BOSSY BOSS

Chapter 100 - Fly & High Together



Chapter 100 - Fly & High Together

0Raja menarik tanganku dan membawaku kembali ke apartemennya. Dengan kasar ia sedikit mendorongku masuk ke dalam. Mengunci apartemennya dan menatapku dengan kesal.     

"Kamu nggak akan pulang, Dai!" katanya memperingatkanku.     

"Raja, emosimu lagi nggak stabil, oke? Tadi itu aku hanya—"     

"Hanya apa? Aku udah bilang kan, kamu nggak akan bisa pulang sampai aku benar-benar lupa wanita brengsek itu!" serunya meneriakiku.     

Aku refleks menutup kedua telingaku dan berjongkok. Rasanya seperti diculik seseorang dan ia memperlakukanku dengan kasar. Aku merasa takut saat ini.     

"Jangan kamu pikir juga, aku nggak tahu rencanamu ke sini, oke? Oh, ralat, rencana keluarga kita. Mereka percaya kamu bisa menghiburku. Dan selama ini aku benar-benar terhibur dengan apa yang kita lakukan, Dai!" jelasnya.     

Rasanya seperti ketangkap basah mengetahui seseorang tahu apa yang kita lakukan di belakangnya. Tapi tidak dengan cara begini. Ia benar-benar sedang emosi sejak tahu aku berbicara dengan Raka. Pasti melihat Raka membuatnya semakin merasa kesakitan.     

Tidak ada ucapan makian lagi yang keluar dari bibir Raja. Aku tidak tahu saat ini apa yang sedang ia lakukan, karena posisinya aku menutup wajahku dengan dua lututku saat aku berjongkok. Yang aku dengar adalah suara pintu tertutup.     

Aku terpaksa melihat dan ternyata Raja hilang. Ia keluar, persis seperti yang aku dengar saat pintu tertutup. Aku langsung menangis sejadi mungkin. Rasanya perasaan sedih ini hinggap kembali.     

Aku langsung memeriksa isi lemari es dan menemukan beberapa white wine di sana. Kubuka tutupnya dan aku meminumnya. Tidak peduli dengan apapun. Setidaknya aku merasa aman minum white wine ini di apartemen. Aku bisa mabuk sepuasku dan menangis sejadiku.     

Tapi aku tahu kapasitas minum alkoholku tidak bisa banyak karena belum satu saja kepalaku sudah terasa berat. Dan sayangnya aku tidak peduli. Hidupku sudah rusak sejak bertemu Zen hingga saat ini. Jadi bagaimana jika aku mempertahankan kerusakan ini?     

Empat jam aku melihat samar bahwa aku sudah menghabiskan sepuluh botol white wine sampai dentingan pintu apartemen terbuka. Aku tidak tahu itu siapa tapi aku meneruskan acara minum-minum ini sendiri.     

Perlu kalian ketahui, ketika aku mabuk, aku tahu apa yang kulakukan. Aku hanya merasa mabuk dan kepalaku berat. Jalanku terhuyung-huyung sampai aku menabrak seseorang hingga jatuh beserta white wine yang aku pegang.     

"Oh, shit! Minuman terakhirku jatuh," kataku merajuk.     

Dua tangan meraihku dan membuatku berdiri dengan susah payah. Iya, aku lemas dan aku ingat seseorang itu adalah Raja. Ia menatapku dengan pandangan datarnya. Kurba-raba pipinya dengan senyuman menggelikan.     

"Wow! Lihat siapa yang datang. Si brengsek!" kataku.     

"Kamu menghabiskan stokku, Dai," katanya.     

"Ups!" Aku langsung jatuh ke dalam pelukannya dan Raja membuatku berdiri lagi.     

"Siapa yang mengajarimu minum alkohol, hah?" tanyanya.     

Aku berlagak memikirkan sesuatu. Iya, aku seingat itu ketika aku mabuk. Jadi aku tahu hal-hal konyol apa yang kulakukan. Hanya saja semua itu seolah memperlihatkan sisi terburukku.     

"Kamu? Zen? Hmm… aku nggak tahu, he he he," jawabku akhirnya.     

Apakah kalian tahu kalau terkadang alkohol membuatmu semakin ingin bernafsu untuk melakukan seks? Sebab itulah yang kulakukan.     

Aku ingat bahwa aku memakai gaun mini ketika aku mulai meminum white wine itu. Saat Raja meninggalkanku dan aku menangis, aku meraih botol itu dan mengganti pakaianku. Seolah aku sedang berada di bar.     

Dan sekarang, aku menatap Raja dengan wajah nafsuku. Dia menyebalkan tapi aku menginginkannya.     

"Tunggu, apa kamu bisa seks denganku?" tanyaku pada Raja.     

"Aku nggak bercinta dengan wanita mabuk, Daisy. Sialan, Daisy!" katanya mengerang saat aku memegang miliknya dengan perasaan kesal karena ditolak.     

Aku melepaskannya dan terhuyung-huyung berjalan menuju dapur. Kucari-cari minuman yang masih tersisa karena aku butuh lebih banyak. Tapi Raja menghentikanku dan membalikkan tubuhku.     

"Cukup minumnya, kamu harus tidur," katanya membopongku.     

"Aduh! Cerewet sekali, sih?" Aku merengek kesal tapi aku tidak kuat untuk lepas dari genggamannya.     

Raja membuatku terbaring. Ia melepaskan high heelsku dan aku tertawa-tawa senyum sendiri seperti orang gila. "Aku butuh alkohol, brengsek! Aku butuh masalah itu hilang!" kataku merutuk.     

Kulihat dengan pandangan kabur, Raja berdiri menatapku. Aku pun berusaha bangun dan menjauh dari jangkauannya. Tapi tetap saja, aku terus terjatuh dalam dekapannya. "Oh… kamu menangkapku lagi. Aku mohon buat aku puas. Aku butuh seks itu," kataku merengek.     

"Jangan memaksaku, Dai. Ini nggak akan berakhir dengan baik," ancam Raja.     

"Oh, yeah… aku suka ancaman itu. Hard and faster, aku mau."     

Raja mendrongku dan aku bisa melihat ia melepas pakaiannya. "Kamu… tampan," kataku memuji.     

Perlahan ia melepas tali dressku. Melepas celana dalamku dan membuatku membuka kakiku. Aku melenguh sebelum ia memulai. Aku tidak sabar untuk ia menyentuhku. "Sentuh aku, Raja. aku mohon."     

Kubawa tangan Raja menyentuh diriku karena ia terlalu lama. Tangannya mulai bermain membuatku tidak kuat.     

"Kenapa kamu belum… melepas celanamu, Raja?" kataku kesal. Aku terbangun dan melepas kancing celananya. Tapi Raja menahanku dan ia kembali berdiri.     

"Tidurlah, Daisy. Kamu terlalu banyak minum."     

"Brengsek! Aku minum karena kamu! Apa kamu nggak mau menyetubuhiku, hah?" rutukku kesal. Tapi aku tidak mendengar Raja membalasku. Malah ia menghilang. Aku mencoba berdiri dan susah payah berjalan untuk menemui Raja.     

Aku ingin seks. Aku ingin Raja memberiku kepuasan saat ini juga. Tidak peduli seberapa aku mabuk. Aku butuh itu. Dengan terhuyun-huyung aku tidak melihat Raja. Jadi aku membuka kamarnya dan ia sepertinya sedang mandi, aku mendengar pancuran air menyala.     

Kubuka dressku hingga aku benar-benar telanjang. Dan aku masuk ke kamar mandinya. Kupeluk Raja dari belakang dan aku merasakan tubuhnya menegang. Raja menghela nafasnya di bawah pancuran air yang membasahi kami.     

"Dai… jangan," katanya mencoba menahan.     

Tapi ia terlambat menolakku. Aku sudah mengulum miliknya. Aku bisa merasakan Raja menikmati ini. Ia menjambak rambutku dan membuatku bergerak lebih cepat. Tapi tidak sampai kubiarkan ia keluar lebih dulu. Aku pun mencium bibirnya untuk menggodanya.     

"Sialan!" katanya kesal.     

"Aku sudah bilang… aku butuh pelepasan. Puaskan aku, Raja, aku aku cari cowok lain," kataku sekaligus mengancamnya.     

Dengan kesal dan garang, Raja menciumku. Mengisapnya hingga aku merasakan sensasi aneh yang timbul di perutku. "Ya… begitu," kataku. Kadang aku terhuyung akan jatuh, tapi dengan sigap dan cengkraman yang kuat, Raja menahanku.     

Raja mengangkat satu kakiku dan satu kaki lainnya dibiarkannya berdiri. Ia mulai bergerak membuatku merasa senang. Ia sepertinya tidak membiarkanku juga akan keluar. Sebab Raja sempat berhenti dan membawaku ke kasur. Aku terbaring di sana dan mataku mulai terpejam juga mengantuk.     

Aku hanya mendesah dan tidak melihat apa yang ia lakukan. Yang jelas aku masih merasakan Raja bergerak cepat. Tapi setelah itu aku tidak sadar diri. Benar-benar tidur.     

***     

Paginya aku terbangun dengan perasaan mual dan langsung menuju kamar mandi. Aku memuntahkan segalanya di kloset. Aku merasa lemas dan kutatap sekeliling bahwa aku tidak berada di kamar mandiku.     

Rasa lemas ini membuatku tidak berdaya. Semalam aku memang minum banyak hingga tidak terkontrol. Kuputuskan untuk mandi di kamar mandi ini agar sedikit merasa fresh.     

Selesai mandi, aku keluar kamar mandi dengan handuk Raja dan tubuhku masih basah. Aku memang tidak langsung mengeringkan tubuhku langsung karena aku ingin air-air pancuran itu menyerap tubuhku.     

"Astaga!" aku terkejut ketika keluar aku melihat Raja bertelanjang dada menatapku. "Pagi," sapaku dan aku mencoba keluar kamarnya untuk menuju kamarku.     

Raja meraih tanganku dan membalikkan tubuhku dengan cepat. Aku terkunci di antara dua tangannya yang menahanku di dindind. Tatapannya benar-benar membunuh seperti mengulitiku hidup-hidup. Kudengar juga cuaca di luar hujan. Kombinasi yang benar-benar pas dan menggairahkan.     

Kadar alkohol dalam diriku masih ada, jadi aku masih memikirkan seks.     

"Apa kamu butuh morning seks?" tanya Raja menggoda.     

"Yes, please…" kataku.     

Raja langsung menangkap bibirku. Menciumnya dan melumatnya kasar. Aku sampai kehabisan nafas dan harus menjijit ketika ia mengisapnya terlalu berlebihan. Kubiarkan tanganku mengusap-usap kepalanya dan sedikit jambakan. Sela-sela tanganku menyusurinya dengan erotis.     

"Kamu terlihat seksi dengan handuk ini, Daisy," katanya menggoda.     

"Aku tahu…" nafasku memburu. Ia mengecup leherku dan aku menekan-nekan kepalaku di sana. Apalagi saat handuk pada diriku terlepas, rasanya dunia hanya milik berdua.     

"Bagaimana ini? Hmm…" tanyanya mengisap putingku. Aku melenguh parah.     

"Lebih dalam," pintaku. "Ya… aku mau… di balkon," kataku.     

Raja menggiringku dengan ciumannya menuju balkon. Ia dan aku sama sekali tidak peduli jika seseorang melihat kami. Aku rasa hal itu sudah wajar di sini. Hujan dan sofa yang tersedia di balkon benar-benar mendukung.     

Kupegang pegangan di balkon dengan kuat ketika Raja membalikkanku. "Cium aku," katanya. Dan aku sedikit menoleh ke belakang untuk menciumnya sementara ia mulai bergerak di belakangku seraya memegang payudaraku.     

Nafsu di anatar kami benar-benar tidak pernah padam. Bahkan aku dan Raja tidak pernah puas. Tapi sensasi untuk bercinta di balkon benar-benar mengasyikan.     

"Kamu… sangat… nikmat!" erang Raja bergerak cepat hingga ia keluar. Aku senang membuatnya puas. Dan tidak ada yang nikmat selain ini.     

Raja pun membalikkan tubuhku lagi. Ia duduk di sofa balkon dan menyuruhku naik. Aku menurutinya dan naik ke atasnya. Gaya ini adalah gaya yang kusuka. Jadi aku bergerak naik turun. Membenamkan kepalanya pada payudaraku yang ia hisap. Meninggalkan jejak di sana dan sensasi nikmat itu keluar ketika aku bergerak cepat tidak kendali.     

Kami bernafas tersengal-sengal. Aku membenamkan wajahku ke lehernya karena kelelahan. Raja pun tetap menggendongku dengan keadaan begitu dan membawaku ke meja bar. "Aku nggak akan pernah puas, Daisy. Kamu tahu itu, kan?" katanya.     

"Hmm… apapun untuk seks, aku rela," kataku mendesah.     

Kami bercinta dengan keras dan hebat. Entah berapa kali kami keluar dan entah berapa kali Raja mengganti pengamannya, yang jelas kami berhenti ketika bel dentingan apartemen berbunyi.     

"Sial!" rutuknya kesal karena ia hampir saja mau keluar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.