

"Daisy ... aku hanya ingin sarapan bersamamu di luar. Kita bisa bicarakan hal yang ingin kamu katakan di luar juga," terang Zen menghentikannya sebelum Daisy memaksa ke dalam.     

"Jangan ... " kata Daisy lirih.     

"Apa yang jangan?"     

"Jangan dekati Aulin. Aku ... aku nggak bisa melihatmu dengan wanita yang kukenal. Jadi, jangan."     

Hanya itu yang dikatakan Daisy hingga ia memilih pergi dari hadapan Zen. Zen bahkan tidak menghentikannya. Ia membiarkan Daisy benar-benar pergi hingga Daisy tak bisa ia lihat lagi.     

Kedua tangan Zen mengepal setelah ia mendengar permohonan Daisy. Tapi persetan baginya, ia butuh seks dan saat ini wanita yang bersedia tidur dengannya hanyalah Aulin, bukan Daisy.     

Zen kemudian masuk kembali ke dalam dan melepaskan pakaiannya lagi. Mendadak ia jadi kesal karena peringatan yang diberikan Daisy. Bukan, bukan peringatan. Melainkan ketidakinginan Daisy tentang Zen yang tidak boleh bersama wanita yang ia kenal.     

Demi menghilangkan perasaan kesalnya, Zen mencoba untuk melakukan olahraga seperti biasanya sambil menunggu Aulin bangun.     

Dari balkon, Zen bisa melihat Daisy masuk ke dalam mobilnya. Padahal ia pikir ia tidak akan bisa melihat orang yang ia kenal dari balkon apartemennya. Kemudian Zen juga melihat Daisy pergi dari sana.     

"Hei!" sapa suara Aulin yang sudah bangun. Ia duduk di kursi balkon di mana tadinya Zen tidak merasakan pergerakan seseorang.     

Zen hanya melirik sekilas dan melanjutkan olahraganya.     

"Aku lapar, apa kamu punya sesuatu untuk dimakan?" tanya Aulin.     

"Cek saja dapur, Aulin. Jangan ganggu aku kalau lagi olahraga."     

Peringatan dan nada mencekam Zen membuat Aulin enyah dari sana. Bibirnya mencebik dan ia mulai memeriksa dapur. Menemukan ayam panggang yang entah sejak kapan ada di lemari es, ia menghangatkannya di microwave. Hanya untuk dirinya sendiri.     

Sambil makan, Aulin memakai pakaiannya kembali. Meraih tasnya dan kemudian minum air mineral ketika ayam panggangnya habis.     

"Aku pulang," pamitnya pada Zen.     

Zen langsung sadar ketika Aulin keluar dari apartemennya. Ia langsung mengejarnya dan menarik tangannya. Aulin kemudian menatapnya.     

"Aku antar," ujar Zen.     

"Nggak usah. Aku nggak terbiasa sebenarnya berada di tempat yang mana orang itu memiliki perasaan yang berubah-ubah. Aku juga udah pesan taksi online, jadi ... lepaskan," jelas Aulin.     

Zen tidak pernah mendengar Aulin seserius ini. Artinya Aulin memang memperhatikannya selama ini walau terkesan lebih banyak candanya.     

"Aulin ... dengarkan aku ..."     

"No! Stop! Sebaiknya kamu berkaca dulu, nggak semua orang bisa menerima perasaanmu yang berubah-ubah, Zen!"     

Seketika itu juga Aulin melepaskan cengkraman tangan Zen dan pergi meninggalkannya. Zen hanya mematung menatao Aulin, sama seperti ia menatap Daisy yang pergi beberapa menit lalu.     

***     

Melihat perkembangan Jason yang semakin hari semakin pintar membuat Daisy senang. Akhirnya ia bisa melihat anaknya tumbuh sehat walau sepenuhnya bukan dirinya yang merawatnya. Tapi setidaknya Jason jadi sosok anak yang baik.     

Daisy yang berada di rumah orang tuanya berinisiatif memasak sesuatu. Setidaknya ia ikut berkonstribusi untuk orang-orang yang membesarkan anaknya dengan kasih sayang.     

Tak lupa ia juga memasak makanan kesukaan suaminya. Yah, sebenarnya Daisy memasak makanan kesukaan orang rumahnya. Jadi, mereka bisa menikmati sekaligus berbagi.     

"Dai, mau aku bantu?" tanya Reina mendekati.     

"Oh, jangan, Rei. Aku mau membuat sesuatu untuk kalian."     

"Hmm? Dalam rangka apa?"     

"Nggak ada. Hanya ingin makan malam bersama saja. Aku harap kamu dan yang lain suka masakanku."     

Reina tersenyum sambil menatap bahan-bahan yang sudah Daisy siapkan.     

"Oh ya, aku sebenarnya mau membantu karena nanti juga ada teman dekat Raka yang datang ke sini. Yah, sudah seperti keluarga, hanya saja kami belum mengenalkannya padamu,"jelas Reina.     

"Katakan, Rei."     

"Namanya Eza. Teman kuliah Raka dan Raja dulu. Dia baru aja pulang dari New York dan yah, dia ingin bertemu dengan kamu sebagai istri Raja," tambah Reina.     

Daisy mendengarkan sambil sesekali pikirannya melayang jauh. "     

"Tapi kamu tenang saja, Dai, aku dan Raka sudah mengatakan bahwa sekarang kamu sudah menikah lagi. Supaya nanti nggak ada salah paham," kata Reina mencoba menenangkan.     

Daisy tersenyum dan tertawa kecil. Ia tetap konsentrasi pada masakannya dan sesekali merespons Reina. "Kenapa kamu repot-repot menjelaskan padanya, Rei? Aku yakin laki-laki yang bernama Eza itu nggak akan ingin tahu urusan orang."     

Reina menganggukan kepalanya. "Kamu benar, tapi aku dan Raka hanya ingin memberinya penjelasan secara langsung, supaya untuk jaga-jaga saja jika dia bertanya di depan kita semua."     

"Kamu benar. Terima kasih ya, Rei. Biar aku masakan sesuatu untuknya juga. Tinggal kamu katakan apa yang dia suka."     

Setelah siap semuanya, Daisy mandi. Ia ingin berendam jadi ia memberitahu Reina agar selama ia sedang berendam jangan ada yang mengganggunya.     

Hari ini Daisy ingin tampil cantik di depan semua keluarganya, terutama Jeremy yang sangat begitu menyayanginya.     

Daisy mulai berbaring di bathub dan merasakan air hangat di kulitnya. Ia tersenyum simpul merasakan sensasi ini. Kemudian matanya terpejam dan mengingat beberapa hal yang ingin ia ingat.     

Tadi, sebelum ia memutuskan ke rumah orang tuanya, tidak tahu kenapa mobil yang ia kendarai malah membawanya ke apartemen Zen.     

Dengan nyali yang cukup berani, bahkan ia datang ke sana dan mengetuk pintu apartemen itu. Menampilkan tubuh Zen yang tanpa atasan membuatnya berpikir hal yang negatif.     

"Apa yang ia lakukan?" tanyanya sendiri.     

"Ia bahkan berbicara di luar denganku. Seperti menyembunyikan sesuatu."     

"Apakah ... tadi, Aulin di sana?" tanyanya berpikir.     

Daisy langsung membasahi wajahnya. Ia mencoba tidak berpikir hal itu. Namun jika benar mereka sudah tidur, maka aku harus menjauhi Aulin, batinnya.     

Pintu kamar mandi terbuka dan Jeremy masuk. Daisy agak terkejut tapi juga lega karena suaminyalah yang datang padanya.     

"Hei, kudengar kamu berendam dan nggak mau diganggu?" tanya Jeremy.     

"Aku mengecualikan kamu, Jer. Apa kamu mau berendam bersama?"     

Jeremy mengangguk dan melepaskan satu per satu pakaiannya. Ia ikut bergabung masuk dan Daisy menyuruhnya di depannya.     

Dibasahinya tubuh jeremy dan digosok-gosok seperlunya. Mereka tidak pernah melakukan ini bersama, hanya kadang kalau mandi saja di bawah pancuran air.     

"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Daisy sambil mengusap-usap punggung Jeremy.     

Sebelum Jeremy menjawab, ia berpindah tempat dan menyuruh Daisy maju agar ia bisa di belakangnya, melakukan hal yang sama.     

"Baik. Nggak ada kendala. Hmm, katanya akan ada tamu?"     

Daisy mengangguk. "Ya. Aku juga baru diberitahu Reina tadi saat lagi masak."     

"Reina dan Raka sudah menjelaskannya padaku."     

"Apa kamu nggak apa-apa, Jer? Dia salah satu teman dekat Raja yang sudah dianggap keluarga," tanya Daisy menolehkan kepalanya ke samping.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.