BOSSY BOSS

Chapter 98 - Something Beautiful



Chapter 98 - Something Beautiful

0Kutelan ludahku. Aku yakin aku mau bercinta dengannya selama aman dan tidak hamil. Aku hanya tidak bisa membayangkan jika aku hamil anak Raja, yang notabennya adalah kakak tiriku.     

Sentuhannya membuat imajinasiku liar. Aku mengangguk dengan mataku yang terpejam. Dan Raja lantas mencium bibirku. Melumatnya dan lidahnya bermain manis di dalam mulutku.     

"Aku harus ke kantor," katanya melepas ciuman itu dengan nafas yang menderu.     

Aku mengangguk dan paham walau rasanya kesal juga karena aku sudah merasa sangat bernafsu.     

Tidak banyak yang bisa kulakukan di apartemen ini selain menonton dan membaca beberapa buku yang menarik. Memperhatikan city view dari balkon seraya menikmati teh panas buatan sendiri.     

Terbesit dalam pikiranku untuk mengetahui bagaimana keadaan Jeremy saat ini. Ia tidak menghubungiku setelah itu. Seperti ia paham maksudku dan benar-benar menghilang dari hidupku.     

Raka meneleponku melalui panggilan video. Kujawab saat itu juga.     

"Jadi, kamu putus dari Jeremy?" tanyanya tiba-tiba sebagai sapaan pertama.     

"Bukan urusanmu, Raka," balasku.     

"Apa karena laki-laki bernama Sean itu? Hah?"     

"Raja membenci cewekmu," kataku mengalihkan topik. Aku tidak ingin saat ini membahas Jeremy. Aku sengaja memberikan nada tidak sukaku ketika mengatakan itu. Wajah Raka terlihat tidak senang sekaligus merasa sedih.     

"Aku tahu," katanya.     

"Siap-siap aja setelah menikah, pasti ada pertikaian di dalamnya dengan Raja."     

"Lalu keadaannya bagaimana?"     

"Buruk. Dia membayar wanita malam hanya untuk mengalihkannya. Dia butuh pelepasan sebanyak apapun," jelasku.     

Wajah Raka terkejut. Mungkin ia tidak mengira bahwa Raja akan melakukan hal itu.     

"Kenapa? Kamu terdengar kaget," kataku.     

"Dia… nggak pernah begitu. Melakukan hal serendah itu," katanya.     

Kuhembuskan nafasku kesal. "Raka, setiap orang beda mengekspresikan perasaannya. Mungkin begini caranya Raja. Tapi aku berniat membantunya melepas hal itu," kataku setengah berbohong.     

Alisnya naik satu, ia tidak tahu apa yang akan aku lakukan. "Jadi, apa rencanamu?"     

"Rahasia. Sudah, ya. Aku lagi mau menikmati New York. Salam untuk Ibu dan Papamu," kataku dan memutuskan sambungan.     

Aku tidak tahu Raja kembali jam berapa, tapi aku memutuskan untuk keliling daerah sini berjalan kaki. Ponselku sudah terisi penuh dan aku yakin aku tidak akan tersesat. Kalau pun tersesat, setidaknya aku bisa melihat maps dari ponselku.     

Yah, sekarang penampilanku di luar negeri benar-benar berbeda jauh. Aku yang kasual kini harus mengenakan setidaknya mantel yang dibelikan Raka dan beberapa boots modern yang terasa nyaman ketika kupakai.     

Aku berjalan dengan perlahan seraya melihat ke kanan kiri untuk menghapali setiap tempat yang kulewati. Ternyata banyak makanan di sini. Banyak yang asing dan sedikit kukenal.     

Karena aku lelah dan tidak ingin kelihatan bodoh dengan memilih salah satu kafe maupun restoran, akhirnya aku berhenti di depan Starbucks. Ya, kalian pasti tahu di Indonesia tentunya banyak Starbucks seperti di sini.     

Kupesan Ice Caramel Latte dengan beberapa Croissant untukku makan. Untungnya harganya masih bisa kujangkau dengan isi dompetku.     

"Daisy?" tiba-tiba entah dari mana Raja muncul beberapa menit lamanya aku berada di Starbucks.     

Aku masih terkejut dan melihat Raja duduk di hadapanku. Pakaiannya benar-benar terlihat seperti seorang CEO yang membuat siapapun yang melihatnya akan terpana.     

Aku memang tadi melihatnya berangkat kerja dengan pakaiannya itu, tapi setelah di luar seperti saat ini, ia kelihatan berbeda.     

"Dai?" Lagi, Raja memanggilku dan aku langsung mengedipkan mataku beberapa kali.     

"Eh, loh, kamu udah pulang?" tanyaku. "Dan sedang apa kamu di sini?"     

"Ini memang jamku kembali. Dan aku berniat membelikan minuman sama beberapa camilan di sini buat kamu," katanya menatapku terus.     

Please, jangan menatapku seperti itu? Tatapan Raja jelas-jelas menyiratkan ia ingin segera bercinta denganku.     

"Aku habiskan ini dulu," ujarku.     

"Apa?" tanyanya tidak mengerti.     

Aduh, sepertinya aku saja yang memikirkan hal kotor. Jadi, aku tidak membalas ucapannya lagi.     

"Kamu jalan kaki?" tanyanya. Kini ia memesan sesuatu untuk ia minum di hadapanku.     

Aku bergumam karena lagi mengunyah. Banyak orang yang berjalan kaki. Sepertinya memang benar bahwa New York adalah kota metropolitan yang tidak pernah tidur. Selalu ramai seperti yang kuperhatikan sedari tadi.     

Lalu kami diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku merasa canggung dan merasa tolol di depan Raja.     

"Hubunganmu… bagaimana dengan Jeremy? Kudengar kalian berpacaran akhirnya," tanyanya.     

Kupikir ia tidak akan tahu tentang hubunganku bersama Jeremy. Sepertinya Raka sumber info untuknya. Dan saat ini juga Raja belum tahu kalau aku sudah putus.     

"Kamu percaya nggak kalau aku sudah putus dengannya?" tanyaku.     

"Percaya aja. Memangnya kalian putus?" tanyanya tanpa terlihat terkejut.     

Aku mengangguk padanya. Dan Raja pun mengangguk hal yang sama. Aku ingin memberikan cincin dari Reina, tapi posisinya Raja tidak tahu kalau aku tahu mereka putus. Mungkin juga sebaiknya aku simpan sendiri saja.     

Kami pun memutuskan pulang karena tidak terasa waktu juga sudah menunjukkan jam malam.     

Keramaian New York semakin terlihat dan membuatku senyum-senyum sendiri. Tapi aku tidak berencana untuk ke mana-mana karena memang aku tidak tahu apa saja yang bisa kunikmati di sini selain toko-toko makanan dan minuman.     

Sampai apartemen, aku masuk duluan dan diikuti Raja. Kami melepas mantel kami dan menggantungnya di gantungan dekat pintu.     

"Mau ke mana?" tanya Raja saat aku mengarah ke kamar.     

"Eh? Mau mandi? Badanku lengket," kataku.     

"Oke."     

Dasar aneh. Padahal jelas aku mengarah ke kamarku, tapi ia bertanya mau ke mana.     

Kulepas semua pakaianku tanpa tersisa. Memandang ke arah cermin yang memperlihatkan tubuhku secara menyeluruh. Rasanya benar-benar aneh melihat diriku sendiri tanpa pakaian. Ide siapa ini menaruh cermin di sini? Apakah memang fasilitas?     

Kunyalakan pancuran dan ah… rasanya segar sekali.     

Tiba-tiba sebuah tangan memegang pinggangku. Aku terkejut dan menatap Raja melalui cermin bahwa ia ada di belakangku. Ia ikut bergabung untuk mandi.     

Jantungku rasanya ingin lepas begitu saja. Berdetak cepat dah aku tidak bisa berpikir jernih. Sudah pasti sesuatu yang indah akan terjadi.     

"Tubuhmu semakin indah saja," katanya.     

Tangannya meraba-raba ke segala arah tubuhku. Membuatku semakin merinding selain terkena air. Aku melenguh ketika ia bermain di bagian pinggangku.     

Kecupannya mendarat pada leherku. Menghisapnya dan menjilatnya dengan sensasi yang meninggalkan bekas nikmat.     

Dengan cepat Raja membalikkan tubuhku. Kami saling berpandangan satu sama lain. Kening kami bersentuhan di bawah pancuran air. Aku bisa merasakan payudaraku menyentuh dadanya.     

Lalu Raja mencium rahangku. Mengecupnya hingga membawanya ke bibirku. Aku bersandar pada dinding sementara tangannya ke bawah, memegang daerah sensitifku. Aku semakin membuka kakiku dan membiarkannya menjelajahinya.     

"You're too hot," lirihnya.     

"Please," erangku.     

Tidak! Raja tidak sesegera itu untuk bermain denganku. Ia senang membuatku merasa sengsara terlebih dahulu.     

Tubuhnya perlahan turun. Menyusuri tubuhku. Menghisap payudaraku dan mencium perutku. Lalu ia berhenti tepat di depan area sensitifku.     

"Jangan!" pekikku tidak ingin karena aku ingin miliknya di sana.     

"Jangan melarangku, Daisy," katanya mengancam.     

Dengan cepat, Raja membawaku ke wastafel, mendudukiku di sana ia kemudian memainkan mulutnya pada milikku.     

Rasanya nikmat. Aku menjambak rambutnya dan menyentak ke belakang karena tidak kuat. Semakin ia pandai, semakin cepat membuatku keluar.     

"Raja!" seruku.     

"Yes! Call me like that, babe!"     

Bagaimana bisa Raja memberikan kepuasan yang membuatku sangat lelah dan merasa nikmat? Kenapa ia sangat pandai melakukan ini?     

Setelah ia melakukannya, Raja tersenyum sementara aku merasa lemas. Lalu ia menggendongku kembali ke pancuran.     

"Aku belum selesai, Daisy," katanya seperti nada peringatan.     

"Ya… aku. Tahu. Lebih pun aku… siap," kataku dengan nafas tersengal-sengal.     

Raja menggendongku. Membuatku melingkarkan kedua kakiku pada pinggangnya dan ia memasukkan miliknya padaku setelah memasang pengaman. Ia tersenyum nakal padaku.     

"Kamu suka?" tanya mulai bergerak.     

"Hmm… ya."     

Perlahan ia bergerak, mempercepatnya sembari mengisap putingku. Aku tidak kuat. Kedua tanganku menekan bahunya karena saat itu juga aku mulai merasakan kenikmatan itu muncul lagi.     

Aku lemas. Lalu ia membawaku ke kamar. Menaruhku di ranjang dengan keadaanku masih basah. Sejenak Raja memperhatikanku dengan pandangan seolah aku adalah makanan enak untuknya.     

Tapi aku masih ingin dan tidak mau ia melihatku seperti itu. Akhirnya aku memancingnya. Melebarkan kedua kakiku selebar mungkin hingga ia tidak tahan melihatku seperti itu.     

Dan yah, sekali lagi… bercinta dengannya tidak pernah membuatku bosan.     

***     

Paginya aku terbangun dalam keadaan telanjang. Selimut menutupiku dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh.     

Kupakai tanktop dan hotpantsku. Lalu keluar kamar. Raja sedang membuat sesuatu di dapur. Sepertinya ia pandai dengan isi dapur.     

"Morning, Daisy! Bagaimana tidurmu?" tanyanya tanpa mengalihkannya dari kesibukannya.     

"Sangat nyenyak. Tidurmu?" tanyaku.     

"Sama," ia tersenyum.     

Apakah Raja selalu seperti ini? Tanpa atasan dan hanya mengenakan celana panjang? Karena ya… dia berhasil membuatku sekali lagi ingin bercinta dengannya.     

Aku duduk di meja dapur. Raja menatapku dengan pandangan 'apa'-nya? Satu alisnya terangkat dan aku memberikan senyum yang menggoda.     

Kuperlihatkan putingku ke hadapannya. Membuka tali tanktopku dengan gaya erotis dan menggigit bibirku. Raja memperhatikannya dengan senyumannya.     

Sepertinya Raja membiarkanku melakukan apa yang kumau. Jadi, kubuka saja perlahan celanaku dan tanktopku hingga aku benar-benar telanjang di depannya. Aku juga bisa melihat Raja susah payah menghembuskan nafasnya. Seakan ingin mencoba menahannya tapi sepertinya ia tidak akan bisa. Karena bagaimanapun, aku benar-benar membuatnya tergoda     

Aku terbaring di meja dapur dan membuka kedua kakiku. Rasanya ini aneh karena pertama kalinya aku bersikap nakal dan seagresif ini. Aku sangat basah dan benar-benar ingin.     

"Again?" tanyanya. "Kamu nakal ternyata, ya? Bagaimana bisa kamu seliar ini, Dai? Astaga! Kamu… sangat! Argah!" Raja langsung meraih pengamannya karena ia tidak ingin mengambil risiko mengingat aku adalah adik tirinya.     

Kukedipkan satu mataku padanya dan Raja tersenyum. Walau begitu ia mendekat. Membuka celananya dan memasang pengaman untuknya.     

"Aku mau mengalihkan pikiranmu, Raja," ujarku. "Dan aku nggak akan pernah berhenti untuk ini."     

Dipaksanya lebar-lebar kakiku untuk terbuka. Dan Raja kembali beraksi di atasku.     

"Dengan cepat, oke? Aku harus ke kantor," katanya bernafsu.     

"Setelah kamu di belakangku," kataku nakal.     

"Sial, Daisy!" erangnya dan mulai bergerak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.